Pencarian

Wednesday, August 23, 2017

TERBENTUKNYA NKRI, SEBAB INDONESIA MENGANUT SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN



ALASAN TERBENTUKNYA NKRI

Alasan-Alasan Terbentuknya Nkri
1)      Negara RIS tidak sesuai dengan cita-cita proklamasi 17 Agustus 1945.
2)      Pada umumnya masyarakat Indonesia tidak puas hasil KMB yang melahirkan Negara RIS. Rakyat di berbagai daerah melakukan kegiatan-kegiatan, seperti demonstrasi dan pemogokan untuk masyarakat keinginannya agar bergabung dengan RI.
3)      Dengan system pemerintahan federal berarti melindungi manusia Indonesia yang setuju dengan penjajah Belanda. 

Latar belakang terbentuknya NKRI (17-8-1950).
Berdasar hasil-hasil KMB, maka Indonesia menjadi negara serikat dengan nama RIS, RI menjadi salah satu negara bagiannya. Untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan, Republik Indonesia memang harus bergabung dengan RIS. Pada tanggal 14 Desember 1949 di Jakarta berlangsung pertemuan permusyawaratan federal. Pertemuan itu dihadiri oleh wakil-wakil dan negara-negara atau daerah yang akan menjadi bagian dari RIS dan wakil dari KNIP. Salah satu keputusan penting yang diambil dalam pertemuan itu adalah disetujuinya naskah UUD yang akan menjadi UUD RIS.
Berdasarkan UUD RIS atau biasa disebut juga dengan Konstitusi RIS, Indonesia merupakan federal yang terdiri atas negara-negara bagian sebagai berikut :
a. Negara Indonesia Timur.
b. Negara Pasundan.
c. Negara Sumatera Timur.
d. Negara Jawa Timur.
e. Negara Madura.
f. Negara Sumatera Selatan.

 Selain itu terdapat pula beberapa daerah otonomi, yaitu sebagai berikut :
a. Jawa Tengah.
b. Bangka.
c. Daerah Istimewa Kalimantan Barat.

UUD RIS menetapkan suatu federasi yang terdiri dari negara-negara bagian di wilayah Republik Indonesia di mana 15 Negara bagian yang lain adalah negara-negara boneka atau semiboneka yang didirikan oleh Belanda. Salah satu masalah yang dirasa berat oleh RIS yaitu masalah utang piutang yang diatur dalam naskah tersendiri. Belanda menuntut agar RIS menanggung utang Hindia-Belanda hingga periode penyerahan kedaulatan. Sedangkan pihak RIS hanya bersedia menanggung utang Hindia-Belanda hingga bulan Maret 1942. Alasannya, jika RIS menanggung utang Hindia Belanda sampai tahun 1949, berarti RIS harus membeayai sendiri penyerangan-penyerangan Belanda yang dilakukan terhadap Republik Indonesia.
Berbagai alasan tersebut menimbulkan pemikiran untuk mengembalikan Indonesia pada bentuk negara kesatuan. Di samping itu muncul banyak tekanan dari berbagai gerakan menuntut dibentuknya pemerintahan kesatuan. Dalam hal ini muncul berbagai demonstrasi dan mosi yang menginginkan agar negara-negara bagian RIS dilebur dan bergabung dengan Republik Indonesia guna membentuk negara kesatuan. Dari berbagai fakta di atas jelaslah bahwa kehendak untuk mendirikan negara kesatuan sudah tidak dapat dicegah lagi. Moh. Hatta (RI) dan Sukowati (Negara Indonesia Timur) dan Mansur (Negara Sumatera Timur) segera mengadakan pertemuan.
Dalam pertemuan tersebut ketiga tokoh itu sepakat untuk membentuk negara kesatuan. NIT dan Negara Sumatera Timur sepakat menggabungkan diri dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 19 Mei 1950 tercapailah persetujuan yang biasa disebut Piagam Persetujuan tentang kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan.

 Adapun isinya sebagai berikut :
a.       Kesediaan bersama untuk membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan dari negara RIS yang berdasarkan pada Proklamasi 17 Agustus 1945.
b.      Penyempurnaan Konstitusi RIS, dengan memasukkan bagian-bagian penting dari UUD Republik Indonesia tahun 1945. Untuk ini diserahkan kepada panitia bersama yang menyusun Rencana UUD Negara Kesatuan.


