BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Muamalah dalam arti luas adalah aturan hukum Allah
untuk mengatur manusia dalam kaitanya dengan urusan duniawi dalam pergaulan
sosial,sedang muamalah dalam pengertian sempit menurut rasyid ridha, muamalah
adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dari cara-cara yang
telah di tentukan persamaan muamalah dalam arti sempit dan dalam arti luas
adalah sama sama mengatur hubungan manusia dengam manusaia yang lain dalam
kaitan dengan pemutaran harta.
Dalam muamalah ada beberapa metode
kerjasama yang sering digunakan. Antara lain metode syirkah, mudharabah,
muzaraah dan musyaqqah. Diantara yang empat merode ini ada beberapa metode yang sering digunakan
bahkan lazim digunakan, yaitu : syirkah dan mudharabah. Karena kedua metode ini
beroprasi dibidang usaha, baik usaha kecil ( mikro ) sampai dengan usaha besar
( makro ). Sedangkan muzaraah dan musyaqqah digunakan dalam bidang pertanian.
Karena metode yang sering
digunakan dalam muamalah adalah syirkah dan mudharabah, sesuai juga dengan
silabus yang dipercayakan kepada pemakalah oleh dosen pengampu mata kuliah fiqh
muamalah maka pemakalah mencoba menyajikan pembahasan tentang syirkah. Dalam
makalah ini pemakalah membahas mulai dari pengertian macam-macam bentuknya,
rukun syarat, hukum serta beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam
masalah syirkah tersebut.
B. Rumusan Masalah
1.
Pengertian Kerjasama Islam ?
2.
Prinsip
Kerjasama ekonomi dalam islam ?
3.
Jenis Kerjasama Dalam Ekonomi Islam ?
4.
Hikmah dan Manfaat Kerja Sama Ekonomi Islam ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kerjasama Dalam Islam
Kerja sama atau Sirkah adalah Akad
antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan. Definisi ini
dari mazhab Hanafi. Sebelum membahas tentang koperasi sirkah secara umum
disyariatkan dengan Kitabullah Sunnah dan Isjma’.Di dalam Kitabullah Allah
berfirman yang artinya: “Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga.” “Dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang yg
berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal shaleh; dan amat sedikitlah mereka itu.”
Di dalam As-Sunnah Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: “Allah SWT
berfirman “Aku ini Ketiga dari dua orang yg berserikat selama salah seorang
mereka tidak mengkhianati temannya. Apabila salah seorang telah berkhianat
terhadap temannya Aku keluar dari antara mereka.” Adapun para ulama telah
berijma’ mengenai bolehnya berserikat .
B. Prinsip
Kerjasama ekonomi dalam islam
Dalam setiap transaksi ekonomi
islam ada beberapa prinsip dasar atau azas-azas yang telah ditetapkan oleh
syarak, yaitu:
1.
Pihak-pihak yang bertransaksi harus memenuhi
kewajiban yang telah disepakati dan tidak boleh saling mengkhianati.
2.
Transaksi dilakukan secara bebas namun,
bertanggung jawab serta tidak menyimpang dari ketentuan syarak.
3.
Transaksi dilakukan secara sukarela antara kedua
belah pihak (an taradin minkum), tanpa ada paksaan dari pihak mana pun.
4.
Transaksi harus dilandasi dengan niat yang baik
dan ikhlas karena allah swt, sehingga terhindar dari unsur penipuan, kecurangan
dan penyelewengan.
5.
Tidak menyimpang dari syarak
6.
Transaksi harus berprinsip la tazlimuna wa la
tuzlamun, jangan menzalimi dan dizalimi.
C. Jenis Kerjasama Dalam Ekonomi Islam
1.
Syirkah
a.
Pengertian dan Hukum Syirkah
Secara bahasa kata syirkah
(perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak dapat
lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya. Sedangkan
menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh
keuntungan. Hukum syirkah sendiri adalah mubah. Alasannya, banyak sekali orang
yang telah mempraktikkan syirkah ketika Rasulullah saw diutus. Dan ternyata
beliau membiarkan transaksi tersebut terus berjalan. Dengan kata lain,
pengakuan (taqrir) Rasulullah saw terhadap tindakan tersebut merupakan dalil
syara' tentang kemubahannya.
