Pencarian

Thursday, February 18, 2016

Makalah Keraton Yogyakarta



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Daerah Istimewa Jogjakarta atau yang lebih dikenal dengan nama Yogyakarta, merupakan kota yang terkenal dengan sejarah dan warisan budayanya, seperti keraton. Keraton Yogyakarta didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca perjanjian Giyanti di tahun 1755. Keraton sebagai pionir Yogyakarta mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi budaya masyarakat Jawa di Yogyakarta dan merupakan bagian dari sejarah hidup dan tradisi masyarakat Jawa. Digunakan  selain sebagai rumah sultan juga untuk acara kebudayaan dan upacara penting Keraton Yogyakarta. 
Masyarakat percaya bahwa keraton merupakan referensi budaya mereka. Dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal namun keraton Yogyakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di lingkungan masyarakat Jawa khususnya di Provinsi Daerah Istimewa  Yogyakarta. Beberapa studi yang dilakukan pada tahun 1990 menunjukkan bahwa kesetiaan masyarakat kepada keraton sangat tinggi. Pengaruh tersebut makin meluas semenjak raja dapat menggabungkan kepemimpinan yang karismatik dengan kepemimpinan yang rasional dan modern.
Salah seorang raja tersebut adalah Sultan Hamengku Buwono IX. Ia adalah figur yang menonjol pada masa perjuangan saat mendirikan Republik Indonesia. Hubungan erat antara masyarakat Yogyakarta dan keraton tampak nyata dalam kesenian, ritual, dan upacara adat mereka. Misalnya pada pernikahan tradisional, pengantin pria dan wanita boleh mengenakan pakaian keluarga kerajaan yang disebut ‘basahan’. Dahulu hanya keluarga kerajaan yang boleh memakai pakaian tersebut. Meski dengan modernisasi yang dialami Yogyakarta namun Keraton Yogyakarta tetap dihormati masyarakatnya. Bahkan hingga kini sultan masih dianggap sebagai kepala budaya di Yogyakarta dan sangat dicintai oleh rakyatnya.


B.     Perumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah Keraton Yogyakarta?
2.      Bagaimana bentuk bangunan Keraton Yogyakarta ?
3.      Apa saja fungsi dari Keraton Yogyakarta ?


C.    Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian kegiatan ini antara lain :
1.      Untuk mengetahui sejarah Keraton Yogyakarta
2.      Mengetahui bentuk bangunan Keraton Yogyakarta.
3.      Mengetahui fungsi dari Keraton Yogyakarta ?

D.    Metode Penelitian
Pembahasan suatu masalah memerlukan data yang di dapat dari hasil penelitian secara umum untuk mencari data yang di anggap perlu dan mendukung penelitian. Untuk itu metode yang digunakan adalah :
1.      Observasi
Cara ini dilakukan dengan mengadakan pengamatan dengan terjun langsung ke lokasi, yaitu Keraton Yogyakarta.
2.      Studi Pustaka
Teknik pengumpulan data ialah dengan menggali informasi dari buku – buku dan media internet.











BAB II
PEMBAHASAN

A.    Keraton Yogyakarta
Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta merupakan  istana  resmi  Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini berlokasi di Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Walaupun kesultanan tersebut secara resmi telah menjadi bagian Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks bangunan keraton ini masih berfungsi sebagai tempat tinggal sultan dan rumah tangga istananya yang masih menjalankan tradisi kesultanan hingga saat ini. Keraton ini kini juga merupakan salah satu objek wisata di Kota Yogyakarta. Sebagian kompleks keraton merupakan museum yang menyimpan berbagai koleksi milik kesultanan, termasuk berbagai pemberian dari raja-raja Eropa, replika pusaka keraton, dan gamelan. Dari segi bangunannya, keraton ini merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik, memiliki balairung-balairung mewah dan lapangan serta paviliun yang luas.
Keraton Yogyakarta mulai didirikan oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca Perjanjian Giyanti di tahun1755. Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan diImogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten sleman.
Secara fisik istana para Sultan Yogyakarta memiliki tujuh kompleks inti yaitu Siti Hinggil Ler (Balairung Utara), Kamandhungan Ler (Kamandhungan Utara), Sri Manganti, Kedhaton, Kamagangan, Kamandhungan Kidul (Kamandhungan Selatan), dan Siti Hinggil Kidul (Balairung Selatan). Selain itu Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Di sisi lain, Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta.

