Pencarian

Monday, February 29, 2016

TEORI DEMOKRASI



TEORI DEMOKRASI

Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani kuno, yang dicetuskan di Athena pada abad ke-5 sebelum Masehi. Demos berarti rakyat, dan Cratos/Kratien/Kratia artinya kekuasaan/berkuasa/pemerintahan, sehingga demokrasi bisa diartikan sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Negara Yunani kuno menjadi contoh awal negara yang melaksanakan system hukum demokrasi modern. Sistem demokrasi di negara kota (city state) Yunani kuno khususnya Athena, merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik yang dijalankan langsung oleh warga negara tidak berdasarkan mayoritas.
Sifat langsung dari demokrasi Yunani kuno dapat dilaksanakan dengan efektif karena berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas (terdiri dari kota dan daerah sekitarnya), jumlah penduduknya sedikit (300 ribu penduduk dalam satu negara kota). Ketentuan-ketentuan demokrasi tidak berlaku bagi mayoritas budak belian dan pedagang asing.
Dalam sejarah awal perkembangannya demokrasi juga memakan korban. Socrates, filsuf terkemuka negara Yunani kuno, sangat kritis membela pemikiran-pemikirannya, yaitu agar kaum muda tidak mempercayai para dewa dan mengajari mereka untuk mencapai kebijaksanaan sejati dengan berani bersikap mencintai kebenaran sehingga terhindar dari kedangkalan berpikir.


Konsep-Konsep Mengenai Demokrasi
Kita mengenal bermacam-macam istilah demokrasi, ada yang dinamakan demokrasi konstitusional, demokrasi parlementer, demokrasi Terpimpin, demokrasi Pancasila, demokrasi rakyat, demokrasi Soviet, demokrasi nasional, dan sebagainya, dimana semua konsep ini memakai memakai istilah demokrasi, yang menurut asal katanya berarti “kekuasaan rakyat” atau “government or rule by the people” atau dalam bahasa Yunani kata demos berarti rakyat, kratos/kratein berarti kekuasaan/berkuasa.

