Pencarian

Sunday, February 21, 2016

MEMBANGUN KEUTUHAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MELALUI IDEOLOGI DAN WAWASAN KEBANGSAAN



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Persaingan ekonomi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang membuat peta kekuatan dunia berubah-ubah adalah fenomena globalisasi yang harus dihadapi. Selain itu, faktor SDM yang kuat harus benar-benar dipersiapkan agar segenap tantangan dan ancaman global tersebut dapat diantisipasi. Upaya antipasi yang paling mungkin dilakukan adalah mempersiapkan SDM yang matang dan ditopang oleh pengetahuan dan pandangan hidup yang universal. Dan, Indonesia memiliki Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dalam konteks ini, maka pembinaan ideologi bangsa dan wawasan kebangsaan seoptimal mungkin harus dilakukan dalam rangka mempersiapkan SDM yang matang untuk membangun dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Membangun keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bisa dilakukan secara parsial melainkan membutuhkan peran segenap komponen bangsa. Peran tersebut harus dimulai sejak dini dengan memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup universal. Nilai universal dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat terdapat dalam Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa Indonesia.
Peran bersama antar komponen bangsa, pemerintah, swasta dan masyarakat benar-benar diperlukan untuk membangun dan menggiring semangat dan wawasan kebangsaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembinaan ideologi Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Muatan pendidikan yang diberikan didesain untuk menumbuhkembangkan semangat persatuan dan kesatuan ditunjang oleh pandangan dan wawasan nusantara serta pribadi yang merupakan bagian dari bangsa yang besar yang tahu akan status diri dan lingkungannya.


1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana peluang dan tantangan global dalam membangun NKRI berdasarkan pembinaan dan wawasan kebangsaan ?
2.      Bagaimana pentingnya pembinaan ideologi dan wawasan kebangsaan ?
3.      Bagaimana membangun keutuhan NKRI berdasarkan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ?

1.3  Tujuan
1.      Mengetahui Bagaimana peluang dan tantangan global dalam membangun NKRI berdasarkan pembinaan dan wawasan kebangsaan.
2.      Mengetahui Bagaimana pentingnya pembinaan ideologi dan wawasan kebangsaan.
3.      Mengetahui Bagaimana membangun keutuhan NKRI berdasarkan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Peluang dan Tantangan Global
A.    Peluang dan Tantangan Kekuatan Bangsa
Globalisasi membawa peluang bagi negara-negara, termasuk Indonesia. Peluang-peluang ini kalau disikapi dengan baik, akan meningkatkan kesejahteraan. Beberapa peluang itu  antara lain seperti diuraikan berikut ini:
1.      Peluang pasar bebas: harga dan mutu produk yang bersaing
Globalisasi membuat harga dan mutu berbagai produk akan bersaing di pasar internasional. Agar produk yang sama laku di pasar internasional, masing-masing negara akan berlomba-lomba menaikan mutu dan menurunkan harga. Produk yang paling murah dan bermutu akan paling banyak dibeli. Ini menguntungkan tidak saja negara kaya, tetapi juga negara-negara berkembang.
2.      Peluang ekspor
Ekspor membuka peluang pasar baru di luar negeri. Ini tidak hanya berlaku bagi pengusaha-pengusaha besar, tetapi juga pengusaha kecil di pedesaan. Fakta menunjukkan, negara yang berorientasi ekspor (seperti Korea Selatan) lebih maju perekonomiannya daripada negara yang hanya mengimpor.
3.      Modal pembangunan (capital inflow)
Kesalingterhubungan dan kesalingtergantungan antarnegara berarti juga memungkinkan Indonesia meminta bantuan modal pembangunan dari negara-negara lain.
4.      Membuka lapangan kerja
Kaburnya sekat pembatas antarnegara memungkinkan berbagai perusahaan mancanegara beroperasi di indonesia. Ada banyak perusahaan, dengan banyak bidang seperti pabrik sepatu, pakaian, arloji, restoran, pusat perbelanjaan, dll. Bagi masyarakat, hal itu menambah kesempatan kerja, yang juga berarti mengurangi pengangguran. Hal yang sama terjadi pada pemilik modal Indonesia yang ingin berinvestasi di luar negeri. Itu sangat mungkin di era globalisasi ekonomi ini.
5.      Mengurangi pinjaman dan menambah pendapatan negara
Bagi pemerintah, hadirnya investasi asing menguntungkan untuk Indonesia. Hal itu secara tidak langsung ikut menyejahterakan rakyat Indonesia, sebab pajak itu digunakan untuk membangun sarana prasarana dasar rakyat.
Tantangan globalisasi bagi Indonesia
Selain memunculkan berbagai peluang, globalisasi juga melahirkan sejumlah tantangan. Beberapa tantangan itu antara lain sebagaimana diuraikan berikut ini:
1.      Pasar bebas yang timpang
Dalam kenyataan, apa yang dicita-citakan oleh pasar bebas jarang terbukti. Negara kaya tetap kaya, negara miskin tetap miskin bahkan semakin miskin. Mengapa? Pertama, masih banyak negara yang melindungi produk ekspor negaranya dengan memberikan subsidi dan bea masuk yang tinggi. Dan kedua, Negara-negara yang mengkampanyekan pasar bebas bersikap ganda. Di satu sisi, mereka melarang Negara lain memberikan subsidi dan bea masuk untuk berbagai produk negaranya, di sisi lain mereka sendiri memberikan subsidi bagi para petaninya.
2.      Perusahaan multinasional mengancam pengusaha kecil
Hadirnya perusahaaan multinasional mengancam pedagang atau pengusaha kecil di pasar tradisional. Beginilah penjelasannya: perusahaan-perusahaan itu datang dengan modal besar. Mereka bisa membangun pusat perbelanjaan yang mewah dan besar, seperti carrefour, giant, indomart, dll. Jenis barang, ruangan yang nyaman dan kualitas yang terjamin membuat masyarakat lebih senang berbelanja disana. Alhasil pasar tradisional pun terancam sepi pengunjung.


3.      Perusahaan multinasional menekan kaum buruh
Perusahaan multinasional yang hendak beroperasi di Indonesia seringkali menuntut syarat-syarat tertentu. Tujuannya, agar biaya produksi rendah dan keuntungan melimpah. Termasuk syarat upah buruh yang rendah. Jadi, meskipun di satu sisi investasi asing itu menambah pendapatan Negara, tetapi di sisi lain merugikan kaum buruh.
4.      Pelarian modal (capital outflow) dan pengangguran
Perusahhan-perusahaan multinasional sewaktu-waktu bisa memindahkan tempat operasi perusahaannya ke negara mana saja. Misalnya karena situasi politik tidak mendukung, banyak pungutan tidak resmi, pajak tinggi dll. Dan bisa mengakibaatkan para buruh atau karyawannya kehilangan lapangan kerja.
5.      Menyikapi peluang dan tantangan globalisasi
Globalisasi tidak dapat dielakkan. Tetapi, globalisasi bisa dihadapi dengan strategi tertentu. MenurutJoseph E. Stiglitz, peraih Nobel bidang ekonomi tahun 2001, strategi menghadapi globalisasi adalah mengelola globalisasi. Upaya-upaya itu dipaparkan dalam uraian berikut ini:
1)      segi ekonomi. Upaya-upaya diplomasi Indonesia diarahkan pada usaha memanfaatkan peluang dan mengatasi tantangan yang timbul dari arus globalisasi untuk kepentingan pembangunan nasional. Dapat dilakukan dengan cara, mengembangkan perluasan akses pasar, mengupayakan meningkatnya arus investasi asing, dan juga mengembangkan kerja sama teknik dan jasa ekonomi.
2)      segi politik. Indonesia tetap perlu menjalankan polotik luar negeri yang mengandalkan prinsip-prinsip kerjasama internasional, saling menghormati kedaulatan nasional, dan menjunjung tinggi prinsip “tidak mencampuri urusan dalam negeri suatu negara” (non-interference).
3)      dalam konteks nasional. Politik luar negeri Indonesia harus tetap ditujukan untuk menjaga keutuhan wilayah nasional, persatuan bangsa serta stabilitas nasional dalam menghadapi permasalahan di dalam negeri.
4)      dalam konteks bilateral. Indonesia berupaya untuk memantapkan dan meningkatkan hubungan bilateral dengan negara-negara sahabat. Juga, terus mempelajari kemungkinan membangun hubungan bilateral dengan negar-negara yang dinilai berpotensi membantu upaya pencapaian kepentingan nasional Indonesia.
5)      dalam konteks regional. Indonesia mendukung pemulihan perekonomian Asia Tenggara. Hal itu dilakukan dengan berpartisipasi aktif dalam berbagai langkah ASEAN. Tetap memainkan peran kepemimpinan di ASEAN serta menjaga kekompakan sesama ASEAN.
6)      dalam konteks global. Indonesia tetap menaruh harapan besar pada PBB, karena tetap meyakini keabsahan institusi ini sebagai satu-satunya lembaga multilateral yang paling kompeten mengambil keputusan bersifat mendunia. Untuk itu, Indonesia perlu mengupayakan program restrukturisasi PBB.