B.     Sejarah Keraton Yogyakarta
Kesultanan Yogyakarta bernama asli Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah negara dependen yang berbentuk kerajaan. Kedaulatan dan kekuasaan pemerintahan negara diatur dan dilaksanakan menurut perjanjian/kontrak politik yang dibuat oleh negara induk Kerajaan Belanda bersama-sama negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta. Berikut sejarah singkat kesultanan yogya
Perjanjian antara kesultanan Yogyakarta dengan Belanda dimulai pada saat ditandatanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) antara Pangeran Mangkubumi dan VOC di bawah Gubernur-Jendral Jacob Mossel, maka Kerajaan Mataram dibagi dua.
Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan dengan gelar Sultan Hamengkubuwana I dan berkuasa atas setengah daerah Kerajaan Mataram. Sementara itu Sunan Paku Buwono III tetap berkuasa atas setengah daerah lainnya dengan nama baru Kasunanan Surakarta.
Sultan Hamengkubuwana I kemudian segera membuat ibukota kerajaan beserta istananya yang baru dengan membuka daerah baru (jawa: babat alas) di Hutan Paberingan yang terletak antara aliran Sungai Winongo dan Sungai Code. Ibukota berikut istananya tersebut tersebut dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat yang sekrang lebih dikenal Yogyakarta dan landscape utama berhasil diselesaikan pada tanggal 7 Oktober 1756.
Kontrak politik terakhir antara negara induk dengan kesultanan adalah Perjanjian Politik 1940 Wikisource-logo.svg (Staatsblad 1941, No. 47). Sebagai konsekuensi dari bentuk negara kesatuan yang dipilih oleh Republik Indonesia sebagai negara induk.
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kesultanan Yogyakarta dan Daerah Paku Alaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu, mewujudkan sebuah Daerah Istimewa Yogyakarta yang bersifat kerajaan. Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII kemudian menjadi Kepala Daerah Istimewa dan Wakil Kepala Daerah Istimewa dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Pada tahun 1950 status negara dependen Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (bersama-sama dengan Kadipaten Pakualaman) diturunkan menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta, yang berdara pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1950.

C.    Struktur Bangunan Keraton Yogyakarta
Keraton Yogya terletak di sebuah kompleks luas yang terbagi dalam beberapa bagian. Secara garis besar bangunan Keraton Yogya dapat dibagi menjadi tiga bagian utama dengan kompleks dan bangunan di dalamnya.
1.      Kompleks Depan
Dalam bagian kompleks depan Keraton, terdapat beberapa pembagian wilayah dan bangunan yaitu:
1)      Gladhag-Pangurakan
Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton dari arah utara merupakan gerbang berlapis yaitu Gapura Gladhag dan Gapura Pengurakan. Gapura Gladhag dahulu tedapat di ujung utara Jalan Trikora (di antara Kantor Pos Besar dan Bank BNI 46) namun saat ini sudah tidak ada lagi. Smentara di sebelah selatannya terdapat Gapura Pangurakan Njawi yang saat ini menjadi gerbang pertama yang dilewati bila masuk ke Keraton dari sisi utara.


2)      Alun-Alun Lor (Alun-Alun Utara)
Alun-alun Utara adalah lapanan berumput yang terletak di sisi utara Keraton Yogya. Pinggiran alun-alun ditanami dengan pohon beringin dan secara khusus di tengah alun-alun terdapat dua pohon beringin bernama Kyai Dewadaru dan Kyai Janadaru.
Pada zaman dahulu hanya Sultan dan Pepatih Dalem yang boleh berjalan di antara kedua pohon beringin yang dipagari ini. Tempat ini juga menjadi lokasi rakyat bertatap muka berkumpul untuk menyampaikan aspirasinya kepada Sultan saat terjadinya Pisowanan Agung.
2.      Kompleks Inti
1)      Kompleks Pagelaran
Bangunan utama dari bagian ini adalah Bangsal Pagelaran, atau dikenal pula sebagai Tratag Rambat. Zaman dahulu bagian ini digunakan sebagai tempat di mana punggawa kesultanan menghadap Sultan dalam upacara resmi. Saat ini tempat ini masih digunakan untuk upacara adat keraton, namun juga dimanfaatkan untuk acara-acara pariwisata dan religi.
Teradapat pula sepasang Bangsal Pemandengan yang terltak di sisi sebelah timur dan barat dari Pagelaran. Dahulu Bangsal Pemandengan digunakan Sultan untuk menyaksikan latihan perang yang dilakukan tentara kesultanan di Alun-alun Utara.
Di dalam sayap timur bagian selatan Pagelaran terdapat Bangsal Pengrawit. Bangsal ini digunakan oleh Sultan sebagai tempat untuk melantik Pepatih Dalem. Saat ini sisi selatan dari kompleks Pagelaran dihiasi dengan relief perjuangan Sultan HB I dan Sultan HB IX. Kompleks Pagelaran ini juga memiliki nilai historis lain, yaitu sebagai bagian keraton yang digunakan sebagai tempat perintisan Universitas Gajah Mada di mana para mahasiswa dahulu belajar sebelum kampus UGM yang sekarang di Bulak Sumur dibangun.


