BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suka atau tidak suka seseorang terhadap matematika, namun tidak dapat dihindari bahwa hidupnya akan senantiasa bertemu dengan matematika, entah itu dalam pembelajaran formal, non formal maupun dalam kehidupan praktis sehari-hari. Matematika merupakan alat bantu kehidupan dan pelayan bagi ilmu-ilmu yang lain, seperti fisika, kimia, biologi, astronomi, teknik, ekonomi, farmasi maupun matematika sendiri.
Mungkin diantara kita banyak yang bertanya bukankah saat ini sudah ada kalkulator dan komputer sehingga matematika sebagai alat bantu kehidupan menjadi berkurang? Memang benar, dengan kehadiran kedua alat tersebut banyak persoalan kehidupan yang awalnya mudah menjadi sulit, dan dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat. Namun perlu diketahui bahwa alat-alat tersebut pun juga menggunakan prinsip matematika. Tanpa adanya prinsip-prinsip dan konsep matematika kedua alat tersebut yaitu kalkulator dan komputer tidak mungkin ada. Begitu pentingnya matematika dalam kehidupan maka tidak aneh jika pembelajaran matematika mengalami perkembangan dan disesuaikan dengan kebutuhan zaman. Pendidikan Matematika berkembang sesuai waktu dan tuntutan zaman. IPTEK yang berperan mempengaruhi perkembangan pendidikan matematika kita.Sehingga perubahan-perubahan tersebut berdampak pada perubahan pandangan kita pada hakekat matematika dan pembelajarannya. Perubahan di atas berdampak pada perubahan substansi kurikulum Indonesia.
Perubahan pandangan kita terhadap matematika tidak terlepas dari teori belajar yang mendukungnya. Pembelajaran secara perlahan mengalami perubahan dalam tujuan peningkatan prestasi siswa yang masih mengalami keterpurukan jika dibanding dengan bangsa lain. Bagaimanakah perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri?
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pembelajaran?
2. Bagaimana perkembangan pembelajaran matematika di Indonesia?
3. Apa tujuan pembelajaran matematika?
4. Apa Pendekatan Pembelajaran Matematika yang digunakan di Indonesia dan penilaiannya dengan teori belajar yang mendukungnya?
5. Apa masalah utama dalam pendidikan matematika di Indonesia?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Tujuan umum adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah belajar dan pembelajaran matematika.
2. Tujuan khusus untuk menambah wawasan pembaca tentang Perkembangan Pembelajaran Matematika di Dalam Negeri.
D. Kegunaan Makalah
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara teoretis maupun secara praktis. Secara teoretis makalah ini berguna untuk menambah wawasan tentang perkembangan pembelajaran matematika di dalam negeri. Secara praktis makalah ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah wawasan untuk mengetahui perkembangan pembelajaran matematika didalam negeri.
2. Pembaca atau Dosen,
E. Prosedur Makalah
Metode yang di gunakan penulis dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan mengumpulkan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan perkembangan pembelajaran matematika didalam negeri.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini juga dipengaruhi oleh perkembangan teknologi yang diasumsikan dapat mempermudah siswa mempelajari segala sesuatu lewat berbagai macam media, seperti bahan-bahan cetak, program televisi, gambar, audio dan lain sebagainya, sehingga semua itu mendorong terjadinya perubahan peranan guru dalam mengelola proses belajar mengajar, dari guru sebagai sumber belajar menjadi guru sebagai fasilitator dalam belajar mengajar (Sanjaya, 2008).
Dalam istilah “pembelajaran” yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subyek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran. Dengan demikian kalau dalam istilah “mengajar (pengajaran)” atau teaching menempatkan guru sebagai “pemeran utama”memberikan informasi, maka dalam “instruction” guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, me-manage berbagai sumber dan fasilitas untuk dipelajari siswa. Mengajar merupakan bagian dari pembelajaran, di mana peran guru lebih ditekankan pada bagaimana merancang atau mengaransemen berbagai sumber dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaaatkan siswa dalam mempelajari sesuatu (Sanjaya, 2008).
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan kemampuan baru. Dewasa ini terjadi perubahan paradigma pembelajaran dari yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta didik. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjamin terlaksananya pembelajaran bermakna para peserta didik, didorong membangun sendiri pemahamannya, dan guru berperan sebagai fasilitator. Guru bukanlah satu-satunya sumber pengetahuan bagi peserta didik. Sumber pengetahuan tersebut sesunguhnya demikian banyak dan semuanya berada dalam lingkungan sekitar. Sehingga peserta didik dituntut lebih aktif dan kreatif dalam belajar.