Selain hal itu, hal lain yang sangat penting yang dilakukan adalah tidak lagi mengandalkan pada keunggulan komparatif, melainkan makin meningkatkan keunggulan kompetitif yang meliputi: penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, peningkatan keterampilan, peningkatan etos kerja, disiplin nasional dan daya saing yang tinggi. Keunggulan kompetitif yang lebih menentukan berhasil atau tidaknya bangsa Indonesia mengelola globalisasi.







B.     Tantangan Global Masa Kini
Globalisasi begitu cepat hadir dan bercengkerama dengan kehidupan masyarakat Indonesia dewasa  ini.    Fenomena  global  ini  tentu  membawa  angin  perubahan  terhadap   kondisi kemasyarakatan di masa mendatang. Kecepatan arus informasi dalam mendistribusikan opini dan berita publik telah sedemikian cepatnya merubah pandangan dan wawasan seseorang. Keterbatasan jarak dan waktu dewasa ini telah dapat dipangkas secara cepat, sehingga mempermudah arus migrasi barang dan jasa maupun manusia telah sedemikian rupa menjamah ranah sosial antar warga Negara di dunia, sehingga proses akulturasi menjadi sebuah keniscayaan yang terjadi dewasa ini.
Proses perubahan yang demikian cepat akibat globalisasi tersebut membawa dampak yang tidak kecil bagi kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat rakyat Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bilamana kekhawatiran akan hilangnya nilai-nilai luhur budaya dan peradaban bangsa Indonesia yang bakal tergantikan dengan nilai-nilai global menjadi isu utama yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Terlebih lagi, dewasa ini semakin berkurangnya pemahaman dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 telah sedemikian nampak berlaku di kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Budaya gotong royong dewasa ini cenderung tergantikan dengan budaya konvensasi atau membayar orang untuk menggantikan pekerjaan yang seharusnya dapat dilakukan secara bersama-sama. Budaya musyawarah untuk mufakat cenderung semakin terpinggirkan oleh budaya voting untuk menentukan sebuah keputusan. Demikian juga budaya silaturahim yang mengutamakan tatap muka dan jabat tangan cenderung tergantikan dengan budaya obrolan melalui telepon genggam atau rumah, kendati jaraknya hanya 5 atau 10 menit perjalanan.
Fenomena ini tentu harus diwaspadai, karena nilai-nilai luhur untuk senantiasa bertenggang rasa, saling hormat menghormati, tolong menolong, berwelas asih dan berkekeluargaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sudah semakin luntur dijiwai oleh warga Negara Indonesia dewasa ini. Mahasiswa Indonesia dewasa ini lebih cenderung menyukai turun ke jalan untuk berdemonstrasi ketimbang berlomba-lomba menulis opini dalam menanggapi setiap persoalan yang melanda negeri. Padahal di era globalisasi ini, aksi-aksi demonstratif yang tidak terarah dan sporadis cenderung merugikan motor ekonomi yang seharusnya berjalan untuk mencapai tujuan utama pembangunan ekonomi, yaitu kesejahteraan masyarakat. Para pejabat negeri cenderung ingin mempertahankan status quo demi kepentingan pribadi atau golongan sehingga cenderung mencari segala cara untuk mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya saat ini. Beberapa kasus terakhir  yang terjadi, seperti kasus Century, kasus Mafia Pajak, kasus Markus di kejaksaan dan kepolisian serta masih banyak lagi yang belum terbongkar, semakin mempertontonkan kepada kita semua akan adanya distorsi dan lunturnya sistem nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat yang seharusnya mengedepankan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi maupun golongan.
Fenomena lainnya yang kerap hadir di bumi ibu pertiwi ini adalah konflik kepentingan yang dipicu hal yang sangat sepele. Sekelompok pemuda saling serang dan  saling menyakiti tanpa henti hanya karena persoalan sepele, kendati perdamaian telah dilakukan beberapa kali. Sejumlah pekerja saling pukul dan saling bunuh hanya karena pembagian hasil dan upah berbeda Rp.20.000. Bahkan yang lebih mengenaskan, ketika kakak beradik saling bacok dan atau seorang anak tega membunuh ayah dan  ibu  kandungnya hanya karena persoalan harta warisan. Potret ini tidak jarang terjadi di negeri ini yang telah digadang-gadang sebagai negeri yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab.  
Bentrok antar warga hanya karena persoalan buruknya komunikasi dan tingginya kesenjangan sosial sering terjadi. Bahkan persoalan dan benturan sosial sering terjadi di ibukota republik ini sendiri, begitu rentannya persoalan ekonomi hingga menimbulkan bentrok antar kelompok preman jalanan yang juga menghilangkan lebih dari satu jiwa. Sungguh hal ini menjadi potret memprihatinkan kehidupan bermasyarakat bangsa ini yang dahulu terkenal sebagai masyarakat yang sopan santun, welas asih, toleran dan saling menghargai serta baik budi. Apakah ini pertanda bahwa bangsa ini telah mengalami kemundurun akhlak dan perilaku? Apakah ini pertanda bahwa mental brutal dan berontak yang cenderung biadab telah merasuki puteri-puteri ibu pertiwi? Dan, apakah ini pertanda bahwa ada yang salah dalam sistem pendidikan kita, sehingga nilai-nilai luhur para pendahulu dan pejuang kemerdekaan bangsa ini tidak terwariskan kepada generasi sekarang?
Proses akulturasi sudah begitu sarat terjadi di negeri tercintanya. Bahkan fenomena akulturasi ini telah merambah ke dunia kejahatan. Bagaimana sekelompok orang yang menamakan dirinya sebagai pembawa perubahan membentuk kelompok elit untuk melakukan kejahatan perampokan dan teror yang berbuntut kepada pencitraan ketidakamanan dan ketidaknyamanan di negara kesatuan yang berbentuk republik ini. Kelompok bersenjata melakukan perampokan bank yang disertai dengan aksi pembunuhan terhadap petugas keamanan. Bahkan yang lebih memprihatinkannya lagi, mereka sudah berani melakukan penyerangan terhadap salah satu kantor Kepolisian Republik Indonesia yang notabene merupakan penjaga dan pelayan masyarakat dalam hal keamanan dan kenyamanan. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan, karena sudah menyangkut harkat dan martabat bangsa sebagai sebuah negara yang menjunjung tinggi hukum sebagai tatanan kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.
Aksi-aksi teror lainnya yang dilakukan seolah semakin menunjukkan bahwa terorisme telah menjadi bagian dari budaya global, karena hal ini terjadi di mana-mana di setiap belahan bumi ini. Aksi pemboman terhadap kantor-kantor, mall, hotel dan prasarana publik lainnya tidak jarang dilakukan. Dan, hal ini semakin memperkuat opini bahwa teror tersebut merupakan cara untuk membuat ketidakteraturan, ketidakamanan dan ketidaknyamanan di kalangan masyarakat.