2)      Kompleks Siti Hinggil
Kompleks Siti Hinggil merupakan kompleks utama yang digunakan untuk menyelenggarakan upacara resmi kesultanan, terutama bila terjadi pelantikan sultan baru. Kompleks ini terletak di sisi selatan Pagelaran. Pada 19 Desember 1949 di kompleks ini dilaksanakan peresmian Universitas Gajah mada. Kompleks ini dibuat lebih tinggi dari tanah di sekitarnya menggunakan dua jenjang untuk naik di sisi utara dan selatannya.
Di kompleks Siti Hinggil ini terdapat beberapa bangunan yaitu:
a)      dua Bangsal Pacikeran yang digunakan abdi dalem mertolulut dan Singonegoro sampai sekitar tahun 1926.
b)      bangunan Tarub Agung yang berbentuk kanopi persegi dengan empat tiang. Tempat ini befungsi untuk tempat singga sejenak para pembesar menunggu romongannya masuk ke dalam istana
c)      Bangsal Kori, yaitu tempat yang digunakan para abdi dalem Kori dan abdi dalem Jaksa untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada Sultan.
d)     Bangsal Manguntur Tangkil, terletak di tengah-tengah Siti Hinggil. Bangunan ini merupakan tempat Sultan duduk di atas singgasananya saat acara-acara resmi kerajaan spert pelantikan Sultan maupun Pisowanan Agung.
e)      Bangsal Witono, digunakan untuk menyimpan lambang-lambang serta pusaka kerajaan pada saat ada acara resmi kerajaan
f)       Bale Bang sebagai tempat penyimpanan Gamelan Sekati, KK Guntur Madu dan KK Naga WIlaga.
g)      Bale Angun-angun, sebagai tempat penyimpanan tombak KK Suro Angun-Angun
3)      Kamandhungan Lor
Di bagian selatan dari Siti Hinggil terdapat sebuah lorong yang mebujur dari timur-barat. Pada bagian selatan dinding lorong tersebut terdapat sebuah gerbang besar bernama Regol Brojonolo yang menghubungkan Siti HInggil dengan Kamandhungan. Di sebelah timur dan barat dari sisi selatan gerbang terdapat pos penjagaan. Gerbang ini hanya dibuka saat ada acara resmi kerajaan.
Untuk memasuki kompleks Kamandhungan sekaligus kompleks dalam Keraton sehari-hari bisa melalui Gapura Keben di sisi barat dan timur kompleks Kamandhungan Lor yang menjadi penghubung ke Rotowijayan dan Kemitbumen. Kompleks Kamandhungan Lor sering juga disebut Keben karena banyak pohon keben di halamannya. Di bagian tengah halaman, sebagai bangunan utama di kompleks ini, berdirilah Bangsal Ponconiti. Sampai dengan 1812, bangsal ini digunakan untuk mengadili perkara yang secara langsung dipimpin oleh Sultan dalam proses pengadilannya. Ada pula yang mengatakan digunakan utuk mengadili perkara terkait keluarga kerajaan. Saat ini bangsal tersebut digunakan untuk acara adat seperti sekaten atau garebeg. Di selatan Ponconiti terdapat kanopi besar untuk menurunkan tamu dari kendaraan mereka. Kanopi ini bernama Bale Antiwahana.
4)      Sri Manganti
Kompleks Sri Manganti berada di sebelah selatan Kamandhungan Lor dan dihubungkan dengan Regol Sri Manganti. Bangunan yang terdapat di kompleks ini yaitu:
a)      Pada sisi barat kompleks terdapat Bangsal Si Manganti yang dahulu digunakan untuk menerima tamu penting kerjaan. Saat ini bangsal ini digunakan untuk menyimpan beberapa pusaka keraton berupa gamelan dan juga untuk kepentingan wisata keraton
b)      Bangsal Traju Mas, terletak di sisi timur, dahulu merupaan tempat pejabat kerjaan mendampingi Sultan saat menyambut tamu. Saat ini digunakan untuk menempatkan pusaka berupa tandu dan meja hias
c)      Di sebelah timur bangsal terdapat dua meriam buatan Sultan HB II yang mengapit sebuah prasasti berbahasa Cina. Di sebelah timurnya terdapat Gedhong Parentah Hageng Karaton, yaitu gedung administrasi tinggi istana. Terdapat pula beberapa bangunan lainnya seperti Pecaosan Jaksa, Pecaosan Prajurit, dan lain-lain.
5)      Kedhaton
Dari sisi selatan kompleks Sri Manganti berdiri Regol Donopratopo yang menghubungkannya denan kopleks Kedhaton. Kompleks Kedhaton merupakan bagian inti dari keseluruhan bangunan Keraton. Kompleks ini dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman yaitu:
a)      Pelataran Kedhaton yang merupakan tempat tinggal Sultan. Pada bagian ini terdapat Bangsal Kencono yang merupakan balairung utama istana. Bangsal ini berfungsi untuk tempat pelaksanaan berbagai upacara khusus keluarga kerajaan.  Terdapat pula Tratag Bangsa Kencana yang dulu digunakan sebagai tempat latihan tari; Ndalem Ageng Proboyakso sebagai pusat dari istana secara keseluruhan yang menjadi tempat disimpannya pusaka kerajaan, tahta sultan, serta lambang-lambang kerajaan lainnya; Gedhong Kenen sebagai tempat tinggal resmi Sultan yang bertahta; Gedhong Purworetno sebagai kantor resmi sultan; Bangsal Manis sebagai tempat perjamuan resmi kerajaan dan tempat membersihkan pusaka pada bulan Suro; serta masih ada banyak bangsal dan gedhong lainnya.
b)      Keputren yang merupakan tempat tinggal istri dan para putri Sultan, secara khusus bagi putri Sultan yang belum menikah. Sejak dahulu sampai sekarang tempat ini selalu tetutup untuk umum.
c)      Kesatriyan yang merupakan tempat tinggal para putra Sultan, terutama yang belum menikah. Di dalamnya terdapat Pendapa Kesatriyan, Gedhong Prignggadani, dan Gedhong Srikaton. Saat ini tempat ini sering digunakan untuk menyelenggarakan acara-acara pariwisata.
6)      Kamagangan
Menghubungkan kompleks Kedhaton dengan kompleks Kamagangan. Pada gerbang ini terdapat patung dua ekor ular yang menggambarkan tahun berdirinya Keraton Yogyakarta. Kompleks ini dahulu digunakan untuk penerimaan calon abdi dalem, tempat berlatih, tempat ujian, dan apel kesetiaan para abdi dalem yang masih magang. Dalam kompleks ini terdapat beberapa bagian yaitu:
a)      Bangsal Magangan sebagai tempat upacara Bedhol Songsong, yaitu pertunjukan wayang kulit yang menandai selesainya seluruh prosesi ritual di Keraton
b)      Pawon Ageng yang merupakan dapur istana, terdiri dari Sekul Langgen di timur dan Pawon Ageng Gebulen di barat
c)      Panti Pareden, tempat pembuatan gubungan menjelang upacara garebeg.