Rencana UUD Sementara yang kemudian berhasil disusun ternyata disetujui oleh KNIP. Oleh karena itu, pada tanggal 14 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS mengesahkan rancangan UUDS tahun 1950. Dalam rapat gabungan DPR dan Senat RIS pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno membacakan Piagam Persetujuan untuk kembali ke bentuk negara kesatuan. Presiden Soekarno kemudian pergi ke Yogyakarta untuk menerima kembali jabatan Presiden Republik Indonesia dai Pejabat Presiden RIS Mr. Asaat. Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS secara resmi bubar dan terbentuklah kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah kembali ke negara kesatuan 17 Agustus 1950, maka Indonesia memasuki suatu era baru yang disebut era Demokrasi Liberal. Berdasar konstitusi UUDS 1950, pada masa ini Indonesia menjalankan pemerintahan sistem parlementer. Baca selanjutnya Era Demokrasi Liberal (1950-1959).


DESENTRALISASI

Pengertian
Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. pengertian ini sesuai dengan Undang-undang nomor 23 tahun 2014. Dengan adanya desentralisasi maka muncul otonomi bagi suatu pemerintahan daerah. Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat. Adanya desentralisasi akan berdampak positif pada pembangunan daerah-daerah tertinggal dalam suatu negara hingga daerah otonom tersebut dapat mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.

Dasar Hukum Sistem Desentralisasi (Otonomi Daerah) Indonesia
1)      Undang-Undang Dasar 1945
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
·         Pasal 18 ayat (1) “ Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”.
·         Pasal 18 ayat (2) “ Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tuga pembantuan”.
·         Pasal 18 ayat  (5) ” Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat”.
·         Pasal 18 ayat (6) ” Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan –peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

2)      Ketetapan MPR-RI
Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, serta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3)      Undang-undang
Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. UU No. 22 Tahun 1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. Namun, karena dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, maka aturan baru pun dibentuk untuk menggantikannya. Pada 15 Oktober 2004, Presiden Megawati Soekarnoputri mengesahkan Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal.

Kelemahan Dan Kelebihan Desentralisasi
a.      Kelebihan Desentralisasi Menurut Josef Riwu Kaho:
·         Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintahan.
·         Dalam menghadapi masalah yang mendesak yang membutuhkan tindakan yang cepat, daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat.
·         Dapat mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena setiap kebutusan dapat segera dilaksanakan.
·         Mengurangi kemungkinan kesewenang-wenangan dari pemerintah pusat.
·         Dapat memberikan kepuasan bagi daerah karena sifatnya lebih langsung.

b.       Kelemahan Desentralisasi :
·         Karena besarnya organ-organ pemerintah, maka struktur pemerintahan bertambah kompleks yang mempersulit koordinasi.
·         Dapat mendorong timbulnya fanatisme daerah.
·         Wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi.
·         Sulit dikontrol oleh pemerinah pusat.
·         Terjadinya Korupsi pemindahan ladang korupsi dari pusat kedaerah.


SEBAB INDONESIA MENGANUT SISTEM PEMBAGIAN KEKUASAAN
Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa Barat dan amerika Serikat.
Ajaran Trias Politica diluar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung maksud bahwa kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga negara yang menurut ajaran tersebut adalah :
a. Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang
b. Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
c. Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya.
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif  yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban.
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
Susunan organisasi negara adalah alat-alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik baik sebelum maupun sesudah perubahan. Susunan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu :
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Pertimbagan Agung (DPA)
(4) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
Badan-badan kenegaraan itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan UUD 1945 lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti presiden, DPR, BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Sementara itu menurut hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
(2) Presiden
(3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
(4) Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
(5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
(6) Mahkmah Agung (MA)
(7) Mahkamah Konstitusi (MK)
Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
A. Sebelum Perubahan
  1. MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
  2. Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
    1. Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
    2. Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;
    3. Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
    4. Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
  3. DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
  4. DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
  5. BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
  6. MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
B. Setelah Perubahan
  1. MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
  2. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
  3. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
  4. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
  5. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
  6. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
  7. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya sepihak atau searah saja.




No comments:

Pencarian isi Blog