C.    Ideologi, Falsafah, dan Dasar Negara
Marsudi (2003) menyebutkan bahwa ideologi berasal dari kata Yunani Idien yang artinya melihat atau Idea yang berarti raut muka, perawakan, gagasan, buah pikiran, sedangkan Logia berarti ajaran. Dengan demikian, ideologi secara harfiah dapat diartikan sebagai ajaran atau ilmu yang mempelajari tentang gagasan atau buah pikiran (science des idea). Dalam ensiklopedi populer ideologi merupakan cabang filsafat yang mendasari ilmu-ilmu pedadogi, etika dan politik.
Marsudi (2003) mengidentifikasi pengertian ideologi dari beberapa pakar sesuai dengan bidang  keilmuannya,  seperti  :  (i) Padmo  Wahjono  yang  menyebutkan  bahwa ideologi sebagai kesatuan yang bulat dan utuh dari ide-ide dasar; (ii) Mubyarto yang mendefinisikan ideologi sebagai jumlah Doktrin, kepercayaan dan simbol-simbol sekelompok masyarakat atau satu bangsa yang menjadi pegangan atau pedoman Karya (Perjuangan) untuk mencapai tujuan masyarakat atau bangsa; (iii) M. Sastraprateja yang mendefinisikan ideologi sebagai seperangkat gagasan atau pemikiran yang berorientasi pada tindakan yang diorganisir suatu sistem yang teratur; (iv) Soerjanto Poespowardojo (pakar sosiologi Budaya) yang menyebutkan bahwa ideologi adalah kompleks pengetahuan dan nilai, yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami jagat raya dan bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengolahnya; serta (v) Franz Magnis Suseno (Pakar Filsafat) yang menuturkan bahwa dalam arti luas kurang tepat Istilah ideologi digunakan untuk segala kelompok cita-cita, nilai dasar dan keyakinan-keyakinan yang mau dijunjung tinggi sebagai pedoman normatif.
Marsudi (2003) menyimpulkan bahwa ideologi dalam arti praktis dapat didefinisikan sebagai kesatuan gagasan-gagasan yang disusun secara sistematis dan  dianggap menyeluruh tentang Manusia dan kehidupannya baik yang individual maupun yang sosial, sedangkan penerapan ideologi dalam kehidupan kenegaraan disebut “Politik” sehingga Ideologi sering dimanfaatkan untuk tujuan tertentu misalnya untuk merebut kekuasaan. Ideologi dalam kehidupan kenegaraan dapat diartikan sebagai suatu konsensus mayoritas warga negara tentang nilai-nilai dasar yang ingin diwujudkan dengan mendirikan negara (Grondslag atau Weltanschauung) yang merupakan buah pikiran-pikiran terdalam, hasrat terdalam untuk di dirikan suatu Negara.
Indonesia menempatkan Pancasila sebagai ideologi, falsafah dan pandangan hidup dalam berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Pancasila lahir sebelum Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, yaitu tepatnya pada tanggal 1 Juni 1945. Pancasila kemudian dijadikan sebagai dasar dalam mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Rumusan Pancasila diabadikan dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Dan hal ini menunjukkan bahwa Pancasila merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari UUD 1945, demikian sebaliknya. Penjabaran dari Pembukaan UUD 1945 alinea keempat diatas dituangkan kembali, secara tertulis dan tidak tertulis. Secara tertulis diwujudkan dalam berbagai aturan-aturan dasar/pokok seperti dalam Batang Tubuh UUD 1945 dalam bentuk pasal- pasalnya dan dalam wujud berbagai Ketetapan MPR dan UU  turunannya.  Sedangkan secara tidak tertulis terpelihara dalam konvensi atau kebijaksanaan ketatanegaraan.
Pancasila sebagai ideologi digunakan sebagai alat pemersatu bangsa. Namun demikian, disamping sebagai pemersatu bangsa, setiap sila dan butir-butir Pancasila juga mencerminkan bahwa Pancasila juga dijadikan warna, sifat dan karakter bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dalam pengertian: (i) Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia, (ii) Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia, (iii) Pancasila sebagai perjanjian luhur Bangsa Indonesia ketika mendirikan Negara, (iv) Pancasila sebagai Cita-cita dan tujuan Bangsa Indonesia, dan (v) Pancasila sebagai falsafah hidup dan Ideologi Bangsa Indonesia.
Lebih lanjut, Marsudi (2003) menyebutkan bahwa Pancasila merupakan ideologi terbuka yang bersifat universal. Namun demikian, penting untuk memahami bahwa Pancasila mempunyai karakteristik sendiri dan unik, sehingga Pancasila harus difahami secara komprehensif dan menyeluruh. Pertama, Pancasila sebagai ideologi mencerminkan seperangkat nilai terpadu dalam kehidupan politiknya bangsa Indonesia, yang sebagai tata nilai yang dipergunakan sebagai acuan di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kedua, semua gagasan-gagasan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang ditata secara sistematis menjadi satu kesatuan yang utuh. Ketiga, sebagai Ideologi Pancasila berlaku sebagai Pedoman dan acuan dalam menjalankan aktivitas di segala bidang, dan karena itu sifatnya harus terbuka, luwes dan fleksibel, dan tidak bersifat tertutup maupun kaku, yang akan menyebabkan  ketinggalan  jaman.
Keempat, Pancasila telah memenuhi syarat sebagai Ideologi terbuka hal ini dibuktikan dari adanya sifat-sifat yang melekat pada pancasila itu sendiri maupun kekuatan yang terkandung didalamnya yaitu memenuhi persyaratan kualitas 3 (tiga) dimensi, yaitu (i) realita, (ii) idealisme dan (iii) fleksibelitas/pengembangan. Dan, kelima, pengertian Pancasila sebagai Ideologi terbuka bukanlah berarti bahwa nilai dasarnya dapat diubah atau diganti dengan nilai dasar lain, karena bila dipahamkan secara demikian mrp suatu pemahanan yang keliru, hal ini sama dengan meniadakan pancasila.

D.    Wawasan Kebangsaan
Motto kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat Indonesia adalah “Bhineka Tunggal Ika”, yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Indonesia mempunyai ribuan pulau dengan ragam suku yang berbeda, karakter sosial berbeda, bahasa lokal berbeda, dan pandangan hidup yang berbeda, namun dengan semangat dan pandangan yang melekat di dalam Pancasila yang telah disepakati sebagai nilai bersama, maka perbedaan tersebut menjadi sebuah asset bangsa yang sangat luar biasa. Dan bersama Pancasila inilah kemudian perbedaan tersebut disatukan dan dijadikan sebagai nilai dasar dan falsafah hidup bersama yang tertuang di dalam lima silanya.
Persamaan pandangan nilai ini pulalah yang kemudian membentuk sebuah pandangan atau wawasan bersama atau lebih tepat dijadikan sebagai wawasan kebangsaan. Dan, dikarenakan bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar yang ketika jaman kerajaan Majapahit disatukan dalam wadah nusantara, maka wawasan kebangsaan yang seyogianya dibangun adalah wawasan nusantara, karena cakupan pengetahuan anak bangsa haruslah bersifat universal di seantero wilayah nusantara. Keluasan pandangan ini kemudian diharapkan dapat membentuk kesamaan niat untuk tetap bersatu dan menjaga keutuhan bersama untuk tetap berada dalam rangkulan dan balutan NKRI.

