PENGARUH PERS DALAM DUNIA POLITIK
A. LATAR BELAKANG
Media massa atau Pers adalah suatu istilah yang mulai
digunakan pada tahun 1920-an untuk mengistilahkan jenis media yang secara
khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Dalam pembicaraan
sehari-hari, istilah ini sering disingkat menjadi media. Masyarakat dengan
tingkat ekonomi rendah memiliki ketergantungan dan kebutuhan terhadap media
massa yang lebih tinggi daripada masyarakat dengan tingkat ekonomi tinggi
karena pilihan mereka yang terbatas. Masyarakat dengan tingkat ekonomi lebih
tinggi memiliki lebih banyak pilihan dan akses banyak media massa, termasuk
bertanya langsung pada sumber atau ahli dibandingkan mengandalkan informasi
yang mereka dapat dari media massa tertentu.
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan
teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian
dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular.
Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
1.
Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada
banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya)
2.
Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga
atau organisasi namun juga oleh individual
3.
Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada
individu
4.
Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
5.
Penerima yang menentukan waktu interaksi
Dengan adanya
kebebasan media massa maka akhirnya mengalami pergeseran ke arah liberal pada
beberapa tahun belakangan ini. Ini merupakan kebebasan pers yang terdiri dari
dua jenis : Kebebasan Negatif dan Kebebasan Positif. Kebebasan negatif
merupakan kebebasan yang berkaitan dnegan masyarakat dimana media massa itu
hidup. Kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan dari interfensi pihak luar
organisasi media massa yang berusaha mengendalikan, membatasi atau mengarahkan
media massa tersebut. Kebebasan positif merupakan kebebasan yang dimiliki media
massa secara organisasi dalam menentukan isi media. Hal ini berkaitan dengan
pengendalian yang dijalankan oleh pemilik media dan manajer media terhadap para
produser, penyunting serta kontrol yang dikenakan oleh para penyunting terhadap
karyawannya.
Kedua jenis
kebebasan tersebut, bila melihat kondisi media massa Indonesia saat ini pada
dasarnya bisa dikatakan telah diperoleh oleh media massa kita. Memang kebebasan
yang diperoleh pada kenyataannya tidak bersifat mutlak, dalam arti media massa
memiliki kebebasan positif dan kebebasan negatif yang kadarnya kadang-kadang
tinggi atau bisa dikatakan bebas yang bebas-sebebasnya tanpa kontrol
sedikitpun. Kemudian cakupan permasalahan suatu komunikasi politik di Indonesia
tidak hanya ditinjau dari segi ilmu politik, hubungan internasional,
pemerintahan dan administrasi negara saja, melainkan juga mencakup penilaian
terhadap budaya politik yang pada hakikatnya merupakan totalitas dari segala
sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia yang berkaitan dengan pendekatan
gatra politik suatu bangsa. Gatra politik adalah aspek-aspek kehidupan politik
dalam bermasyarakat yang mantab dengan dipengaruhi oleh kecerdasan dan
kesadaran politik.
Kemajuan
teknologi dunia telah mempercepat perluasan sistem politik yang berlaku
disetiap negara. Meningkatnya kemajuan teknologi informal juga akan mempersulit
perkembangan ideologi dan politik yang berlangsung dalam suatu negara.
Serangkaian penemuan baru dalam teknologi informasi menyebabkan arus informasi
membanjiri seluruh strata masyarakat dalam forum nasional, regional, maupun
internasional. Fungsi komunikasi dapat memperpendek jarak atau dapat pula
menjauhkan jarak, semua tergantung pada sifat pesan yang dikomunikasikan.
Komunikasi
politik, adalah komunikasi yang diarahkan kepada pencapaian suatu pengaruh
sedemikian rupa, sehingga masalah yang dibahas oleh jenis kegiatan komunikasi
tersebut dapat mengikat semua kelompok atau warganya melalui suatu sanksi yang
ditentukan bersama oleh lembaga-lembaga politik. Pada hakikatnya komunikasi
politik, adalah upaya sekelompok manusia yang mempunyai orientasi, pemikiran
politik dan ideologi sebagaimana yang mereka harapkan. Kecepatan arus informasi
atau komunikasi, tukar-menukar fakta dan data visualisasi kemajuan suatu
negara, merupakan stimulus bagi setiap negara untuk lebih meningkatkan taraf
kehidupannnya.
B. PEMBAHASAN
Antusiasme
masyarakat terhadap apa yang terjadi dalam sistem politik indonesia sekarang ini
patut disyukuri. Media massa yang selalu memaknai setiap kejadian atau
peristiwa politik khususnya memiliki peran yang sangat penting. Media masa yang
digerakkan oleh orang-orang pers pada dasarnya merupaka sebuah manivestasi
mulut dan telinga pemerintah, dimana pemerintah harus mengiformasikan sebuah
kebijakan dan ada waktunya pula pemerintah menerima keluhan atau tanggapan dari
rakyat dalam bunia politik semuanya itu bersifat mungkin. Pers yang merupakan
lembaga kemasyarakatan dan merupakan sub-sistem dari sistem kemasyarakatan
dimana ia berada, tentunya dengan sub-sistem sub-sistem nilai. Oleh karena itu
lembaga kemasyarakatan ini tidak berdiri sendiri, melainkan mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh lembaga kemasyarakatan laninnya.