Kreatifitas pembelajaran matematika di Indonesia ini perlu terus dikembangkan, karena itu matematika mesti diajarkan secara menarik dan terhubung dengan dunia nyata sehingga siswa senang.
Metoda-metoda dan strategi pembelajaran yang sudah diterapkan di Indonesia begitu banyak, namun belum optimal dalam pelaksanaannya. Sehingga guru pun masih bingung untuk menerapkan metode pembelajaran yang baik untuk peserta didiknya.
B. Perkembangan Pembelajaran Matematika Di Indonesia
1. Pembelajaran Matematika Tradisional
PembelajaranMatematika di Indonesia sudah lama ada jadi kita akan membahas terlebih dahulu secara trdisionalnya. Berawal sejak Indonesia terlepas dari penjajahan kolonial, maka mulailah berbenah diri menyusun sebuah program pendidikan untuk rakyatnya. Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang diletakan sebagai mata pelajaran wajib bagi peserta didik pada setiap tingkatan, mulai dari tingkat dasar, menengah sampai pada tingkatan atas. Pada saat itu matematika lebih memfokuskan pada konsep hitung dan cara menghitung. Materi-materi yang diberikan seakan sudah menjadi konsensus pada masyarakat, sehingga jika ada perubahan-perubahan maka munculah protes-protes terhadap pendidikan matematika.
Untuk pertama kali yang diperkenalkan kepada siswa adalah bilangan asli dan membilang, kemudian penjumlahan dengan jumlah kurang dari sepuluh, pengurangan yang selisihnya positif dan lain sebagainya. Ada beberapa ciri dalam pendidikan matematika tradisional menekankan pada hafalan daripada pengertian. Sehingga pembelajaran matematika pada masa itu menekankan bagaimana sesuatu itu dihitung bukan mengapa sesuatu itu dihitungnya demikian, lebih mengutamakan kepada melatih otak bukan kegunaan, bahasa/istilah dan simbol yang digunakan tidak jelas, urutan operasi harus diterima tanpa alasan, dan lain sebagainya. Operasi hitung pada masa itu terfokus pada perkalian, pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Proses dimana melakukan operasi hitung mulai dari mendahulukan perkalian kemudian pembagian, penjumlahan dan pengurangan. Namun pada tahun 1974 operasi hitung ini tidak lagi kuat, banyak kasus yang dapat melemahkan pendapat tersebut.
Sedang pada sekolah tingkat menengah materi yang diajarkan adalah Aljabar dan Goemetri bidang. Geometri ini diajarkan secara terpisah dengan Geometri ruang selama tiga tahun. Sedangkan yang diberikan di sekolah menengah atas adalah aljabar, geometri ruang, goneometri, geometri lukis, dan sedikit geometri analitik bidang. Geometri ruang tidak diajarkan serempak dengan geometri ruang, geomerti lukis adalah ilmu yang kurang banyak diperlukan dalam kehidupan sehingga menjadi abstrak dikalangan siswa.
a. Perkembangan pembelajaran matematika 1947-1964
Awalnya pada tahun 1947, kurikulum saat itu diberi nama Rentjana Pelajaran1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang, sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rentjana Pelajaran 1947 boleh dikatakan sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Karena suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan maka pendidikan sebagai development conformism lebih menekankan pada pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi ini.
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran Terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurikulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD.
b. Perkembangan pembelajaran matematika pada tahun 1968
Perkembangan pembelajaran matematika pada tahun 1968 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Dalam pengajaran Geometri, penekanan lebih pada keterampilan berhitung. Misalnya menghitung luas bangun geometri datar atau volume bangun geometri ruang bukan pada penngertian bagaimana rumus-rumus untuk perhitungan itu di peroleh. (Ruseffendi, 1985,h.33)
b) Lebih mengutamakan hafalan yang sifatnya mekanis daripada pengertian (Ruseffendi,1979,h.2)
c) Program berhitung kurang memperhatikan aspek kontinuitas dengan materi pada jenjang berikutnya, serta kurang terkait dengan dunia luar (Ruseffendi,1979,h.4)
d) Penyajian materi kurang memberikan peluang untuk tumbuhnya motivasi serta rasa ingin tahu anak (Ruseffendi,1979,h.5)
Jika dilihat dari ciri-ciri pengajaran matematika dimulai dengan penjelasan singkat yang disertai tanya jawab dan penyajian contoh serta dilanjutkan dengan pengerjaan soal-soal latihan baik yang bersifat prosedural atau penggunaan rumus tertentu. Dalam proses pengajaran pengerjaan soal-soal latihan merupakan kegiatan yang diutamakan dengan maksud untuk memberi penguatan pada apa yang sudah dicontohkan guru di depan kelas. Dengan demikian, latihan untuk menghafal fakta dasar, algoritma, atau penggunaan rumus-rumus tertentu dapat dilakukan melalui pengerjaan soal-soal yang diberikan.