E.     Wawasan Nusantara
Wawasan berasal dari bentukan kata dasar wawas yang diartikan sebagai pandangan, dimana secara umum diartikan sebagai cara pandang yang mencakup makna tentang cara maupun substansinya. Nusantara berasal dari bentukan kata dasar nusa dan antara. Nusa berarti sebagai pulau, sedangkan antara berarti diapit diantara dua, yaitu dua benua (Asia dan Australia) dan dua samudera (Pasifik dan Hindia).
Dengan demikian Wawasan Nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan kondisi geografi, latar belakang sejarah dan kondisi sosial  budayanya dalam rangka hendak mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Sifat dan ciri-ciri pokok wawasan nusantara adalah adanya kepedulian terhadap lingkungan internal (mawas ke dalam) dan lingkungan eksternal (mawas ke luar).  Mawas ke dalam berarti berupaya untuk mewujudkan segenap aspek kehidupan bangsa dan negara serta berusaha untuk mewujudkan suatu kesatuan dan persatuan yang bersifat manunggal dan utuh menyeluruh antara wadah, isi dan tata laku. Sedangkan mawas ke luar adalah berupaya menampilkan wibawa sebagai wujud sikap kesatuan, persatuan dan kebulatan wadah, isi dan tata laku.
Wawasan nusantara mempunyai tiga landasan yuridis, yaitu (i) Landasan Konsepsi Kewilayahan Republik Indonesia, (ii) Landasan Idiil dan (iii) Landasan Konstitusional. Landasan konsepsi kewilayahan Republik Indonesia diantaranya adalah : (i) Deklarasi Juanda tanggal 13 Desember 1957; (ii) Undang-Undang Nomor 4/PP/1960; (iii) Konferensi PBB tentang Hukum Laut III tanggal 30 April 1982; (iv) Pengakuan Asas Archipelagic State Principle dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Jamaika tanggal 10 Desember 1982 dan dihadiri oleh 117 negara; dan (v) Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia pada tanggal 18 Oktober 1983.
Adapun landasan riil wawasan nusantara adalah falsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Berdasarkan falsafah Pancasila, landasan riil wawasan nusantara adalah bahwa Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki naluri, akhlak dan daya fikir serta sadar akan keberadaannya yang  serba terhubung dengan sesamanya, lingkungannya, alam semesta dan Penciptanya. Selain itu, manusia juga memiliki berbagai motivasi untuk menciptakan suasana damai dan tenteram menuju kebahagiaan, serta demi terselenggaranya keteraturan dalam membina hubungan antara sesamanya. Dan, nilai-nilai Pancasila sesungguhnya telah bersemayam dan berkembang dalam hati sanubari serta kesadaran bangsa Indonesia. Pancasila diyakini akan terus berkembang sebagai pedoman hidup bangsa dalam segala perannya, yaitu berperan sebagai falsafah hidup, sebagai ideologi bangsa dan sebagai dasar negara.
Adapun landasan konstitusional wawasan nusantara adalah UUD 1945. Beberapa hal yang menjadi landasannya, diantaranya bahwa UUD 1945 merumuskan kepribadian segenap bangsa Indonesia serta memberikan gambaran wujud dan wadah „seluruh tumpang darah Indonesia“ seperti tersurat dan tersirat dalam Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan UUD 1945. Dan, di dalam UUD 1945 digambarkan secara jelas bahwa tujuan nasional yang ingin dicapai dilakukan melalui pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
UUD 1945 memuat beberapa landasan konstitusional, yaitu adanya pernyataan eksistensi bangsa Indonesia yang menegara dan diwujudkan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu dan berdaulat serta berpolitik luar negeri bebas dan aktif, yaitu bebas dalam menjalin hubungan dengan semua negara dan aktif dalam upaya ketertiban dunia, sehingga terjalin hubungan dengan semua bangsa. UUD 1945 mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Indonesia merupakan negara berdasarkan asas kesatuan yang berbentuk republik dan berkedaulatan rakyat. Pelaksanaan kedaulatan sepenuhnya dilakukan oleh MPR. UUD 1945 juga memiliki pendekatan kesejahteraan dalam pengaturan sumberdaya, yaitu bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Selain itu, juga memiliki pendekatan keamanan, dimana setiap warga negara wajib turut serta dalam pembelaan negara untuk menjamin eksistensi bangsa dan negara Indonesia dengan segala kepentingannya.
Fungsi Wawasan Nusantara dapat dipahami dengan mempelajari perkembangan dan lingkungan keberadaannya. Sejarah mencatat perkembangan wawasan nusantara yang menyertai sejarah bangsa Indonesia. Dimulai pada kurun waktu tahun 1292-1525 M, yaitu pada zaman kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit (1292-1525 M) menguasai seluruh wilayah nusantara termasuk Philipina dan Semenanjung Malaya dan mempunyai visi dan cita-cita luhur untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa secara menyeluruh. Selanjutnya pada tahun 1921, W.R. Supratman menciptakan sebuah  lagu berjudul Indonesia Raya yang berisikan aspirasi agar bangsa Indonesia bangkit dan mengobarkan semangat dan kesadaran untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan serta  membangun tanah air menjadi tanah yang mulia dan tanah pusaka bagi bangsa Indonesia. Dan lagu Indonesia Raya setelah kemerdekaan menjadi lagu kebangsaan Indonesia hingga sekarang. Pada tahun 1945, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno – Hatta atas nama bangsa Indonesia membacakan teks kemerdekaan bangsa Indonesia, yaitu Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Dan, pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila ditetapkan sebagai falsafah dan dasar negara serta UUD 1945 sebagai konstitusi sekaligus merupakan sumber hukum tertinggi di Indonesia. Dan, akhirnya pada tahun 1957, lahirnya sebuah Konsepsi Negara Kepulauan Indonesia yang merupakan perwujudan Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Dan semua catatan sejarah tersebut telah membuktikan bahwa wawasan kebangsaan atau wawasan nusantara merupakan warisan leluhur yang kemudian terus dijaga untuk mewujudkan keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia hingga kini. Konsepsi wawasan kebangsaan inilah yang seyogianya dipahami untuk mewujudkan dan menjaga keutuhan bangsa Indonesia.
Peranan wawasan nusantara diantaranya dapat dilihat dari lingkungan keberadaannya. Sebagai negara kepulauan yang merdeka, berdaulat dan bersatu, Indonesia harus berada dalam satu kesatuan wilayah yang utuh, terdiri atas wilayah daratan, lautan teritorial dan perairan pedalaman beserta ruang udara di atasnya. Letak Indonesia berada pada posisi silang dan memberikan pengaruh pada faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, hankam dan demografi. Dan untuk menjaga keutuhan bangsa dan negara, perlu adanya ketahanan nasional guna mempertahankan eksistensi bangsa dan Negara  Kesatuan Republik Indonesia. Wawasan Nusantara sendiri diharapkan dapat berfungsi untuk membentuk dan membina persatuan, kesatuan dan keutuhan bangsa dan negara Indonesia melalui integrasi nasional tentang seluruh aspek kehidupan bangsa dan  negara.  Oleh karena itu, wawasan nusantara merupakan ajaran dasar yang melandasi kebijaksanaan dan strategi pembangunan nasional, baik pada aspek kesejahteraan maupun pada aspek keamanan dalam upaya mencapai tujuan nasional.
Tujuan Wawasan Nusantara sendiri diantaranya adalah memberi pedoman bagi perwujudan cita-cita nasional dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, terdapat dua tujuan wawasan nusantara, yaitu tujuan ke dalam dan tujuan ke luar. Tujuan wawasan nusantara ke dalam adalah untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan segenap aspek kehidupan nasional, baik aspek alamiah dan sosial. Aspek alamiah diantaranya terdiri dari faktor geografi, kekayaan alam dan demografi, sedangkan aspek sosial terdiri atas faktor ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan.    Adapun  tujuan  wawasan  nusantara  ke  luar  adalah  ikut  serta mewujudkan kebahagiaan, ketertiban dan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, keadilan sosial dan perdamaian abadi, yaitu mengadakan kerjasama di forum internasional pada bidang politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan serta memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia di forum internasional dengan tetap mengedepankan prinsip-prinsip politik diplomasi bebas aktif dan bertanggung jawab.

2.2  Pentingnya Pembinaan Ideologi Dan Wawasan Kebangsaan
A.    Filsafat Pancasila
1.      Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
2.      Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
3.      Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.
4.      Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut:
o   Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
o   Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
o   Kebenaran filosofis (filsafat);
o   Kebenaran religius (religi).
Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat?
Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian.
Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian. 



B.     Identitas Nasional
1.        Pengertian Identitas Nasional
Istilah identitas nasional dapat disamakan dengan identitas kebangsaan. Secara etimologis, identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan ”nasional”. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang, kelompok atau . sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain.
Kata “nasional” merujuk pada konsep kebangsaan. Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identiti yang memiliki pengerian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Jadi, pegertian Identitas Nasional adalah pandangan hidup bangsa, kepribadian bangsa, filsafat pancasila dan juga sebagai Ideologi Negara sehingga mempunyai kedudukan paling tinggi dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara termasuk disini adalah tatanan hukum yang berlaku di Indonesia, dalam arti lain juga sebagai Dasar Negara yang merupakan norma peraturan yang harus dijnjung tinggi oleh semua warga Negara tanpa kecuali “rule of law”, yang mengatur mengenai hak dan kewajiban warga Negara, demokrasi serta hak asasi manusia yang berkembang semakin dinamis di Indonesia. atau juga Istilah Identitas Nasional adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain.

2.        Identitas Nasional Indonesia :
a)      Bahasa Nasional atau Bahasa Persatuan yaitu Bahasa Indonesia
b)      Bendera negara yaitu Sang Merah Putih
c)      Lagu Kebangsaan yaitu Indonesia Raya
d)     Lambang Negara yaitu Pancasila
e)      Semboyan Negara yaitu Bhinneka Tunggal Ika
f)       Dasar Falsafah negara yaitu Pancasila
g)      Konstitusi (Hukum Dasar) negara yaitu UUD 1945
h)      Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
i)        Konsepsi Wawasan Nusantara
j)        Kebudayaan daerah yang telah diterima sebagai Kebudayaan Nasional.

3.        Unsur-unsur pembentuk identitas Nasional
Unsur-unsur pembentuk identitas yaitu:
a)      Suku bangsa: adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kelompok etnis dengan tidak kurang 300 dialeg bangsa.
b)      Agama: bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa orde baru tidak diakui sebagai agama resmi negara. Namun sejak pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
c)      Kebudayaan: adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat- perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung- pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
d)     Bahasa: merupakan unsure pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahasa dipahami sebagai system perlambang yang secara arbiter dientuk atas unsure-unsur ucapan manusia dan yang digunakan sebgai sarana berinteraksi antar manusia.
Dari unsur-unsur Identitas Nasional tersebut dapat dirumuskan pembagiannya menjadi 3 bagian sebagai berikut :
a)      Identitas Fundamental, yaitu pancasila merupakan falsafah bangsa, Dasar Negara, dan Ideologi Negara
b)      Identitas Instrumental yang berisi UUD 1945 dan tata perundangannya, Bahasa Indonesia, Lambang  Negara, Bendera Negara, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya. Identitas Alamiah, yang meliputi Negara kepulauan (Archipelago) dan pluralisme dalam suku, bahasa, budaya, dan agama, serta kepercayaan.

4.        Pancasila sebagai identitas  Nasional
Sebagai identitas nasional, Pancasila sebagai kepribadian bangsa harus mampu mendorong bangsa Indonesia secara keseluruhan agar tetap berjalan dalam koridornya yang bukan berarti menentang arus globalisasi, akan tetapi lebih cermat dan bijak dalam menjalani dan menghadapi tantangan dan peluang yang tercipta. Bila menghubungkan kebudayaan sebagai karakteristik bangsa dengan Pancasila sebagai kepribadian bangsa, tentunya kedua hal ini merupakan suatu kesatuan layaknya keseluruhan sila dalam Pancasila yang mampu menggambarkan karakteristik yang membedakan Indonesia dengan negara lain.Naskah Pancasila .
Pancasila
1)      Ketuhanan Yang Maha Esa
2)      Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3)      Persatuan Indonesia
4)      Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam   Permusyawaratan Perwakilan
5)      Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Identitas Nasional merupakan suatu konsep kebangsaan yang tidak pernah ada padanan sebelumnya. Perlu dirumuskan oleh suku-suku tersebut. Istilah Identitas Nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa lain. Eksistensi suatu bangsa pada era globalisasi yang sangat kuat terutama karena pengaruh kekuasaan internasional. Menurut Berger dalam The Capitalist Revolution, eraglobalisasi dewasa ini, ideology kapitalisme yang akan menguasai dunia. Kapitalisme telah mengubah masyarakat satu persatu dan menjadi sistem internasional yang menentukan nasib ekonomi sebagian besar bangsa-bangsa di dunia, dan secara tidak langsung juga nasib, social, politik dan kebudayaan.
Perubahan global ini menurut Fakuyama membawa perubahan suatu ideologi, yaitu dari ideologi partikular kearah ideology universal dan dalam kondisi seperti ini kapitalismelah yang akan menguasainya. Dalam kondisi seperti ini, negara nasional akan dikuasai oleh negara transnasional yang lazimnya didasari oleh negara-negara dengan prinsip kapitalisme. Konsekuensinya,negara-negara kebangsaan lambat laun akan semakin terdesak. Namun demikian, dalam menghadapi proses perubahan tersebut sangat tergantung kepada kemampuan bangsa itu sendiri.
Menurut Toyenbee, cirri khas suatu bangsa yang merupakan local genius dalam menghadapi pengaruh budaya asing akan menghadapi Challence dan response. Jika Challence cukup besar sementara response kecil maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika. Namun demikian jika Challance kecil sementara response besar maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif.
Oleh karena itu agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yangcenderung menghancurkan nasionalisme, muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.