Nabi saw telah mengizinkan orang
muslim untuk bermu'amalah secara syirkah. Hal ini sesuati dengan sabda beliau
yang telah diriwayatkan Abu Hurairah ra sebagai berikut: Dari Abi Hurairah, dia
berkata, Rasulullah saw bersabda, Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla telah
berfirman, “Aku adalah pihak ketiga dari dua pihak yang bersyirkah selama salah
satu dari keduanya tidak mengkhianati rekannya yang lain. Kalau salah satunya
berkhianat, maka Aku keluar dari keduanya.” (HR. Al- Baihaqi dan ad-
Daruquthni).
Imam al-Bukhiri telah meriwayatkan
di dalam kitab Shahihnya bahwa Abul Minhal pernah mengatakan bahwa dia dan
orang yang telah melakukan syirkah dengannya membeli suatu barang dengan cara
tunai dan kredit. Kemudian al- Barra’ bin 'Azib datang menjumpai mereka.
Akhirnya mereka pun bertanya kepadanya mengenai hal tersebut. Dia pun menjawab
bahwa rekannya menjadi orang yang menjalin syirkah dengannya. Kemudian mereka
berdua bertanya kepada Nabi saw mengenai transaksi itu. Ternyata Rasulullah saw
bersabda,
Dari Utsman, yaitu bin al-Aswad,
dia berkata, aku diberitahu oleh Sulaiman bin Abi Muslim,…Lantas beliau
bersabda, “Barang yang (diperoleh) dengan cara tunai silakan kalian ambil.
Sedangkan yang (diperoleh) dengan cara kredit, silakan kalian kembalikan.” (HR.
Al- Bukhari). Mu'amalah dengan cara syirkah boleh dilakukan antara sesama
muslim ataupun antara orang Islam dengan orang non- muslim. Dengan kata lain,
seorang muslim boleh melakukan syirkah dengan orang Nashrani, Yahudi atau orang
non- muslim lainnya. Imam Muslim pernah meriwayatkan hadis dari 'Abdullah bin
'Umar sebagai berikut: Dari ‘Abdillah bin ‘Umar, dari Rasulullah saw bahwa
Rasulullah saw telah menyerahkan kebun kurma kepada orang- orang Yahudi Khaibar
untuk digarap dengan modal harta mereka. Dan beliau mendapat setengah bagian
dari hasil panennya.” (HR. Muslim).
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hukum melakukan syirkah dengan orang Yahudi, Nashrani atau orang non-
muslim yang lain adalah mubah. Hanya saja, orang muslim tidak boleh melakukan syirkah
dengan orang non- muslim untuk menjual menjual barang- barang yang haram,
seperti minuman keras, babi, dan benda haram lainnya. Karena bagaimanapun juga,
Islam tidak membenarkan jual beli barang- barang yang haram, baik secara
individu maupun secara syirkah.
b.
Rukun dan Syarat Syirkah
Adapun rukun syirkah secara garis
besar ada tiga, yaitu:
Ø
Dua belah pihak yang berakad (‘aqidani). Syarat
orang yang melakukan akad adalah harus memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan
tasharruf (pengelolaan harta). Sebab hak pengelolaan harta bagi orang yang
tidak memiliki kecakapan berada di bawah walinya.
Ø
Obyek akad yang disebut juga ma’qud ‘alaihi yang
mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat pekerjaan atau benda yang dikelola
dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama dan pengelolaannya
dapat diwakilkan. Dengan demikian, keuntungan syirkah menjadi hak bersama di
antara para syarik (mitra usaha).
Ø
Akad atau yang disebut juga dengan istilah
shighat. Adapun syarat sah akad harus berupa tasharruf, yaitu adanya aktivitas
pengelolaan.
c.