Sesudah perang dunia II kita banyak melihat gejala bahwa secara formil demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negar di dunia. Menurut suatu penelitian yang dilaksanakan oleh UNESCO dalam tahun 1949 maka “mungkin untuk pertama kali dalam sejarah demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan oleh pendukung-pendukung yang berpengaruh”.
Akan tetapi UNESCO juga menarik kesimpulan bahwa ide demokrasi dianggap ambiguous atau mempinyai arti-dua, yang sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketentuan “mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kulturil serta histories yang mempengaruhi istilah, ide dan praktek demokrasi” (ethier in the institusions or devices employed to effect the idea or in the cultural or historical circumstances by which word, ide and practice are conditioned)1.
Tetapi diantara sekian banyak aliran fikiran yang dinamakan demokrasi ada dua kelompok aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusionil dan satu kelompok lainnya yang menamakan dirinya “demokrasi”, tetapi yang pada hakekatnya mendasarkan dirinya atas komunisme. Kedua kelompok aliran demokrasi mula-mula berasal dari Eropa, tetapi sesuadh perang dunia ke II nampak jyga didukung oleh beberapa Negara-negara baru di Asia, seperti India, Pakistan, Filipina,
dan Indonesia yang sangat mencita-citakan demokrasi konstitusionil, sekalupun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan maupu gaya hidup dalam Negara-negara tersebut. Dilain fihak ada Negara-negara baru di Asia yag mendasarkan diri atas azas-azas komunisme, yaitu R.R.C., Korea Utara, dan sebagainya.
Demokrasi yang dianut di Indonesia, yaitu demokrasi berdasarkan Pancasila, yang masih dalam taraf perkembangan dan mengenai sifat-sifat dan cirri-cirinya terdapat berbagai tafsiran serta pandangan. Tetapi yang tidak dapat di sangkal ialah bahwa beberapa nilai pokok dari demokrasi konstitusionil cukup jelas tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. selain dari pada itu Undang-Undang Dasar nagara kita menyebut secara eksplisit dua prinsip yang menjiwai naskah itu, dan yang tercantum dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara yaitu :
I. Indonesia dalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat). Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat).
II. Sistem Konstitusionil.
Pemerintahan berdasarkan atas Sistem Konstitusi (Hukum Dasar), tidak bersifat Absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Berdasarakan dua istilah “(Rechtsstaat)”, dan “sistem konstitusi”, maka jelas bahwa demokrasi yang menjadi dasar dari Undang-Undang Dasar 1945, ialah demokrasi konstitusionil. Di samping itu corak khas demokrasi Indonesia yaitu “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, dimuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar.
Kalau sesudah tertumpasnya G. 30 S/PKI dalam tahun 1965 sudang terang bahwa yang kita cita-citakan yaitu adalah demokrasi konstitusionil, tetapiu tidak dapat disangkal bahwa dalam masa demokrasi demokrasi Terpimpin kita sedikit banyak terpengaruh oleh beberapa konsep komunitas berkat kelihaian PKI untuk menyusupkan konsep-konsep dari alam pikiran komunisme ke dalam kehidupan politik kita pada masa pra-G. 30 S/PKI. Maka dari itu perlu kiranya kita menjernihkan fikiran kita sendiri dan meneropong dua aliran fikiran utama yang sangat berbeda, malahan sering bertentangan serta berkonfrontasi satu sama lain, yaitu demokrasi konstitusionil dan “demokrasi” yang berdasarkan Markxisme-leninisme. Dimana perbedaan fundamintilnya ialah bahwa demokrasi konstitusionil mencita-citakan pemerintah yang terbatas pada kekuasaannya suatu Negara Hukum yang tunduk kepada Rule Of Law. Sebalinya “Demokrasi” yang mendasarkan dirinya atas komunisme yang mencita-citakan pemerintah yang tidak boleh dibatasi kekuasaanya, dan yang bersifat totaliter.
Seperti dijelaskan di atas, maka demokrasi di dukung oleh sebagaian besar Negara di dunia. Akan tetapi perlu disadari juga bahwa di samping demokrasi konstitusionil beserta bermacam-macam variasinya, telah timbul pada abad ke-19 suatu ideologi yang juga mengembangkan suatu konsep demokrasi yang dalam banyak hal linea recta bertentangan dangan azas-azas pokok dari demokrasi konstitusionil. Demokrasi dalam arti ini dipakai misalnya dalam istilah-istilah demokrasi prolentar dan demokrasi soviet (seperti yang dipakai di Uni Soviet), atau dalam istilah demokrasi rakyat (yang antara lain dipakai di Negara-negara Eropa Timur sesudah berakhirnya Perang Dunia II). Dan akhir-akhir ini, dalam dekade lima puluhan telah timbul istilah demokrasi nasional yang khusus dipakai dalam hubungan Negara-negara baru di Asia dan afrika.
Semua istilah demokrasi ini berlandaskan aliran fikiran komunisme. Oleh golongan-golongan yang mendukung demokrasi konstitusionil, antara lain Internasional Commision Of Jurists, suatu badan internasional, dimana badan inin dianggap tidak demokratis.1 Bagi kita, yang dalam masa demokrasi terpimpin hamper terjebak oleh slogan-slogan yang dicetuskan oleh PKI, ada baiknya kalau kita meneropong dengan agak mendalam berbagai istilah demokrasi yang dipakai dalam dunia komunis, mengingat ketetapan MPRS No. XXV/1996 bahwa mempelajari faham Komunisme dalam rangka mengamankan Pancasila dan secara ilmiah, seperti pada universitas-universitas dapat dilakukan secara terpimpin.
Demokrasi Konstitusionil
Ciri khas demokrasi konstitusionil ialah gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan yang terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga negaranya. Pembatasan-pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah tercantum dalam konstitusi, maka dari itu sering disebut “pemerintahan berdasarkan konstitusi” (contitusional government).
Gagasan bahwa kekuasaan pemerintah perlu dibatasi pernah dirumuskan oleh ahli sejarah Inggris, Lord Acton, dengan mengingat bahwa pemerintahan selalu diselenggarakan oleh manusia dan bahwa pada manusia itu tanpa kecuali melekatbanyak kelemahan. Dalilnya yang kemudian menjadi termasyur, yang bunyinya sebagai berikut : “Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely” (Manusia yang mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi manusia yang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas pasti akan menyalahgunakannya).
Pada waktu demokrasi konstitusionil muncul sebagai suatu program dan sistem politik yang kongkrit, pada akhir abad ke 19, dianggap bahwa pembatasan kekuasaan Negara sebaik-baiknya diselenggarakan dengan konstitusi tertulis, yang dengan tegas menjamin hak-hak azasi dari warga Negara. Disamping itu kekuasaan dibagi sedemikian rupa sehingga kesempatan penyalahgunaannya deperkecil, yaitu dengan cara menyerahkan kepada beberapa orang atau badan dan tidak memusatkan kekuasaan pemerinrahan dalam tangan satu orang saja stsu satu badan. Perumusan yuridis dari prinsip-prinsip ini terkenal dengan istilah Rechsstaat (Negara Hukum) dan Rule of Law.
Biarpun demokrasi baru pada akhir abad ke-19 mencapai wujud yang kongkrit, tetapi dia sebenatnya sudah mulai berkembang di Eropa Barat dalam abad ke-15 dn ke-16. maka dari itu wajah dari demokrasi abad ke-19 menonjolkan beberapa azas yang dengan susah payah telah dimenangkannya, seperti misalnya kebebasan manusia terhadap segala bentuk kekangan dan kekuasaan dan kekuasaan yang sewenang-wenang baik di bidang agama, maupun dibidang pemikiran serta di bidang pilitik. Jaminan terhadap hak-hak azasi manusia dianggap paling penting. Dalam rangka ini negar hanya dapat dilihat manfaatnya sebagai Penjaga Malam (Nachtwächtersstaat) yang hanya di benarkan campur tangan dalam kehidupan rakyatnya dalam batasan-batasan yang sangat sempit.

No comments:

Pencarian isi Blog