5.    Alasan pancasila menjadi identitas bangsa
Pancasila sebagai Kepribadian dan  Identitas Nasional karena Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat internasional, memilki sejarah serta prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia .Tatkala bangsa Indonesia berkembang menuju fase nasionalisme modern, diletakanlah prinsip-prinsip dasar filsafat sebagai suatu asas dalam filsafat hidup berbangsa dan bernegara. Prinsip-prinsip dasar itu ditemukan oleh para pendiri bangsa yang diangkat dari filsafat hidup bangsa Indonesia, yang kemudian diabstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara yaitu Pancasila. Jadi, filsafat suatu bangsa dan Negara berakar pada pandangan hidup yang bersumber pada kepribadiannya sendiri.  Dapat pula dikatakan pula bahwa pancasila sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara Indonesia pada hakikatnya bersumber kepada nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai kepribadian bangsa.

C.    Politik dan Strategi
1.            Pengertian Politik dan Strategi Nasioanl
Politik secara umum adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem tersebut dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut, meliputi pengambilan keputusan (decision making), mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi antara beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih.
Arti strategi dalam pengertian umum adalah cara untuk mendapatkan kemenangan atau tercapainya suatu tujuan termasuk politik. Tujuan Ideologi Nasional dan Wawasan Kebangsaan Sebagai Politik dan Strategi Nasional Ideologi bangsa Indonesia yang tercermin dan terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 adalah ideologi perjuangan, yaitu ideologi yang sarat dengan jiwa dan semangat perjuangan bangsa untuk mewujudkan negara merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Negara kita menjadikan Pancasila sebagai ideologi nasional sesuai dengan cita-cita, jiwa, dan kepribadian bangsa. Demikian bagi bangsa dan negara ideologi sangatlah penting karena memberikan dasar arah dan tujuan bagi bangsa dan negara dalam menjalankan kehidupannya, tanpa ideologi, suatu bangsa tidak akan dapat berdiri kokoh dan mudah terombang-ambing oleh derasnya persoalan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sehingga, suatu bangsa dan negara meskipun memiliki ideologi nasional, tidak mempunyai arti apa-apa bagi kelangsungan hidup bebangsa dan bernegara.
Kurangnya kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia dan wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai suatu politik dan strategi untuk diwujudkan dalam kehidupan masyarakat dan negara kita Republik Indonesia.

2.            Implementasi Ideologi Nasional Sebagai Politik dan Strategi Nasional
Ideologi nasional di Indonesia yaitu pancasila diimplementasikan melalui sila per sila
1) Sila 1: Ketuhanan Yang Maha Esa
Secara ideologi nasional sila ini menyatakan bahwa didalam negara Indonesia tidak ada dan tidak boleh ada faham yang meniadakan atau mengingkari adanya Tuhan Yang Maha Esa (Atheisme) dan yang seharusnya ada ialah Ketuhanan Yang Maha Esa (Monotheisme) dengan toleransi terhadap kebebasan untuk memeluk agama sesuai dengan keyakinannya.
2) Sila 2: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Dalam paradigma Pancasila sebagai ideologi negara maka setiap manusia Indonesia adalah bagian dari warga dunia yang meyakini adanya prinsip persamaan harkat dan martabatnya sebagai hamba Tuhan.
3) Sila 3: Persatuan Indonesia
Pancasila sebagai ideologi nasional adalah manifestasi faham kebangsaan yang memberi tempat bagi keragaman budaya dan etnis sehingga merupakan perwujudan dari asas kebersamaan dan solidaritas.
4) Sila 4: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan
Konteks dalam ideologi nasional ini mengandung paham tentang kedaulatan rakyat yang mencerminkan adanya nilai kebersamaan, kekeluargaan dan kegotong royongan.
5) Sila 5: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Nilai Pancasila sebagai ideologi nasional mencakup konsep keadilan sosial untuk memberikan jaminan dan mencapai taraf kehidupan yang layak dan terhormat sesuai dengan kodratnya,dan menempatkan nilai demokrasi dalam bidang ekonomi dan sosial.






D.    Demokrasi Indonesia
Demokrasi adalah azaz yang digunakan di Indonesia, tidak hanya Indonesia namun pemerintahan Amerika juga menggunakan sistem demokrasi. Meskipun kedua negara tersebut menggunakan azaz demokrasi namun implementasi demokrasi tersebut berbeda-beda di setiap negara. Dengan adanya demokrasi ternyata tidak hanya membawa dampak positif di dalam pemerintahan suatu Negara. Menurut Aristoteles dalam Sumarsono (2005) menyatakan bahwa dengan adanya demokrasi yang begitu kental ternyata berdampak negatif bagi mental rakyat yang sedang diperintah karena kebebasan bersuara begitu bebas sehingga gerak pemerintah seakan dibatasi oleh rakyat. Dan masalah yang paling krusial adalah apabila kebebasan bersuara akibat adanya demokrasi yang berlebihan maka negara dituntut untuk memenuhi kepentingan masyarakat, namun bukan kepentingan bersama melainkan kepentingan pribadi yang berkedok kepentingan bersama.
Konsep demokrasi sendiri adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat dan untuk rakyat. Dalam demokrasi, kekuasaan pemerintahan dibagi menjadi tiga dan menjadi badan yang independen. Yang pertama adalah badan eksekutif yang memiliki kekuasaan membuat undang-undang. Yang kedua adalah badan eksekutif yang bertugas menjalankan undang-undang. Dan yang terakhir badan yudikatif yang berwenang untuk mengadili jalannya pelaksanaan undang-undang (Salim, 2000). Menurut Robert Dahl, demokrasi memberikan jaminan yang tidak bisa dibandingkan dengan sistem manapun di dunia ini, karena demokrasi menyediakan kebebasan bagi manusia untuk mengembangkan dirinya sembari melindungi dan memajukan kepentingan bersama. Negara-negara yang menganut sistem demokrasi sebagian besar memegang teguh norma-norma serta hukum yang ada sehingga membentuk masyarakat yang damai.
Demokrasi dipandang sebagai hal yang selalu berubah-ubah. Sehingga juga dapat terjadi keterpurukan terhadap sistem demokrasi atau mungkin kemajuan, namun Indonesia menerapkan sistem demokrasi yang cukup stabil. Demokrasi Indonesia tertara dalam UUD 1945 dalam sebutan ‘kerakyatan’ karena dianggap mewakili seluruh elemen masyarakat. Demokrasi dianggap sebagai sistem pemerintahan yang dijiwai dan dituntun oleh nilai-nilai dan pandangan hidup masyarakat Indonesia. Demokrasi sendiri merupakan perwujudan dari butir-butir Pancasila, sehingga Pancasila berfungsi sebagai penuntun pelaksanaan demokrasi agar sesuai pada kondisi masyarakat Indonesia (Glorino, 2014). Keuntungan dengan adanya Negara demokrasi ialah terwujudnya masyarakat yang damai dan pemerintahan yang berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat yang sedang diperintah. Karena dengan adanya demokrasi maka dapat kebutuhan individu, kelompok, dan kewajiban untuk bangsa.
Penulis beropini bahwa demokrasi yang ada di Indonesia tidak bersifat kebarat-baratan karena demokrasi pancasila didasarkan pada jati diri bangsa Indonesia sendiri. Demokrasi pancasila berlandaskan pada permusyawaratan sehingga mempertimbangkan tradisi gotong-royong, multikultural kebangsaan, dan sejarah bangsa Indonesia. Dari permusyawaratan tersebut maka lembaga perwakilan rakyat dapat menjunjung tinggi etika politik kekeluargaan secara bijak. Selain itu relevansi UUD 1945 dan Pancasila mengenai Negara demokrasi begitu merefleksikan azaz dari Negara Indonesia.

