Pencarian

Monday, February 29, 2016

KODE ETIK JURNALISTIK





A.    Pengertian Kode Etik Jurnalistik
Setiap kelompok profesi selalu memiliki kode etik. Adapun ciri dari suatu kode etik adalah sebagai berikut :
1.      Kode etik mempunyai sanksi yang bersifat moral terhadap anggota kelompok tersebut
2.      Daya jangkau suatu kode etik hanya tertuju kepada kelompok yang mempunyai kode etik tersebut
3.      Kode etik dibuat dan di susun oleh lembaga / kelompok profesi yang bersangkutan sesuai dengan aturan organisasi itu dan bukan dari pihak luar.
Seorang jurnalis tidak boleh mencelakakan sumber berita, baik itu karena keterusterangannya yang konyol dan tolol maupun karena tidak tahu situasi dan kondisi sumber berita yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya. Dengan demikiann, kode etik jurnalistik sesungguhnya berfungsi sebagai berikut :
1.      Alat control social, yaitu tidak hanya megatur hubungan antara sesame anggota seprofesi, tetapi juga dapat juga mengatur hubungan antara anggota organisasi profesi tersebut dengan masyarakat.
2.      Mencegah adanya control dan campur tangan pihak lain, termasuk pemeritnah atau kelompok masyarakat tertentu.

B.     Bentuk-Bentuk Kode Etik
Dalam sejarah pers Indonesia, terdapat jumlah kode etik yang dirumuskan dan diberlakukan oleh organisasi wartawan seperti PWI, AJI, dan dank kode etik yang dibuat bersama, yaitu KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia). Keputusan dewan kehormatan PWI tidak dapat diganggu gugat. Hukuman dapat dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan PWI kepada pelaku pelanggaran kode etik jurnalistik sebagai berikut :
1.      Peringatan biasa
2.      Peringatan keras\
3.      Skorsing dari keanggotaan PWI untuk selama-lamanya dua tahun
Anggota PWI yang terkena hukuman karena pelanggaran kode etik jurnalistik dapat membela diri di kongres.




1.      Kode Etik Kode Etik Wartawan Indonesia
Kode Etik Wartawan Indonesia atau KEWI merupakan kode etik yang disepakati semua organisasi wartawan cetak dan elektronik termasuk Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalistik Indonesia (AJI), dan Himpunan Praktisi Penyiaran Indonesia (HPPI). Kode etik disusun 26 Organisasi wartawan di bandung tahun 1999 dengan semangat memajukan jurnalisme di era kebebasan pers.
Ø  Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
Ø  Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan
Ø  Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tidak bersalah, tidak mencampuradukkan fakta dengan opini, berimbang, dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
Ø  Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat berdusta, sadis, cabul serta tidak menyebutkan identitas korban susila.
Ø  Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
Ø  Wartawan Indonesia memiliki hak tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, serta off the record sesuai kesepakatan.
Ø  Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan, serta melayani hak jawab.
2.      Kode Praktik bagi Media Pers
Di luar kode etik jurnalistik yang telah disusun masing-masing organisasi wartawan. Dewan Pers menyusun Kode Praktik (Code of Practices) media sebagai upaya penegakan independensi serta penerapan prinsip pers mengatur sendiri (self regulated).
Ø  Privasi
Ø  Diskriminasi
Ø  Akurasi
Ø  Liputan Kriminalitas
Ø  Pornografi
Ø  Sumber Rahasia
Ø  Hak Jawab dan Bantahan