Dalam teori Belajar Skinner (dalam Ruseffendi, 1998,h.171), untuk menguatkan pemahaman siswa tentang apa yang baru dipelajari, maka setelah terjadinya proses stimulus-respon yang antara lain berupaya tanya jawab dalam proses pengajaran harus dilanjutkan dengan memberikan penguatan antara lain berupa latihan soal-soal. Dengan demikian teori belajar yang dominan digunakan dalam implementasi kurikulum matematika 1968 adalah “Teori Belajar Skinner”.
c. Kelemahan – Kelemahan Pembelajaran Matematika Tradisional
Dalam penerapan pengajaran matematika tradisional terdapat berbagai kelemahan baik itu dalam materi yang disampaikan maupun dalam proses kegiatan belajar-mengajarnya. Beberapa kelemahan itu antara lain adalah :
a) Keterampilan berhitung dan proses menghafal yang sifatnya mekanis lebih diutamakan tanpa usaha mendalami pengertiannya.
b) Pada pengajaran matematika tradisional siswa diharuskan menguasai dan menghafalkan perkalian dan penjumlahan bilangan-bilangan kecil diluar kepala. Bagi siswa yang tidak mampu berbuat demikian maka akan dikategorikan sebagai siswa yang bodoh. Teknik menghafal perkalian bilangan-bilangan kecil dimaksudkan untuk mempermudah melakukan perkalian dari bilangan-bilangan yang lebih besar dengan lebih cepat.
c) Operasi perkalian antara pecahan lebih mengutamakan hafalan cara-cara yang biasa dipakai. Namun penalaran siswa terhadap konsep yang sesungguhnya kurang mendapat perhatian. Misalnya dalam pembagian pecahan 5/7 dengan 5/8, biasanya siswa diajarkan secara langsung dengan melakukan langkah-langkah seperti berikut : 3/7 : 5/8 = 3/7 x 8/5 = 24/35
d) Siswa umumnya tidak pernah mengetahui mengapa langkah demikian itu benar dan diperbolehkan. Demikian pula sifat apa yang digunakan dalam operasi pembagian itu tidak pernah diketahuinya, konsep atau hukum apa yang digunakan untuk mendapatkan hasil tersebut tidak pernah diungkapkan. Dengan demikian menghafal lebih diutamakan daripada pengertian itu sendiri.
e) Pengajaran matematika lama (berhitung) kurang memberi rangsangan pada siswa untuk bermotivasi dan memacu keingintahuan pada diri mereka.
f) Siswa biasanya disibukkan dengan metode menghafal dan latihan keterampilan sehingga kurang diberi kesempatan untuk memahami konsep dan pengertian tentang materi yang diberikan. Mereka tidak secara tuntas mendalami pengertian konsep karena rasa ingin tahu dan penasaran siswa tidak dapat tersalurkan sehingga mereka kurang termotivasi untuk mempelajarinya.
g) Materi dalam berhitung lama tidak berkesinambungan
h) Terdapat materi atau topik pada tingkat atas yang belum pernah diajarkan pada pelajaran tingkat sebelumnya sehingga siswa akan merasa asing dengan dengan materi yang diberikan sehingga kurang bisa dikuasainya.
i) Dalam berhitung lama topik matematika yang diberikan kurang ada hubungan dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.
j) Materi yang disajikan pada umumnya kurang behubungan dengan kehidupan sehari-hari, begitu pula sebaliknya banyak materi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari malah tidak diajarkan pada siswa. Misalnya dalam ilmu berhitung lama tidak banyak mempelajari statistik padahal dalam kehidupan sehari-hari sering digunakan. Begitu pula dalam pelajaran bangun ruang biasanya diajarkan menghitung luas bangun yang teratur bentuknya seperti kubus, balok, dan sebagainya, tetapi jarang sekali diajarkan cara menghitung luas bangun yang bentuknya tidak beraturan padahal sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Berhitung lama kurang memperhatikan ketepatan bahasa.