E.     Hak Asasi Manusia dan Rule of law
Dapat dipastikan sebagian besar orang akan menyatakan bahwa negara hukum atau rule of law terkait erat dengan hak asasi manusia dalam artian positif. Yaitu bahwa tegaknya rule of law akan berdampak positif pada pelaksanaan hak asasi manusia. Benarkan demikian? Marilah kita perjelas bagaimana kaitan antara negara hukum atau rule of law dengan hak asasi manusia.
Dalam hal ini dapat dipahami beberapa kesimpulan penting dari Randall P. Peerenboom yang melakukan penelitian kaitan antara rule of law dengan hak asasi manusia. Pertama adalah bahwa kaitan antara rule of law dengan hak asasi manusia adalah kompleks. Peerenboom menyatakan bahwa yang menjadi persoalan bukanlah prinsip-prinsip rule of law, tetapi adalah kegagalan untuk menaati prinsip-prinsip tersebut. Akan tetapi yang jelas menurutnya adalah bahwa rule of law bukanlah ‘obat mujarab’ yang dapat mengobati semua masalah. Bahwa rule of law saja tidak dapat menyelesaikan masalah. Peerenboom menyatakan bahwa rule of law hanyalah satu komponen untuk sebuah masyarakat yang adil. Nilai-nilai yang ada dalam rule of law dibutuhkan untuk jalan pada nilai-nilai penting lainnya. Dengan demikian rule of law adalah jalan tetapi bukan ‘tujuan’ itu sendiri.
Berkaitan dengan hak asasi manusia sendiri, terutama hak ekonomi, sosial dan budaya, adalah menarik bahwa Peerenboom menyatakan rule of law sangat dekat dengan pembangunan ekonomi. Selanjutnya dia menyatakan bahwa memperhitungkan pentingnya pembangunan ekonomi bagi hak asasi manusia maka dia menyatakan agar gerakan hak asasi manusia memajukan pembangunan.
Di sini sangat penting untuk diingat bahwa menurut Peerenboom sampai sekarang kita gagal untuk memperlakukan kemiskinan sebagai pelanggaran atas martabat manusia dan dengan demikian hak ekonomi, sosial dan budaya tidak diperlakukan sama dalam penegakan hukumnya seperti hak sipil dan politik. Dalam pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya, menurutnya rule of law saja tidak akan cukup untuk dapat menjamin pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya tanpa adanya perubahan tata ekonomi global baru dan adanya distribusi sumber alam global yang lebih adil dan seimbang. Oleh karena itu menurutnya pemenuhan hak ekonomil, sosial dan budaya juga memerlukan perubahan yang mendasar pada tata ekonomi dunia.
Terakhir yang harus dicatat adalah peringatan Peerenboom tentang bahaya demokratisasi yang prematur. Menurutnya kemajuan hak asasi manusia yang signifikan hanya dapat tercapai dalam demokrasi yang consolidated, sementara demokrasi yang prematur mengandung bahaya yang justru melemahkan rule of law dan hak asasi manusia terutama pada negara yang kemudian terjadi kekacauan sosial (social chaos) atau pun perang sipil (civil war).
Hal lain yang penting dikemukakan oleh Peerenboom adalah bahwa rule of law membutuhkan stabilitas politik, dan negara yang mempunyai kemampuan untuk membentuk dan menjalankan sistem hukum yang fungsional. Stabilitas politik saja tidak cukup. Dalam hal ini dibutuhkan hakim yang kompeten dan peradilan yang bebas dari korupsi.
Pada intinya Peerenboom menyatakan bahwa walaupun rule of law bukanlah obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.

F.     Hak dan Kewajiban Warga Negara Geopolitik Serta Geostrategi Indonesia
1.        Hak dan Kewajiban Warga Negara Geopolitik Indonesia
Geopolitik mempunyai pengertian ilmu tentang pengaruh faktor geografi terhadap ketatanegaraan. Selanjutnya geopolitik mempunyai kebijakan yang di dorong oleh strategi nasional yang menitik beratkan kepada pertimbangan geografi, wilayah atau torotorial dalam arti luas. Dampak dari kebijakan yang dibuat, yang apabila dilaksanakan dan  berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kapada sistem  politik suatu negara. Sebaliknya politik negara itu secara langsung akan  berdampak langsung kepada geografi sebuah negara.
Dalam hubungan dengan kehidupan manusia dalam suatu negara manusia di dunia mempunyai kedudukan sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai pemimpin. Kedudukan manusia tersebut mencakup tiga segi hubungan, yaitu: hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia, dan hubungan antara manusia dengan makhluk lainnya. Manusia dalam melaksanakan tugas dan kegiatan hidupnya  bergerak dalam dua bidang, universal filosofis dan sosial politis. Bidang universal filosofis bersifat transenden dan idealistik.
Sedangkan bidang sosial politis bersifat imanen dan realitis yang bersifat lebih nyata dan dapat dirasakan. Di Indonesia yang termasuk dalam bidang sosial politik adalah produk politik yang berupa UUD 1945 dan aturan perundangan lainnya yang mengatur proses pembangunan nasional. Sebagai negara kepulauan dan berineka Indonesia mempunyai kekuatan dan kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya sumberdaya alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan satu tanah air,sebagaimana telah diperjuangkan oleh para faunding father bangsa ini.
Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan melalui Sumpah Pemuda tahun 1928 dan berlanjut pada proklamsi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Dalam pelaksaannya Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi dengan lingkungan sekitarnya, baik lingkungan, regional, nasional maupun internasional. Dalam hal ini Indonesia harus memiliki pedoman. Salah satu pedoman Indonesia adalah wawasan geopolitik dan geostrategi yang berpijak pada wujud wilayah nusantara dan kebijakan yang di ambil oleh pemerintah untuk mempertahankan wilayah negara indonesia yang selanjutnya kita sebut dengan wawasan kebangsaan atau wawasan nusantara.

2.        Hak dan Kewajiban Warga Negara Geostrategi Indonesia
Strategi adalah politik dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan  politik. Strategi juga dapat merupakan ilmu, yang langkah - langkahnya selalu berkaitan dengan data dan fakta yang ada. Sebagai contoh  pertimbangan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kennyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, di samping aspek geografi juga aspek - aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi,sosial  budaya dan Hankam.
Strategi biasanya menjangkau masa depan, sehingga  pada umumnya strategi disusun secara bertahap dengan memperhitungkan faktor - faktor yang mempengaruhinya.Dengan demikian geostrategi adalah  perumusan strategi nasional dengan memperhatikan kondisi dan konstelasi geografi sebagai fektor utamanya.Disamping itu dalam merumuskan strategi perlu pula memperhatikan kondisi sosial, budaya, penduduk , sumber daya alam, lingkungan regional maupun internasional.
Kebijakan Geostrategi Indonesia
Berlandaskan pada Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2008 Tertanggal 26 Januari 2008, menerangkan secara umum bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri lebih dari 17.000 pulau adalah negara kepulauan terbesar dengan wilayah yurisdiksi laut sangat luas serta  penduduk yang sangat beragam. Ancaman yang dihadapi Indonesia dapat  berupa ancaman militer maupun ancaman non militer, sehingga kekuatan  pertahanan diperlukan untuk menghadapi kedua jenis ancaman tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Guna menghadapi ancaman yang mungkin timbul, sangat diperlukan  penyelenggaraan pertahanan negara yang handal serta yang mempunyai daya tangkal yang tinggi. Oleh karenanya diperlukan pembangunan kekuatan dan kemampuan secara terus menerus dan berkesinambungan. Sementara itu, kemampuan dukungan anggaran masih sangat terbatas, sehingga perlu disusun berbagai kebijakan agar penyelenggaraan  pertahanan negara dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Dalam rangka melindungi, menjaga, dan memelihara keutuhan dan keamanan nasional ditegaskan dalam UUD 1945 Pasal 30 ayat (1) bahwa upaya pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem  pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) dengan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.