3.      Kode Etik Jurnalistik
Isi kode etik jurnalistik adalah sebagai berikut :
Ø  Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
Ø  Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, jenis kelamin, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit menta, atau latar belakang social lannya.
Ø  Jurnalis melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya
Ø  Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar
Ø  Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi
Ø  Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
Ø  Jurnalis menghormati hak narasumber
Ø  Jurnalis menghormati hak privasi, keculai hal-hal yang bias merugikan masyarakat
Ø  Jurnalis segera meralat setiap pemberitahuan yang diketahuinya tidak akurat
Ø  Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan.
4.      Penafsiran Kode Etik Wartawan Indonesia
Pengawasan dan penetapan sanksi atas pelanggaran kode etik ini, sepenuhnya diserahkan kepada jajaran pers dan dilaksanakan oleh organisasi yang dibentuk untuk itu.
5.      Kode Etik Wartawan Internasional
Kode etik federasi wartawan internasional tersebut adalah sebagai  berikut :
Ø  Dalam melaksanakan kewajiban ini, wartawan harus membela prinsp-prinsip kebebasan dan pengumpulan publikasi berita secara jujur, dan hak atas komentar, serta kritik yang adil.
Ø  Wartawan sedapat mungkin meralat setiap pembertaan yang telah dipublikasikan yang ternyata tidak benar dan merugikan orang lain.
Ø  Menghormati kebenaran dan hak-hak masyarakat akan kebenaran merupakan kewajiban utama seorang wartawan
Ø  Wartawan hendaknya dasar akan bahasa diskriminasi yang dikarenakan oleh media. Oleh karena itu, sedapat mungkin berusaha menghindari tindakan diskriminasi yang didasarkan pada ras, jenis kelamin, orientasi, asal usul, bahasa, seksual, agama, pendapat politik, atau pendapat lainnya. Serta asal usul kebangsaan socialnya.
Ø  Wartawan yang berhak menyadang gelar tersebut hendaknya dengan setiap menaati prinsip-prinsip tersebut di atas dalam menjalankan tugasnya.
Ø  Wartawan hendaknya memberi laporan yang sesuai dengan fakta yang diketahui sumbernya dan tidak menyembunyikan informasi yang penting atau memalsukan dokumen.
Ø  Wartawan hendaknya mengakui kerahasiaan professional kebenaran dengan sumber berita yang di dapatnya karena kepercayaan
Ø  Wartawan hendaknya menggunakan cara yang wajar / pantas untuk memperoleh berita, foto dan document.
6.      Undang-undang pers No. 40 Tahun 1999 dalam Pasal 2 dan Pasal 4 Ayat 1 tentang Pers
Pasal 2 berbunyi “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supermasi hukum”. Pasal 4 ayat 1 berbunyi “ Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warganegara”.

C.    Aliran Tentang Teori Kebabasan Pers
Teori tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Teori Pers Tootalitarian
Teori ini di Rusia pada abad ke-19. Falsafah teori totalitarian adalah media massa sebagai alat Negara untuk menyampaikan segala sesuatunya kepada rakyat.
2.      Teori Pers Libertarian
Teori ini muncul di Inggris, kemudian masuk Ke Amerika Serikat hingga Keseluruh Dunia. Teori ini adalah pers memberi penerangan dan hiburan dengan menghargai sepenuhnya individu.
3.      Teori Pers Social Responsibility.
Teori ini menyatakan pers memiliki tanggung jawab. Falsafah teori ini adalah pers memberikan penerangan, hiburan dan juga menjual produk, namun pers dilarang melanggar kepentingan orang lain dan masyarakat.

4.      Teori Pers Authoritarian
Teori ini berkembang di Inggris pada abad ke 16 dan 17 dan kemudian keseluruh dunia, Falsafah pers ini adalah pers menjadi kekuasaan mutlak kerajaan atau pemerintahan yang berkuasa guna mendukung kebijakan.