Macam- macam Syirkah
Menurut para ulama, syirkah dibagi
menjadi beberapa macam, yaitu syirkah `inan, syirkah 'abdan, syirkah wujuh, dan
syirkah mufawadhah. Sekalipun demikian, ada beberapa perbedaan pendapat di
kalangan ulama mengenai keabsahan jenis syirkah tersebut. Menurut ulama
Malikiyah misalnya, yang sah hanya syirkah 'inan dan syirkah `abdan. Sementara
menurut ulama Syifi'iyah maupun Zhahiriyah, yang sah hanya syirkah 'inan.
Berikut ini akan dijelaskan masing- masing jenis syirkah yang dimaksud:
Ø
Syirkah 'Inan Syirkah 'inan adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih yang masing- masing memberi konstribusi kerja
(amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunnah dan
ijma' sahabat.
Ø
Syirkah Abdan Syirkah abdan adalah syirkah
antara dua pihak atau lebih yang masing- masing hanya memberikan konstribusi
kerja (amal), tanpa konstribusi modal (amal). Konstribusi kerja itu dapat
berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperti
tukang batu). Syirkah ini juga disebut syirkah 'amal.
Ø
Syirkah Wujuh Disebut syirkah wujuh karena
didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah
masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak yang sama- sama
memberikan konstribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang memberikan
konstribusi modal (mal). Dalam hal ini, pihak yang memberikan kontribusi kerja
adalah tokoh masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam
mudhdrabah sehingga berlaku ketentuan- ¬ketentuan mudbdrabah padanya. Namun ada
juga tipe syirkah wujuh yang melibatkan antara dua pihak atau lebih yang
bersyirkah dalam barang yang mereka beli secara kredit. Mereka membeli barang
tersebut kepada pedagang yang percaya kepada mereka sehingga tanpa harus
memberikan uang terlebih dahulu kepadanya.
Ø
Syirkah Mufawadhah Syirkah Mufawadbah adalah
syirkah antara dua pihak atau lebih yang menggabungkan semua jenis syirkah di
atas. Syirkah Mufawadbah dalam pengertian ini boleh dipraktikkan. Sebab setiap
jenis syirkah yang sah berarti boleh digabungkan menjadi satu. Keuntungan yang
diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan jenis syirkahnya; yaitu ditanggung oleh para pemodal sesuai porsi
modal jika berupa syirkah indn, atau ditanggung pemodal saja jika berupa
Mufawadbah, atau ditanggung mitra- mitra usaha berdasarkan persentase barang
dagangan yang dimiliki jika berupa syirkah wujuh.
2.
Mudharabah
Mudharabah
adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan
seluruh modal (shahibul mal), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola atau
pengusaha (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, namun apabila mengalami kerugian,
maka ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan akibat
kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan
atau kelalaian si pengelola, maka pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
Kontrak
bagi hasil disepakati di depan sehingga bila terjadi keuntungan, maka
pembagiannya akan mengikuti kontrak bagi hasil tersebut. Misalkan kontrak bagi
hasilnya adalah 60 : 40, di mana pengelola mendapatkan 60 % dari keuntungan
sedang pemilik modal mendapat 40 % dari keuntungan. Namun demikian, mudhdrabah
sendiri dibagi menjadi dua, yaitu mudharabah muthlaqah dan mudharabah
muqayadah. Mudharabah muthalaqah merupakan bentuk kerjasama antara pemilik
modal dan pengelola yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi
jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Sedangkan mudharabah muthlaqah adalah
kebalikan dari mudharabah muthlaqah, yakni usaha yang akan dijalankan dengan
dibatasi oleh jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
3.
Musaqah, Muzara’ah, dan Mukhabarah
a.
Musaqah
Menurut ulama ahli fikih, yang
dimaksud dengan musaqah adalah kerjasama antara pemilik kebun dan petani di
mana sang pemilik kebun menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil
panennya nanti akan dibagi dua menurut prosentase yang ditentukan pada waktu
akad. Konsep musaqah merupakan konsep kerjasama yang saling menguntungkan
antara kedua belah pihak (simbiosis mutualisme). Sebab tidak jarang para
pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk merawat perkebunannya, sementara
di pihak lain ada petani yang memiliki banyak waktu luang namun tidak memiliki
lahan yang bisa digarap. Dengan adanya sistem kerjasama musiqah, masing- masing
pihak akan sama- sama mendapatkan manfaat.
b.
Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara’ah adalah kerja sama dalam
bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih
tanamannya berasal dari petani. Sementera mukhabarah ialah kerja sama dalam
bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih
tanamannya berasal dari pemilik lahan. Muzara’ah memang sering kali
diidentikkan dengan mukhabarah. Namun demikian, keduanya sebenarnya memiliki
sedikit perbedaan. Apabila muzara’ah, maka benihnya berasal dari petani
penggarap, sedangkan mukhabarah benihnya berasal dari pemilik lahan.
Muzara’ah dan Mukhabarah merupakan
bentuk kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap yang
sudah dikenal sejak masa Rasulullah saw. Dalam hal ini pemilik lahan memberikan
lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan pembagian
prosentase tertentu dari hasil panen. Di Indonesia, khususnya di kawasan
pedesaan, kedua model penggarapan tanah itu sama- sama dipraktikkan oleh
masyarakat petani. Landasan syari'ahnya terdapat dalam hadis dan ijma' ulama.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim diterangkan bahwa Rasulullah saw pernah menyewakan
tanah kepada penduduk Khaibar dengan perjanjian separuh hasilnya untuk pemilik
tanah. Hadits ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat, di antaranya Ibnu
`Umar, Ibnu 'Abbas dan Jabir bin ‘Abdillah. Riwayat hadis inilah yang dijadikan
landasan oleh ulama yang membolehkan praktik muzara’ah dan mukhabarah. Menurut
mereka, muzara’ah dan mukhabarah merupakan perkara yang baik dan juga
dikerjakan oleh Rasulullah saw sampai beliau meninggal dunia. Praktik kerjasama
tersebut juga dilanjutkan oleh Khulafa’ur Rasyidin sampai mereka meninggal
dunia dan setelah itu diikuti oleh generasi sesudahnya.
4.
Perbankan
Bank
adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat
dan disalurkannya kembali dengan menggunakan sistem bunga. Dengan demikian,
hakikat dan tujuan bank ialah untuk membantu masyarakat yang memerlukan, baik
dalam menyimpan maupun meminjamkan, balk berupa uang atau barang berharga
lainnya dengan imbalan bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat pengguna
jasa bank.
Bank
dilihat dari segi penerapan bunganya, dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:
Ø
Bank Konvensional, yaitu bank yang fungsi
utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada yang memerlukan, baik perorangan
maupun badan usaha, guna mengembangkan usahanya dengan menggunakan sistem
bunga.
Ø
Bank Islam atau Bank Syari'ah, yaitu bank yang
menjalankan operasinya menurut syari'at Islam. Istilah bunga yang ada pada bank
konvensional tidak ada dalam bank Islam. Bank syari'ah menggunakan beberapa
cara yang bersih dari riba, misalnya:
Ø
Mudharabah, yaitu kerjasama antara pemilik modal
dan pelaku usaha dengan perjanjian bagi hasil dan sama-sama menanggung kerugian
dengan prosentase sesuai perjanjian. Dalam sistem mudhdrabah, pihak bank sama
sekali tidak mengintervensi manajemen perusahaan.
Ø
Musyarakah, yakni kerjasama antara pihak bank
dan pengusahan di mana masing- masing sama- sama memiliki saham. Oleh karena
itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara bersama- sama dan menanggung
untung ruginya secara bersama- sama pula.
Ø
Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang,
deposito, maupun surat berharga. Amanah dari pihak nasabah berupa uang atau
barang titipan yang telah disebutkan di atas dipelihara dengan baik oleh pihak
bank. Pihak bank juga memiliki hak untuk menggunakan dana yang dititipkan dan
menjamin bisa mengembalikan dana tersebut sewaktu- waktu pemiliknya memerlukan.