3.      Kompleks Belakang
Kompleks belakang dari Keraton terdiri dari dua bagian yaitu:
1)      Alun-Alun Kidul (Alun-alun Selatan)
Alun-alun Kidul sering disebut sebagai Pengkeran. Pengkeran berasal dari kata pengker yang berarti belakang. Alun-alun ini dikelilingi tembok persegi dengan lima gapura, satu di selatan dan masing-masing dua di timur dan barat.  Berbeda dengan Alun-alun Utara, di Alun-alun Selatan hanya ada dua pasang pohon beringin. Sepasang di tengah alun-alun yang dinamakan Supit Urang dan sepasang lagi di kanan-kiri gapura sisi selatan yang dinamakan Wok. Dari gapura sisi selatan Alun-alun terdapat jalan Gading yang menghubungkanya dengan Plengkung Nirbaya.

2)      Plengkung Nirbaya
Plengkung Nirbaya merupakan ujung selatan dari poros utama Keraton. Tempat ini merupakan tempat di mana Sultan HB I masuk ke Keraton Yogya untuk pertama kalinya saat terjadi pemindahan pusat pemerintahan dari Kedhaton Ambar Ketawang. Gerbang ini menjadi rute keluar prosesi pemakaman Sultan ke Imogiri. Oleh karena alasan inilah tempat ini kemudian menjadi tertutup bagi Sultan yang sedang bertahta.

D.    Potensi Kraton Yogyakarta
Kraton Yogyakarta merupakan tempat yang mengandung warisan kebudayan Nasional yang wajib dilestarikan. Kraton Yogyakarta ini merupakan kerajaan yang masih eksis keberadaannya dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan kepada rakyatnya ditengah era modernisasi dan globalisasi yang sedang meningkat ini. Kemenarikan bangunan Kraton Yogyakarta bukan hanya terletak pada sofistikasi arsitektur Jawa, tetapi lebih-lebih pada kandungan nilai-nilai kultural-edukatif yang visualisasinya nampak dalam simbol-simbol. Melalui bangunan kraton nilai-nilai luhur yang telah tersaring dari berbagai rekaman sejarah dan budaya secara non-verbal divisualisasi dan disosialisasikan agar menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi setiap generasi dalam memperjuangkan keluhuran martabat manusia.
Nilai kebudayaan yang dimiliki oleh Kraton Yogjakarta sudah sepatutnya dikenal oleh orang banyak, baik itu secara Nasional ataupun Internasional, sehingga akan menarik wisatawan mancanegara ataupun domestik untuk datang dan mengunjungi Kraton Yogyakarta. Hal ini tentunya akan menjadi magnet untuk bidang pariwisata di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Potensi Kraton Yogyakarta dalam kepariwisataan tentunya sangat tinggi, bahkan rencananya Kraton Yogyakarta akan dijadikan BCB (Bangunan Cagar Budaya) bertaraf Internasional, walaupun hal itu masih dalam tahap pengajuan. Kepariwisataan di DIY khususnya untuk wisata ke Kraton Yogyakarta tentunya akan sangat potensial dan menguntungkan banyak pihak, baik itu dari golongan atas seperti para pengusaha penginapan dan pengrajin, maupun dari kalangan bawah yakni para penjual cindramata, oleh-oleh khas jogja dan lain-lain.
Apabila Kraton Yogyakarta ini dimanfaatkan secara maksimal, misalnya dengan meningkatkan infrastruktur dan prasarana, tentunya akan lebih banyak membuat wisatawan baik lokal maupun mancanegara tertarik dan datang mengunjungi Kraton Yogyakarta ini. Dengan begitu, selain dapat mempertahankan budaya Nasional, dari satu bidang kepariwisataan ini, DIY bisa mendapatkan pendapatan lebih untuk daerahnya.

E.     Fungsi Kraton Yogyakarta
Fungsi Kraton dibagi menjadi dua yaitu fungsi Kraton pada masa lalu dan fungsi Kraton pada masa kini. Pertama- tama, kami akan menjelaskan mengenai fungsi Kraton pada masa lalu. Pada masa lalu keraton berfungsi sebagai tempat tinggal para raja. Kraton didirikan pada tahun 1756, selain itu di bagian selatan dari Kraton ini, terdapat komplek kesatriaan yang digunakan sebagai sekolah putra-putra sultan. Sekolah mereka dipisahkan dari sekolah rakyat karena memang sudah merupakan aturan pada Kraton bahwa putra- putra sultan tidak diperbolehkan bersekolah di sekolah yang sama dengan rakyat. Sementara itu, fungsi Kraton pada masa kini adalah sebagai tempat wisata yang dapat dikunjungi oleh siapapun baik turis domestik maupun mancanegara. Selain sebagai tempat untuk berwisata, tidak terlupakan pula fungsi Kraton yang bertahan dari dulu sampai sekarang yaitu sebagai tempat tinggal Sultan.
Pada saat kita akan memasuki halaman kedua dari Kraton, terdapat gerbang dimana di depannya terdapat dua buah arca. Setiap arca ini memiliki arti yang berlawanan. Arca yang berada di sebelah kanan disebut Cingkorobolo yang melambangkan kebaikan, sementara itu arca yang terletak di sebelah kiri disebut Boloupotu yang melambangkan kejahatan. Selain itu kami juga mendapatkan sedikit informasi tentang Sultan Hamengku Buwono IX. Sultan ke IX dari Kraton Yogyakarta ini lahir pada tanggal 12 April 1940 dan wafat dalam usianya yang ke 48 yaitu pada tanggal 3 Oktober 1988. Ia memiliki berbagai macam hobi, diantaranya adalah menari, mendalang, memainkan wayang, dan yang terakhir memotret. Sultan ini memiliki suatu semboyan yang terkenal yaitu, “ Tahta untuk rakyat”.