D.    Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers
Undang-undang (UU) No 40 Tahun 1999 tentang Pers menyebtukan “ Kemerdekaan pers adalah suatu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi,  keadilan, dan supermasi hukum”. tersebut dapat digunakan untuk menyampaikan pesan, namun jika flings^ penyampaian informasi/berita disalahgunakan hal ini dapat berdampak sebagai berikut antara lain:
1.      Distorsi informasi: lazimnya dengan menambah atau mengurangi informasi, akibatnya maknanya berubah.
2.      Dramatisasi fakta palsu: dapat dilakukan dengan memberikan ilustrasi secara verbal, auditif ataupun visual yang berlebihan mengenai suatu objek.
3.      Mengganggu privacy: hal ini dilakukan melalui peliputan yang menggar hal-hal pribadi narasumber.
4.      Pembunahan karakter: dilakukan dengan cara terus menerus menonjolkan sisi buruk individu/kelompok/organisasi tanpa menampilkan secara berimbang dengan tujuan membangun citra negatif yang menjatuhkan.
5.      Eksploitasi seks: media menampilkan seks sebagai komoditas secara serampangan tanpa memerhatikan batasan norma dan kepatuhan
6.      Meracuni pikiran anak-anak: eksploitasi kesadaran berpikir anak yang diarahkan secara tidak normal pada hal-hal yang tidak mendidik.
7.      Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power): media menyalahgunakan kekuatannya dalam mempengaruhi opini publik dalam suatu praktik mass deception (pembogongan massa). Dampak negatif dari media berada dalam suatu bisnis yang bebas seperti

E.     Upaya Mewujudkan Kebebasan Pers yang Bertanggung Jawab
1.      Ciri-ciri Pers yang Bertanggung jawab
Secara sengaja atau tidak, kebebasan pers yang bertanggung jawab berasal dari istilah free and responsibility press. Dalam konsep free and responsibility press, terdapat ketergantungan manusia yang semakin besar kepada media massa modern. Hal ini menimbulkan kewajiban baru (tanggung jawab) di pihak pers dan hak yang bam di pihak masyarakat. Ciri-ciri pers yang bertanggung jawab adalah sebagai berikut.
Ø  Memelihara ketertiban umum.
Ø  Mengutamakan kejujuran dan fakta serta menghindari kebohongan (people's rights to know).
Ø  Tidak menyesatkan masyarakat.
Ø  Tidak menimbulkan keonaran dan keresahan serta tidak tendensius.
Ø  Tidak melakukan pemaksaan.
Ø  Tidak merusak kesusilaan (obscenity).
Seorang wartawan yang baik harus menghayati tanggung jawabnya dalam berbagai segi, yaitu terhadap:
Ø  hati nurani sendiri,
Ø  sesama warga negara yang juga memiliki hak asasi,
Ø  kepentingan umum yang diwakili pemerintah, dan
Ø  sesama rekan seprofesi.
Kebebasan pers harus berlandaskan pada hal-hal berikut.
Ø  Pancasila.
Ø  UUD 1945.
Ø  Ketetapan MPR.
Ø  UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ø  Tata nilai masyarakat
Ø  Etika.
Kebebasan pers terjamin apabila dalam suatu negara terpenuhi tiga syarat berikut.
Ø  Tidak ada suatu kewajiban menurut hukum untuk meminta surat izin terbit bagi suatu pemberitaan pers kepada pemerintah.
Ø  Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintah untuk melakukan penyensoran sebelumnya terhadap berita atau karangan yang akan dimuat dalam suatu penerbitan pers.
Ø  Tidak ada wewenang menurut hukum pada pemerintah untukmelakukan penerbitan pers, baik untuk selama-lamanya maupun untukjangka waktu tertentu.



2.      Jenis Tanggung Jawab pada Kebebasan Pers
Berdasarkan jenisnya, terdapat empat tanggung jawab yang harus dipikul oleh wartawan, yaitu sebagai berikut.
Ø  Tanggung jawab terhadap media tempat wartawan itu bekerja dan organisasinya.
Ø  Tanggung jawab sosial yang berakibat adanya kewajiban melayani opini publik dan masyarakat secara keseluruhan.
Ø  Tanggung jawab dan kewajibannya yang berhubungan dengan keharusan bertindak sesuai dengan undang-undang.
Ø  Tanggung jawab terhadap masyarakat internasional yang berhubungan dengan nilai-nilai universal.

No comments:

Pencarian isi Blog