Ø
Qardhul hasan, yakni pembiayaan lunak yang
diberikan kepada nasabah yang baik dalam keadaan darurat. Nasabah hanya
diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh tempo. Biasanya layanan
ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank tersebut,
sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
Ø
Murabahah, yaitu suatu istilah dalam fikih Islam
yang menggambarkan suatu jenis penjualan di mana penjual sepakat dengan pembeli
untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumlah keuntungan tertentu di
atas biaya produksi. Di sini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya yang
dikeluarkan dan berapa keuntungan yang hendak diambilnya. Pembayaran dapat
dilakukan saat penyerahan barang atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang
disepakati. Dalam hal ini, bank membelikan atau menyedia¬kan barang yang diperlukan
pengusaha untuk dijual lagi dan bank meminta tambahan harga atas harga
pembeliannya. Namun demikian, pihak bank harus secara jujur menginformasikan
harga pembelian yang sebenarnya.
Ø
Kelebihan bank syari'ah dibandingkan bank
konvensional terletak pada sistem bagi hasil. Dalam bank syari'ah, pihak
pemberi modal dan peminjam menanggung bersama resiko laba ataupun rugi. Hal ini
membuat kekayaan tidak hanya beredar pada satu golongan, akan tetapi terjadi
proses penyebaran modal yang pada akhirnya terwujud pemerataan keuntungan.
Berbeda dengan bank konvensional yang hanya memprioritaskan penumpukan
keuntungan pada pemilik modal. Dengan demikian, akan tercipta kesenjangan
antara si kaya dan si miskin.
Ø
Bank Islam juga bersifat mandiri dan tidak
terpengaruh secara langsung oleh gejolak moneter, baik dalam negeri maupun
internasional. Kegiatan operasional bank syari’ah tidak menggunakan bunga. Oleh
karena itu bank system ini tidak berdampak inflasi, mendorong investasi,
mendorong pembukaan lapangan kerja baru dan pemerataan pendapatan. Persaingan
diantara bank Islam pun tidak saling mematikan, tetapi saling menghidupi.
Bentuk persaingan antara bank Islam adalah lomba- lomba untuk lebih tinggi dari
yang lain dalam memberikan porsi bagi hasil kepada nasabah.
5.
Asuransi (Takaful)
Asuransi
dalam ajaran Islam merupakan salah satu upaya seorang muslim yang didasarkan
nilai tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak
memiliki daya apapun ketika menerima musibah dari Allah swt, baik berupa
kematian, kecelakaan, bencana alam maupun takdir buruk yang lain. Untuk
menghadapi berbagai musibah tersebut, ada beberapa cara untuk menghadapinya.
Pertama dengan menanggungnya sendiri. Kedua, mengalihkan resiko ke pihak lain.
Dan ketiga, mengelolanya bersama- sama.
Dalam
ajaran Islam, musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan masalah
kelompok walaupun musibah ini hanya menimpa individu tertentu. Apalagi apabila
musibah itu mengenai masyarakat luas seperti gempa bumi atau banjir.
Berdasarkan ajaran inilah tujuan asuransi sangat sesuai dengan semangat ajaran
tersebut. Allah SWT swt menegaskan hal ini dalam beberapa ayat, diantaranya
yang terdapat dalam Surah al-Maidah berikut ini: Artinya : “Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” QS. Al- Maidah/ 5: 2.
Banyak
pula hadis Rasulullah saw yang memerintahkan umat Islam untuk saling melindungi
saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat Al- Qur'an dan riwayat
hadis dapat dipahami bahwa musibah ataupun resiko kerugian akibat musibah wajib
ditanggung bersama. Bukan setiap individu menanggungnya sendiri¬sendiri dan
tidak pula dialihkan ke pihak lain. Prinsip menanggung musibah secara
bersama-sama inilah yang sesungguhnya esensi dari asuransi syari'ah.