F.     Manfaat Kraton Yogyakarta
1.      Sebagai tempat tinggal Sultan dan lambang pusat pemerintahan Yogyakarta
Sejak Sultan HB I pindah ke Keraton pada tahun 1756, tempat ini memang difungsikan sebagai tempat tinggal Sultan sekaligus pusat pemerintahan. Sultan sendiri bekerja di lingkungan Keraton dan dalam kesempatan-kesempatan tertentu seperti misalnya saat Pisowanan Agung Sultan berinteraksi dengan rakyatnya.
2.      Sebagai tempat penyimpanan pusaka kerajaan
Keraton Yogya memiliki berbagai pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan gaib, seperti misalnya gamelan, tombak, kereta, dan barang-barang lainnya. Barang-barang pusaka ini disimpan di berbagai ruang di dalam Keraton dan secara berkala dibersihkan dan dicuci, biasanya menjelang bulan Suro setiap tahunnya.
3.      Sebagai tempat terjadinya beberapa peristiwa bersejarah Indonesia
Keraton Yogyakarta juga menjadi tempat terjadinya beberapa peristiwa bersejarah di Indonesia. Hal ini bisa terjadi karena pada masa awal kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta sempat dijadikan ibu kota sehingga Keraton pun dimanfaatkan dalam beberapa kesempatan. Contohnya adalah pemanfaatan Kompleks Pagelaran sebagai cikal bakal Universitas Gadjah Mada dan pemanfaatan Siti Hinggil Lor sebagai tempat pelantikan Soekarno menjadi presiden RIS pada 17 Desember 1949.
4.      Sebagai objek wisata budaya
Keraton Yogyakarta saat ini juga telah menjadi salah satu objek wisata budaya paling popular di Yogyakarta. Turis domestik maupun mancanegara memadati Keraton setiap hari libur. Keraton Yogyakarta sendiri memanfaatkan hal ini dengan cara mengubah beberapa bagian Keraton menjadi ruang pamer benda-benda bersejarah atau benda-benda budaya, menyelenggarakan pertunjukan seni, membangun restoran dan toko cinderamata, serta mengorganisir tur bagi para turis. Meskipun demikian, Keraton Yogyakarta tetap mempertahankan beberapa tradisi yang tidak dibiarkan terpengaruh aktivitas pariwisata tersebut, misalnya sampai dengan saat ini kompleks Keputren masih tertutup bagi umum, hanya boleh dimasuki oleh orang lingkungan dalam Keraton saja.

























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keraton Yogyakarta merupakan salah satu simbol utama dari Yogyakarta. Pembangunan Keraton Yogyakarta sendiri tidaklah sembarangan tetapi diperhitungkan dengan matang dan dipengaruhi banyak filosofi serta kepercayaan mitologis yang mencerminkan kuatnya tradisi masyarakat Yogyakarta. Keraton juga menunjukkan kuatnya akulturasi antara tradisi Jawa tradisional dengan budaya Islam melalui berbagai simbolisasi yang tersebar di banyak bagian kompleks Keraton.
Keraton Yogyakarta juga tidak hanya menjadi bangunan yang penting bagi keluarga kesultanan dan masyarakat Yogya, namun juga memiliki peranan dalam sejarah nasional bangsa Indonesia. Pemanfaatan Keraton Yogyakarta pada masa sekarang memang sudah sangat berkembang dan mengalami berbagai perubahan. Salah satu yang paling mencolok adalah pembukaan Keraton sebagai objek wisata. Meskipun demikian, di tengah arus modernisasi tersebut, Keraton masih dapat mempertahankan tradisi kehidupan Keraton sehingga nilai-nilai kehidupan Keraton masih dapat terpelihara dengan baik.

B.     Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, saran kami adalah terus lestarikan Keraton Yogyakarta dengan cara menjaga dan merawat bangunan dan tata ruang serta benda - benda peninggalan sultan-sultan. Karena Keraton Yogyakarta ialah sebuah istana yang mengandung banyak arti, arti keagamaan, arti filsafat dan arti kultural ( kebudayaan ). Yang masih menjunjung tinggi nilai - nilai filosofinya.




DAFTAR PUSTAKA







No comments:

Pencarian isi Blog