Bersama-sama
dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya itu, pers berada dalam
keterkaitan organisasi yang bernama negara. Pers yang terkait dalam negara
harus mengikuti falsafah dan sistem politik yang berlaku dinegara dimana pers
itu hidup. Oleh karena itu pers juga merupakan bagian dari sistem komunikasi
politik suatau negara dengan berbagai fungís politiknya. Menurut Blumler dan
Gurevitch yang mengatakan bahwa ada empat komponen yang perlu diperhatikan
dalam mengkaji sistem komunikasi politik, yaitu:
1.
Instituís politik dengan aspek-aspek
komunikasinya,
2.
Instituís media dengan aspek-aspek komunikasi
politiknya,
3.
Orientasi khalayak terhadap komunikasi
politiknya,
4.
Aspek-aspek komunikasi yang relevan dengan
budaza politik.
Di lain sisi
Suryadi memaparkan, sistem komunikasi politik kita terdiri dari elit politik,
media massa, dan khalayak. Sekarang, apakah yang dimaksud dengan komunikasi
politik itu? Secara sederhana Alexander L. George menyatakan bahwa Komunikasi
Politik adalah proses penyampaian mengenai politik dari pemerintah kepada
masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Sedangkan menurut Michael
Schudson, Komunikasi politik merupakan any transmission of messages that has,
or is intended to have, an effect on the distribution or use of power in
society or on attitude toward the use of power.
Selain itu ia
juga mengungkapkan bahwasanya gejala komunikasi politik dapat dilihat dari dua
arah. Pertama, bagaimana institusi-institusi negara yang bersifat formall atau
suprastruktur politik menyampaikan pesan-pesan politik kepada publik. Kedua,
bagaimana infrastruktur poliitik merespons dan mengartikulasi (memaknai)
pesan-pesan politik terhadap suprastruktur. Ada benang merah yang menghubungkan
antara kedua arah gejala komunikasi tersebut. Pers memegang peranan penting
dalam komunikasi politik. Ia dapat menjadi jembatan antara suprastruktur
terhadap infrastruktur. Dengan posisinya yang demikian, pers selalu dituntut
untuk memandang sesuatu permasalahan atau konflik yang terjadi secara seimbang
dalam artian tidak memihak dan menyudutkan pihak tertentu atau objektif.
Agaknya,
fungsi kedua inilah yang lebih tampak dianut oleh pers Indonesia sekarang. Tak
berlebihan bila posisi dan peran pers sekarang tengah berada pada posisi watch
dog (anjing penggonggong) , dan bukan lagi sebagai guard dog (anjing penjaga)
bagi penguasa seperti pada masa orde baru, dimana pers berfungsi untuk meredam
opini publik, melegitimasi keputusan politik penguasa, dan mementingkan
kepentingan diri sendiri (Olien, Donohoe, dan Tichenor, 1995). Saat ini apa
yang terjadi dalam percaturan politik kita merupakan suatu hal yang ditunggu
insan pers. Pemberitaan yang diangkat seputar elit politik dalam memperjuangkan
kepentingannya bagaikan santapan empuk pers untuk ramai-ramai dibicarakan.
Untuk sama-sama disaksikan oleh rakyat Indonesia. Melihat kecenderungan ini,
paling tidak ada dua orientasi pemberitaan.
Sebelum
reformasi, barangkali kita melihat bahwa media cetak dan elektronuik lebih
berpusat pada peristiwa. Sedangkan kini disaat iklim reformasi, media,
khususnya media partai yang berbentuk tabloid partai, lebih berpusat pada
gagasan politik partai. Maka tak berlebihan pula bila trend media di era
reformasi bisa disebut sebagai munculnya kembali an age of press politics.
Kemampuan pers dalam menyebarkan banyak hal untuk secepatnya diketahui berbagai
pihak, membuat keberadaanya seakan memiliki kekuatan dan kekuasaan tersendiri.
Lalu dikenallah pers sebagai kekuasaan keempat, yang dimaksud Pers adalah kekuasaan
keempat, sesudah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Posisi yang relatif
dekat ini semakin mempermudah jalan bagi pers untuk mmemaknai setiap
permasalahan yang timbul dalam dunia politik, diantara suprastruktur dengan
infrastruktur maupun dalam tatanan suprastruktur itu sendiri. Kegembiraan atas
terlepasnya tekanan yang dialami pers Indonesia pada masa reformasi sesekali
membuat penguasa naik pitam. Mereka sulit untuk mengajukan somasi (teguran)
kepada pihak pers mengenai pemberitaan, karena akan dianggap mengekang
kebebasan pers, dan mereka akan didemo besar-besaran. Sehingga kini, penguasa
pun hati-hati dalam melangkah.