2.3  Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
1.      Pentingnya Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara Republik Indonesia seperti tercantum dalam alenia ke keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan pandangan hidup bangsa, yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa Indonesia. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dimaknai sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistim Pendidikan Nasional (Sidiknas) Pasal 2 dan Pasal 3 dikatakan bahwa: “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) berupaya mengantarkan warganegara Indonesia menjadi ilmuwan dan profesional yang memiliki  rasa kebangsaan dan cinta tanah air;  menjadi warga negara demokratis yang berkeadaban; yang memiliki daya saing: berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam membangun kehidupan yang damai berdasarkan sistem nilai Pancasila. PPKn adalah pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat (Zamroni, dalam ICCE, 2003)
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki peran penting  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah bentuk pengemblengan individu-individu agar mendukung dan memperkokoh komunitas politik sepanjang komunitas politik itu adalah hasil kesepakatan. David Kerr,1999 mengindikasikan PPKn Indonesia dan Pendidikan kewarganegaraan suatu negara akan senantiasa dipengaruhi oleh nilai-nilai dan tujuan pendidikan sebagai faktor struktural utama. PPKn  bukan semata-mata membelajarkan fakta tentang lembaga dan prosedur kehidupan politik tetapi juga persoalan jati diri dan identitas bangsa (Kymlicka, 2001).
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkontiribusi penting menunjang tujuan bernegara Indonesia yang  berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. PPKn berkaitan dan berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. PPKn merupakan bagian integral dari ide, instrumentasi, dan praksis kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia (Udin Winataputra,2008) Pendidikan nasional pada hakikatnya adalah PPKn untuk melahirkan warga negara Indonesia yang berkualitas baik dalam disiplin sosial dan nasional, dalam etos kerja, dalam produktivitas kerja, dalam kemampuan intelektual dan profesional, dalam tanggung jawab kemasyarakatan, kebangsaan, kemanusiaan serta dalam moral, karakter dan kepribadian (Soedijarto, 2008).
Kehadiran kurikulum Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berupaya menanamkan sikap kepada warga negara Indonesia umumnya dan generasi muda bangsa khususnya  agar: (1)Memiliki wawasan dan kesadaran kebangsaan dan rasa cinta tanah air  sebagai perwujudan warga negara Indonesia yang bertanggung jawab atas kelangsungan hidup bangsa dan negara; (2)Memiliki wawasan dan penghargaan terhadap keanekaragaman masyarakat Indonesia sehingga mampu berkomunikasi baik dalam rangka meperkuat integrasi nasional; (3)Memiliki wawasan, kesadaran dan kecakapan dalam melaksanakan hak, kewajiban, tanggung jawab dan peran sertanya sebagai warga negara yang cerdas, trampil dan berkarakter; (4)Memiliki kesadaran dan penghormatan terhadap hak-hak dasar manusia serta kewajiban dasar manusia sehingga mampu memperlakukan warga negara secara adil dan tidak diskriminatif;(5) Berpartisipasi aktif membangun masyarakat Indonesia yang  demokratis dengan berlandaskan pada nilai dan budaya demokrasi  yang bersumber pada Pancasila; (6) Memiliki  pola sikap,  pola pikir dan pola perilaku yang mendukung ketahanan nasional Indonesia serta mampu menyesuaikan dirinya dengan tuntutan perkembangan zaman demi kemajuan bangsa.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan warga negara sadar bela negara berlandaskan pemahaman politik kebangsaan, dan kepekaan mengembangkan jati diri dan moral bangsa dalam perikehidupan bangsa. Mahasiswa adalah bibit unggul bangsa yang dimana pada masanya nanti bibit ini akan melahirkan pemimpin dunia. Karena itulah diperlukan pendidikan moral dan akademis yang akan menunjang sosok pribadi mahasiswa. Kepribadian mahasiswa akan tumbuh seiring dengan waktu dan mengalami proses pembenahan, pembekalan, penentuan, dan akhirnya pemutusan prinsip diri. Negara, masyarakat masa datang, diperlukan ilmu yang cukup untuk dapat mendukung kokohnya pendirian suatu Negara.
Negara yang akan melangkah maju membutuhkan daya dukung besar dari masyarakat, membutuhkan tenaga kerja yang lebih berkualitas, dengan semangat loyalitas yang tinggi. Negara didorong untuk menggugah masyarakat agar dapat tercipta rasa persatuan dan kesatuan serta rasa turut memiliki. Masyarakat harus disadarkan untuk segera mengabdikan dirinya pada negaranya, bersatu padu dalam rasa yang sama untuk menghadapi krisis budaya, kepercayaaan, moral dan lain-lain. Negara harus menggambarkan image pada masyarakat agar timbul rasa bangga dan keinginan untuk melindungi serta mempertahankan Negara kita.Pendidikan kewarganegaraan adalah sebuah sarana tepat untuk memberikan gambaran secara langsung tentang hal-hal yang bersangkutan tentang kewarganegaraan pada mahasiswa.
Pendidikan kewarganegaraan sangat penting. Dalam konteks Indonesia, pendidikan kewarganegaraan itu berisi antara lain mengenai pruralisme yakni sikap menghargai keragaman, pembelajaran kolaboratif, dan kreatifitas. Pendidikan itu mengajarkan nilai-nilai kewarganegaraan dalam kerangka identitas nasional. Seperti yang pernah diungkapkan salah satu rektor sebuah universitas, “tanpa pendidikan kewarganegaraan yang tepat akan lahir masyarakat egois.Tanpa penanaman nilai-nilai kewarganegaraan, keragaman yang ada akanmenjadi penjara dan neraka dalam artian menjadi sumber konflik. Pendidikan, lewat kurikulumnya, berperan penting dan itu terkait dengan strategi kebudayaan.”

2.      Tujuan Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan bertujuan untuk menambah wawasan para pembaca, agar memiliki motivasi bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkaitan erat dengan peran dan kedudukan serta kepentingan warganegara sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan sebagai warga negara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia untuk mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari. Serta mengembangkan potensi individu mereka sehingga memiliki wawasan, sikap, dan keterampilan kewarganegaraan yang memadai dan memungkinkan untuk berpartisipasi secara cerdas dan bertanggung jawab dalam berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia, memiliki sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat bangsa Pancasila. Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ke-Tuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara konstitusional rakyat Indonesia, melalui MPR telah menyatakan bahwa : Pendidikan Nasional yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia diarahkan untuk “meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berkualitas dan mandiri, mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya serta dapat memenuhi kebutuhan pembangunan nasional dan bertanggung jawab atas pembangunan bangsa“. Disamping itu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif. Terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya merupakan sumber hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber hukum dasar secara objektif Pancasila merupakan suatu pandangan  hidup, kesadaran, cita-cita hukum, serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa Indonesia, yang pada tanggal 18 Agustus 1945 telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh para pendiri negara ini menjadi  lima sila yang ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar filsafat negara Republik Indonesia.
Unsur-unsur yang merupakan materi pendidikan Pancasila diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakann kausa materialis (asal bahan) Pancasila. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara, ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Keanekaragaman suku,bangsa adat istiadat, dan agama yang berada pada ribuan pulau yang berbeda sumber kekayaan alamnya, memungkinkan untuk terjadi keanekaragaman kehendak dalam Negara karena tumbuhnya sikap premordalisme sempit, yang akhirnya memungkinkan dapat terjadi konflik yang negatif, oleh karena itu dalam pendidikan dibutuhkan alat perekat bangsa dengan adanya kesamaan cara pandang tentang visi dan misi negara melalui wawasan nusantara sekaligus akan menjadi kemampuan menangkal ancaman pada berbagai kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kompentensi kehadiran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah dimana masyarakat dan pendidikan suatu negara berupaya untuk menjamin kelangsungan hidup serta kehidupan generasi penerusnya dan bermakna. Generasi penerus tersebut diharapkan akan mampu mengantisipasi hari depan bangsa yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, Negara, dan hubungan internasional.
Kompetensi lulusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah didapatnya tindakan cerdas yang penuh tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara, dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkan dapat membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab. Sikap ini disertai dengan perilaku yang : Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menghayati nilai–nilai falsafah bangsa; berbudi pekerti luhur, berdisiplin; rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara;  serta bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berupaya memberikan semangat perjuangan kepada genegarasi muda bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi yang penuh tantangan. Generasi muda  sebagai warga negara Indonesia dan sebagai penerus cita-cita bangsa  perlu memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, bersikap dan berperilaku positif, cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan peribadi dan golongan dalam rangka bela negara demi utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara diselenggarakan melalui : pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian sebagai prajurit TNI secara sukarela atau wajib dan pengabdian sesuai profesi  Pasal 9 ayat (2) UU No.3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan memiliki peran penting  dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah bentuk pengemblengan individu-individu agar mendukung dan memperkokoh komunitas politik sepanjang komunitas politik itu adalah hasil kesepakatan. PPKn senantiasa dipengaruhi oleh nilai-nilai dan tujuan pendidikan (educational values and aims) sebagai faktor struktural utama (David Kerr, 1999). Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan bukan semata-mata membelajarkan fakta tentang lembaga dan prosedur kehidupan politik tetapi juga persoalan jati diri dan identitas bangsa (Kymlicka, 2001).
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkontiribusi penting menunjang tujuan bernegara Indonesia.  Pendidikan Pancasila dan Kewarga-negaraan secara sistematik adalah untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan berkaitan dan berjalan seiring dengan perjalanan pembangunan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Generasi penerus melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan diharapkanakan mampu mengantisipasi hari depan yang senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dalam hubungan internasional serta memiliki wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan perilaku yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu diperlakukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.Tujuan utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air, wawasan nusantara, serta ketahanan nasional dalam diri warga negara Republik Indonesia. Selain itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang berbudi luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani.
Pengembangan nilai, sikap, dan kepribadian diperlukan pembekalan kepada peserta didik di Indonesia yang diantaranya dilakukan melalui Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, dan Ilmu Alamiah Dasar (sebagai aplikasi nilai dalam kehidupan) yang disebut kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK) dalam komponen kurikulum perguruan tinggi. Hak dan kewajiban warga negara, terutama kesadaran bela negaraakan terwujud dalam sikap dan perilakunya bila ia dapat merasakan bahwa konsepsi demokrasi dan hak asasi manusia sungguh–sungguh merupakan sesuatu yang paling sesuai dengan kehidupannya sehari–hari.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang :
1)      Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta menghayati nilai–nilai falsafah bangsa
2)      Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3)      Rasional, dinamis, dan sadar akanhak dan kewajiban sebagai warga negara.
4)      Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.
5)      Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan teknologi dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara.
Melalui Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu “memahami, menganalisa, dan menjawab masalah–masalah yang dihadapi oleh masyarakat, bangsa dan negaranya secara konsisten dan berkesinambungan dengan cita–cita dan tujuan nasional seperti yang digariskan dalam Pembukaan UUD 1945 “.
Dalam perjuangan non fisik, harus tetap memegang teguh nilai–nilai ini disemua aspek kehidupan, khususnya untuk memerangi keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan sosial, korupsi, kolusi, dan nepotisme; menguasai IPTEK, meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar memiliki daya saing; memelihara serta menjaga persatuan dan kesatuan bangsa; dan berpikir obyektif rasional serta mandiri.

