Pencarian

Friday, August 25, 2017

Ciri Khas Teater Nusantara



Ciri Khas Teater Nusantara

1.      Longser (Teater tradisional nusantara di Jawa Barat)
Teater Longser berasal dari daerah Jawa Barat. Pengertian longser dapat kita lihat dari asal katanya, kata Longser berasal dari kata "melong" yang memiliki arti melihat dan "seredet" yang artinya tergugah. Secara umum Longser berarti  bahwa barang siapa yang melihat atau menonton pertunjukan tersebut, maka hatinya akan tergugah. Sama halnya dengan teater-teater tradisional yang lain, Longser dari Sunda ini juga bersifat hiburan yang sederhana, jenaka dan menghibur.

Tontonan Longser dapat diselenggarakan di mana saja, karena tidak memerlukan dekorasi yang rumit. Penonton bisa menyaksikan Longser dengan posisi duduk melingkar. Berbicara tentang sejarah longser, puncak popularitas teater Longser berada pada tahun 1920 – 1960. Tokoh- tokohnya, antara lain; Ateng Japar, Bang Tawes, Tilil Bang, Bang Soang, dan lain-lain.

Seni Longser yang sampai sekarang masih dilestarikan oleh beberapa kelompok seniman di Jawa Barat, Kesenian Longser saat ini dipadukan dengan kondisi jaman, selain untuk melestarikan seni budaya teater longser, sekaligus agar teater ini dapat dicintai dan diminati oleh generasi saat ini, agar seni tradisi ini dapat abadi dengan bumbu modernisasi yang tidak menghilangkan keaslian dari seni budaya itu sendiri.

2.      Ketoprak (Teater Tradisional di Jawa Tengah)
Ketoprak adalah teater rakyat yang paling populer, terutama di daerah Yogyakarta dan daerah Jawa Tengah. Namun di Jawa Timur pun dapat ditemukan ketoprak. Di daerah-daerah itu ketoprak adalah kesenian rakyat yang menyatu dalam kehidupan mereka dan mengalahkan kesenian rakyat lainnya seperti srandul dan emprak.


Kata ‘kethoprak’ berasal dari nama alat yaitu Tiprak. Kata Tiprak ini bermula dari prak. Karena bunyi tiprak adalah prak, prak, prak. Serat Pustaka Raja Purwa jilid II tulisan pujangga R. Ng. Rangga Warsita dalam bukunya Kolfbunning tahun 1923 menyatakan “… Tetabuhan ingkang nama kethoprak tegesipun kothekan” ini berarti kethoprak berasal dari bunyi prak, meskipun awalnya bermula dari alat bernama tiprak.

Kethoprak juga berasal dari kothekan atau gejogan. Alat bunyi-bunyian yang berupa lesung oleh pencipta kethoprak ditambah kendang dan seruling. Ketoprak adalah salah satu bentuk teater rakyat yang sangat memperhatikan bahasa yang digunakan. Bahasa sangat mendapat perhatian, walaupun yang digunakan bahasa Jawa, namun harus diperhitungkan masalah unggahungguh bahasa. Dalam bahasa Jawa terdapat tingkat-tingkat bahasa yang digunakan, yaitu:
- Bahasa Jawa biasa (sehari-hari)
- Bahasa Jawa kromo (untuk yang lebih tinggi)
- Bahasa Jawa kromo inggil (yaitu untuk tingkat yang tertinggi)

Menggunakan bahasa dalam ketoprak, yang diperhatikan bukan saja penggunaan tingkat-tingkat bahasa, tetapi juga kehalusan bahasa. Karena itu muncul yang disebut bahasa ketoprak, bahasa Jawa dengan bahasa yang halus dan spesifik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Kethoprak adalah seni pertunjukan teater atau drama yang sederhana yang meliputi unsur tradisi jawa, baik struktur lakon, dialog, busana rias, atau bunyi-bunyian musik tradisional yang dipertunjukan oleh rakyat.

Teater ketoprak berasal dari Jawa Tengah, pada mulanya Ketoprak hanyalah permainan para penduduk desa yang sedang menghibur diri mereka dengan menggunakan lesung yang ditabuh di bulan Purnama, hiburan ini disebut gejogan. Pada perkembangannya, hiburan Ketoprak menjadi suatu bentuk tontonan teater tradisional yang lengkap dan paling populer di Jawa Tengah.

Ketoprak pertama kali dipentaskan sekitar tahun 1909. Awalnya teater ini disebut ketoprak lesung, tapi setelah musik gendang, terbang, suling, nyanyian dan lakon yang menggambarkan kehidupan rakyat di pedesaan dimasukkan sebagai unsurnya, maka lengkaplah Ketoprak sebagaimana yang kita kenal saat ini.

3.      Ludruk (Teater tradisional nusantara Jawa Timur)
Ludruk adalah teater yang bersifat kerakyatan yang berasal dari kota Jombang yang dikenal dengan kota santri. Ludruk menggunakan bahasa Jawa dialek Jawa Timuran. Sejalan dengan waktu, Ludruk kemudian menyebar ke daerah-daerah di sebelah barat, karesidenan Madiun, Kediri hingga ke Jawa Tengah. Pada teater Ludruk, semua perwatakan dimainkan oleh pria.
Cerita yang dilakonkan mumnya  tentang sketsa kehidupan rakyat atau masyarakat, yang dibumbui dengan perjuangan melawan penindasan. Unsur parikan di dalam teater Ludruk pengaruhnya sangat besar. Misalnya, parikan yang dilantunkandi zaman penjajahan Jepang oleh Cak Durasim, yang membuat Cak Durasim berurusan dengan kempetei Jepang. Begini bunyi parikan itu: “Pagupon omahe doro melok Nipon tambah soro”

4.      Arja (Teater tradisional nusantara Bali)
Di Bali sangat banyak bentuk teater tradisional. Salah satu diantaranya adalah Arja. Arja juga merupakan teater tradisional Bali yang bersifat kerakyatan. Arja menekankan tontonannya pada tarian dan nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki-laki, tapi pada perkembangannya lebih banyak dilakukan oleh pemain wanita, karena penekanannya pada tari. Arja umumnya mengambil lakon dari Gambuh yang bertolak dari cerita Gambuh. Namun pada perkembangannya dimainkan juga lakon dari Ramayana dan Mahabharata.

Tokoh- tokoh yang muncul dalam Arja adalah Melung (Inye, Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Limbur atau Prameswari, Raja Putri, mantri dan lain sebagainya.

No comments:

Pencarian isi Blog