Kecenderungan
penilaian awam akan tidak sendirinya pers nasional kita dalam kepentingan
politik walaupun dalam reformasi adalah hal yang wajar saja. Kita tidak perlu
terlampau mengkhawatirkan arah pemberitaan surat kabar dan majalah di
Indonesia, hanya karena parameter politik yang terlampau sempit dalam menilai
informasi politik dari pers nasional kita sendiri. Usuran politik yang terlampau
sempit dalam menilai pemberitaan pers Indonesia itu berasal dari subjektivisme
kepentingan dalam diri kita masing-masing. Bila kita tergolong pendukung Partai
Persatuan Pembangunan, maka surat kabar dan majalah di negeri ini akan kita
tuntut untuk selalu berwarna hijau saja. Dalam keadaan seperti itu, rasa ingin
tahu kita tertutup bagi pola pemberitaan yang berwarna kuning, hijau, maupun
biru. Pada dasarnya, ada dua peluang yang mendasari pers kita dalam
pemberitaan, yaitu, pertama, upaya pers tersebut meningkatkan pengetahuan yang
lebih mendalam kepada publik pembacanya. Kedua, kesempatan untuk mengolah fakta
yang terjadi sebagai komoditas pers atau dengan kata lain melihat sisi
komersial dari pers itu.
Pers dalam
kehidupan politik tidak dapat dilepaskan karena kembali kepada empat fungsi
pers yaitu to inform, to educate, to control, dan to entertain (Lasswell &
Wright), hanya saja pada masa pers politik (an age of press-politics) seperti
sekarang ini, alangkah baiknya apabila kita mengembangkan fungsi media yang
demokratis, seperti yang diungkapkan Keane dan Curran dalam Reilly (1997),
yaitu: pertama, Media hendaknya membuka dialog publik dengan menyajikan
keragaman perspektif, baik dalam berita maupun hiburan. Kedua, Media hendaknya
memperkokoh terbentuknya masyarakat madani (civil society) lewat pemberdayaan
berbagai organisasi yang menjadi representasi para anggotanya. Semua pandangan
alternatif yang hidup dalam masyarakat harus disajikan oleh media. Ketiga,
Media hendaknya turut menyajikan cara dan mekanisme demokrasi guna mencapai
tujuan bersama.
Indonesia
selalu menekankan pemerintahan yang demokratis, sehingga demokrasi yang
dikehendaki sekarang adalah bagaimana the rule of the people, terjadi dalam
praktek politik. Menurut John Durham Peters, syarat demokrasi adalah bagaimana
rakyat mampu mengambil bagian dalam diskusi dan pengambilan keputusan politik.
Sehingga, mungkin apa yang dikatakan Thomas E. Peterson dapat dijadikan
barometer bagi pers, pemerintah, dan masyarakat. Betapa pentingnya fungsi dan
hubungan sinergi yang terjalin antara pers dengan politik dalam percaturan
politik dalam negeri. Mengingat pers merupakan sebuah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa, dari sudut ini saja pers sudah sangat menguntungakan dalam
hal mengkomunikasikan dan menilai respon masyarakat akan sesuatu kebijakan atau
informasi yang telah disampaikan. Dalm dunia politik konunikasi massa memiliki
peran yang cukup signifikan diantaranya komunikasi politik internal dan
komunikasi politik eksternal. komunikasi politik secara internal dapat
diartikan sebagai komunikasi didalam lingkup kecil atau masih dalam tubuh
sebuah organisasi politik, sedangkan komunikasi eksternal politik aplikasi
dimasyarakat dilihat dari pengelolaan komunikasi yang terkonsumsi oleh masyarakat.
Adapun fungsi lain dari media massa yaitu edukasi, informasi, entertainment dan
control sosial.
C.
KESIMPULAN
Peranan Pers menurut UU No.40/1999 pasal 6 Memenuhi
hak masyarakat untuk mengetahui Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi,
mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan HAM, serta menghormati kebhinnekaan
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Di sebuah negara demokratis, peranan pers atau media
massa sangat penting. Setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif, pers atau
media massa dikatakan sebagai pilar keempat (the fourth estate). Peran itu
terasa sekali di Indonesia saat ini. Pers memiliki daya pengaruh terhadap
proses kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengaruh tersebut dapat dilihat dari
betapa pers tidak saja telah memainkan diri sebagai penyebar arus informasi
kepada khalayak, namun juga ikut mengawal jalannya penyelenggaraan
pemerintahan.
Disini, pers berposisi sebagai watchdog terhadap
pemerintah, untuk melakukan kontrol terhadap pemerintah agar lebih hati-hati
dan akuntabel dalam membuat kebijakan. Dalam sistem politik yang demokratis,
kebijakan yang dianggap tidak memihak kepada rakyat dapat dikritik oleh media,
maupun sebaliknya media juga bisa memberi dukungan manakala kebijakan
pemerintah sesuai dengan kepentingan rakyat. Dengan kata lain, pers selalu
dituntut akan tanggung jawab sosialnya. Kepentingan publik harus berada dalam
posisi paling depan.
D. DAFTAR PUSTAKA
1.
Saeful, Muhtadi, komunikasi politik indonesia.
Rosda, 2008.
2.
Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa dan
Kampanye Pemilihan. Jalasutra, 2009.
3.
UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers
No comments:
Post a Comment