3.      Manfaat Pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Sebagai warga negara yang baik perlu mengetahui apa urgensi dan manfaat dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Sesungguhnya banyak manfaat yang bisa diambil dari pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pertama adalah untuk mengetahui hak dan kewajiban sebagai warga negara yang akhirnya dapat menempat diri pada posisi yang tepat sebagai warga negara. Setelah mengetahui dan mengerti kewajiban yang harus dilakukan dan hak yang mesti didapatkan, maka sebagai warganegara yang baik dapat menjalankan perannya dengan penuh rasa tanggung jawab sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta  menuntut hak – hak yang mungkin belum terpenuhi sebagai warga negara. Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama satu sama lainnya tanpa terkecuali. Persamaaan antara manusia selalu dijunjung tinggi untuk menghindari berbagai kecemburuan sosial yang dapat memicu berbagai permasalahan kehidupan.
Manfaat yang kedua adalah dengan mempelajari pelajaran kewarganegaraan dapat dijadikan motivasi untuk memiliki sifat nasionalisme dan patriotisme yang tinggi. Artinya setelah mengerti peran dan keadaan negara, seharusnya menjadi warga negara yang lebih cinta pada tanah air dan baangsa serta rela berkorban demi bangsa dan negara. Dengan mempelajari Pendidikan kewarganegaraan dapat memperkuat keyakinan kita terhadap Pancasila sebagai ideologi negara dan mengamalkan semua nilai – nilai yang terkandung di dalamnya. Disadari atau tidak, dasar negara Pancasila mempunyai nilai – nilai luhur termasuk nilai moral kehidupan. Nilai moral tersebut seharusnya menjadi pedoman dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Nilai – nilai tersebut berkaitan erat dengan kualitas sumber daya manusia. Kualitas SDM yang rendah merupakan salah satu indikasi juga gagalnya pendidikan kewarganegaraan. Manfaat selanjutnya adalah suatu hal yang masih berhubungan dengan nasionalisme dan patriotisme yaitu sebagai warga negara diharapkan memiliki kesadaran dan kemampuan dalam usaha bela negara. Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 30 tertulis bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Syarat-syarat tentang pembelaan negara diatur dengan undang-undang.” Sebagai warga negara yang baik kita wajib ikut serta dalam usaha bela negara dari segala macam ancaman, gangguan, tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Membela negara bisa berarti luas dan dapat dilakukan dalam berbagai bidang. Dengan hak dan kewajiban yang sama, setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain misalnya ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling), ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri, belajar dengan tekun mempelajari mata kuliah Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan atau  mengikuti kegiatan ekstra klurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka dan sebagainya. Itu semua merupakan manfaat yang didapatkan setelah mempelajari Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Tidak lupa semua hal yang sudah disebutkan tadi juga harus disesuaikan dengan dinamika kehidupan bermasyarakat dan diharapkan dapat menjadi sarana pembentukan kepribadian bangsa dalam rangka mempertahankan keutuhan dan kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Secara materi seperti yang dibahas di atas, tentu pendidikan kewarganegaraan menjadi begitu penting dengan berbagai macam nilai di dalamnya. Akan begitu besar manfaatnya ketika kita mengerti dan memahami semua materi yang diajarkan. Tetapi hal itu akan sia – sia belaka ketika kita hanya sekedar mengerti atau memahami saja tanpa adanya penindaklanjutan. Dalam hal ini yang perlu tekankan adalah adanya suatu pengamalan dari suatu ilmu, khususnya dalam hal ini ilmu yang dimaksud adalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan itu sendiri.
Seperti kata pepatah “Amal tanpa ilmu buta” Ilmu tanpa amal, pincang…” Amal tanpa ilmu akan membutakan karena ilmu merupakan petunjuk dan pemberi arah amal yang akan dilakukan. Bagaimana mungkin kita tahu kalau amal yang kita lakukan benar atau salah jika kita tidak tahu ilmunya. Hal itu sama saja dengan kita berjalan tanpa tahu arah dan tujuan yang jelas. Dengan menghubungkannya dengan topik yang kita bahas, pepatah itu tentunya memberikan kesadaran bahwa Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang merupakan suatu ilmu begitu penting sebagai petunjuk dan pemberi arah untuk setiap tindakan. Begitu banyak orang yang tidak memahami ilmu ini bisa jadi tidak sadar bahwa hal yang mereka lakukan itu salah dan pada akhirnya yang terjadi adalah kekacauan di masyarakat.
Sebaliknya juga berlaku bahwa ilmu tanpa amal itu sesuatu yang sia – sia. Dengan memegang prinsip itu dan menghubungkan dengan kenyataan yang ada saat ini bahwa masih banyak orang yang hanya sekedar tahu dan mengerti saja tanpa pengamalan. Dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan  kita jadi tahu banyak hal dalam kehidupan bernegara, tapi mengapa dalam praktiknya nol. Karena banyak warga negara yang hanya menganggap ilmu itu sebagai angin lalu yang tidak bermanfaat. Kita cenderung menganggap pendidikan kewarganegaraan patut disepelekan karena kurang begitu penting dibandingkan dengan ilmu yang lain. Itu akibat yang terjadi ketika kita tidak tahu manfaat apa yang didapat setelah mempelajarinya. Memang semenjak SD sudah diajarkan apa yang harus dilakukan untuk menjawab soal – soal kewarganegaraan yang intinya harus dipilih atau ditulis segala bentuk perbuatan yang baik – baik dan kenyataannya semua itu cuma bertujuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi tanpa ada penerapan dalam kehidupan. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya dan waktu yang terbuang percuma ketika semuanya itu akan menguap begitu saja tanpa meninggalkan manfaat apapun bagi diri kita. Tentunya itu akan merugikan diri kita sendiri. Sebagai contoh adalah demonstrasi yang tidak bertanggung jawab yang dilakukan oleh mahasiswa.
Tidak ada yang melarang siapapun untuk berdemonstrasi, tapi tentu saja semua itu ada aturannya. Kekacauan yang terjadi selama ini adalah mereka tidak mengetahui secara jelas aturan – aturan yang berlaku ( tidak tahu ilmunya ) sehingga mereka cenderung seenaknya sendiri dalam mengungkapkan aspirasinya atau mungkin saja mereka tahu tapi tidak mau tahu (pengamalan yang salah). Pada akhirnya hal tersebut bukannya memperbaiki keadaan malah menjadikan keadaan semakin terpuruk.
Karena itu pada intinya perlu adanya keseimbangan antara ilmu dan amal. Ketika semua warga negara sudah mengerti betul apa yang harus dilakukan, memiliki kesadaran tinggi untuk mengetrapkannya dan akhirnya benar – benar melaksanakannya sesuai aturan yang berlaku, bahwa negara ini akan menjadi negara yang aman, tentram, damai seperti apa yang sudah diidam – idamkan oleh para pendiri negara ini.







BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
Membangun keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak bisa dilakukan secara parsial melainkan membutuhkan peran segenap komponen bangsa. Peran tersebut harus dimulai sejak dini dengan memberikan dasar-dasar dan pandangan hidup universal. Nilai universal dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat terdapat dalam Pancasila sebagai dasar dan falsafah bangsa Indonesia.
Peran bersama antar komponen bangsa, pemerintah, swasta dan masyarakat benar-benar diperlukan untuk membangun dan menggiring semangat dan wawasan kebangsaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pembinaan ideologi Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan. Muatan      pendidikan yang diberikan didesain untuk menumbuhkembangkan semangat persatuan dan kesatuan ditunjang oleh pandangan dan wawasan nusantara serta pribadi yang merupakan bagian dari bangsa yang besar yang tahu akan status diri dan lingkungannya.

3.2  Saran
Dengan mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati, maka kebersamaan sebagai bangsa akan terjalin indah. Karena itu nilai dan makna terdalam dari sikap saling menghargai dan menghormati tersebut, hendaknya dapat menjadi basis motifasi dalam kehidupan masyarakat kita yang pada gilirannya dapat mengembangkan wawasan kebangsaan Indonesia.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa wawasan nusantara dapat diartikan sebagai cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya yang terdiri dari pulau-pulau.




DAFTAR PUSTAKA


diakses pada hari Rabu , 10 Juni 2015 Pukul 16:30
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 17:25
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 18:30
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 19:45
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 20:30
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 21:15
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 22:00
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 22:45
diakses pada hari Rabu, 10 Juni 2015 Pukul 23:20

No comments:

Pencarian isi Blog