Tentu
saja prinsip tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem asuransi
konvensional, yang menggunakan prinsip transfer resiko. Seseorang membayar
sejumlah premi untuk mengalihkan risiko yang tidak mampu dia pikul kepada
perusahaan asuransi. Dengan kata lain, telah terjadi 'jual beli' atas risiko
kerugian yang belum pasti terjadi. Di sinilah cacat perjanjian asuransi
konvensional. Sebab akad dalam Islam mensyaratkan adanya sesuatu yang bersifat
pasti, apakah itu berbentuk barang ataupun jasa.
Perbedaan
yang lain, pada asuransi konvensional dikenal dana hangus, di mana peserta
tidak dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum
masa jatuh tempo. Dalam konsep asuransi syari'ah, mekanismenya tidak mengenal
dana hangus. Peserta yang baru masuk sekalipun, lantas karena satu dan lain hal
ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan
dapat diambil kembali, kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk
dana tabarru' (sumbangan) yang tidak dapat diambil.
Setidaknya,
ada manfaat yang bisa diambil kaum muslimin dengan terlibat dalam asuransi
syari'ah, di antaranya bisa menjadi alternatif perlindungan yang sesuai dengan
hukum Islam. Produk ini juga bisa menjadi pilihan bagi pemeluk agama lain yang
memandang konsep syari'ah lebih adil bagi mereka. Karena syari'ah merupakan
sebuah prinsip yang bersifat universal.
D. Hikmah dan Manfaat Kerja Sama Ekonomi Islam
1.
Dapat menjalin hubungan persaudaraan sesama
muslim
2.
Dalam perbankan islam, khusunya melalui tabungan
mudarabah, para nasabah akan memperoleh hasil yang baik jelas halalnya dan
bukan riba
3.
Masyarakat yang bergerak dalam bidang usaha
kecil dan menengah dapat meminjam uang dari bank untuk modal usahanya sesuai
dengan syarat dan ketentuan
4.
Bagi kaum muslimin yang hendak menunaikan ibadah
haji, dapat menabung di bank islam jika tabungan sudah memenuhi ongkos maka
nasabah nasabah akan memperoleh keuntungan dari tabungan tersebut
5.
Dapat memberikan lapangan pekerjaan bagi para
pengangguran
6.
Bagi peserta asuransi akan memperoleh bantuan
dana ketika mengalami musibah yang tak terduga.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam makalah ini dapat disimpulkan
bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna yang mengatur seluruh sendi
kehidupan manusia dan alam semesta. Kegiatan perekonomian manusia juga diatur
dalam Islam dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita, sesungguhnya
bukan milik manusia, melainkan hanya titipan dari Allah SWT agar dimanfaatkan
sebaik-baiknya demi kepentingan umat manusia yang pada akhirnyas emua akan
kembali kepada Allah SWT untuk dipertanggung jawabkan.
Kerjasama Ekonomi Islam merupakan ilmu
yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatu berdasarkan
aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun
iman dan rukun Islam.
B. Saran
Setelah pembahasan makalah ini,
diharapkan mahasiswa pada khususnya dan umat Islam pada umumnya dapat memahami
Tauhid, sehingga dapat mengenal Allah SWT serta dapat mengamalkannya dengan
ibadah dan pelaksanaan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan mengenal Allah SWT sebagai
Tuhan yang Esa dan yang patut disembah, kita akan terhindar dari perbuatan
syirik. Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang dilindungi Allah SWT dari
perbuatan syirik yang mengantar kita ke neraka jahanam. Amin.
Demikianlah makalah ini kami buat,
tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan. Untuk itu kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya memabngun bagi para pembacanya seabgai keempurnaan
makalah ini. Dan semoga makalah ini bisa menjadi acuan untuk meningkatkan
makalah-makalah selanjutnya dan bermanfaat bagi para pembaca dan terkhusus buat
kami. Amin
DAFTAR PUSTAKA
2.
http://ismihous.blogspot.co.id/2011/02/makalah-kerjasama-dalam-islam.html
3.
http://nurrohman29.blogspot.co.id/2011/05/makalah-agama-ekonomi-dalam-islam.html
No comments:
Post a Comment