Berhitung lama kurang memperhatikan ketepatan bahasa.
k) Dalam berhitung sering digunakan istilah-istilah yang keliru. Misalnya angka 6 disebut bilangan padahal 6 adalah lambang bilangan. Demikian pula dalam segitiga sering dikatakan luas segitiga padahal seharusnya adalah luas daerah segitiga.
2. Pembelajaran Matematika Modern
Kita sekarang beranjak ke pendidikan matematika modern setelah kita tadi membahas pendidikan matematika tradisional. Pendidikan modern dimulai karena adanya perkembangan teknologi di negara-negara maju yang menyebabkan kurangnya kemampuan orang-orang untuk menangani teknologgi tersebut.
Pendidikan matematika modern di Indonesia resminya dimulai pada tahun 1975 yang disusun untuk menutupi kekurangan dari pembelajaran matematika yang banyak menerapkan hafalan daripada menerapkan pengertian, kontinuitas dan tidak merangsang pemikiran siswa.
Adapun karakteristik kurikulum 1975 adalah:
a. Memuat topik-topik dan pendekatan baru. Topik-topik baru yang muncul adalah himpunan, statistik dan probabilitas, relasi, sistem numerasi kuno, penulisan lambang bilangan non desimal.
b. Pembelajaran lebih menekankan pembelajaran bermakna dan berpengertian dari pada hafalan dan ketrampilan berhitung.
c. Program matematika sekolah dasar dan sekolah menengah lebih continue
d. Pengenalan penekanan pembelajaran pada struktur
e. Programnya dapat melayani kelompok anak-anak yang kemampuannya hetrogen.
f. Menggunakan bahasa yang lebih tepat.
g. Pusat pengajaran pada murid tidak pada guru.
h. Metode pembelajaran menggunakan meode menemukan, memecahkan masalah dan teknik diskusi.
i. Pengajaran matematika lebih hidup dan menarik.
3. Pembelajaran Matematika Masa Kini
Setelah adanya kurikulum 1975 dilanjutkan kembali dengan kurikulum 1980 yang merupakan awal dari pendidikan masa kini. Pada tahun 1980 terjadi lagi revolusi dalam pendidikan matematika di indonesia walau tak sedasyat sebelumnya. Penyebabnya sama yaitu kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian pada tahun 1984 indonesia meluncurkan kurikulum 1984
Alasan dalam menerapkan kurikulum baru tersebut antara lain, adanya sarat materi, perbedaan kemajuan pendidikan antar daerah dari segi teknologi, adanya perbedaan kesenjangan antara program kurikulum di satu pihak dan pelaksana sekolah serta kebutuhan lapangan dipihak lain, belum sesuainya materi kurikulum dengan tarap kemampuan anak didik. Dan, cara belajar siswa aktif menjadi karakter yang begitu melekat erat dalam kurikulum tersebut.
Pada kurikulum ini sekolah dasar diberikan materi aritmatika dan menengah atas diberi pembelajaran komputer. Sementara itu langkah-langkah agar pelaksanaan kurikulum berhasil adalah melakukan hal-hal sebagai berikut;
a. Guru supaya meningkatkan profesinalisme
b. Dalam buku paket harus dimasukkan kegiatan yang menggunakan kalkulator dan komputer
c. Sikronisasi dan kesinambungan pembelajaran dari sekolah dasar dan sekolah lanjutan
d. Pengevaluasian hasil pembelajaran
e. Prinsip cara belajar siswa aktif di pelihara terus
Sejak awal dekade tahun 1990an mulai berkembangnya PMR (Pembelajaran Matematika Realistik). Dimana Indonesia bekerja sama dengan Belanda untuk menindak lanjuti metode ini. Menurut Freudenthal matematika sebaiknya diajarkan dengan mengaitkannya dengan realitas sejalan dengan pengalaman murid serta relefan terhadap masyarakat. Bahan pelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga para siswa berpeluang ‘menemukan kembali’ (’guided re-invention’ ) matematika atau rumusnya. Ini berarti bahwa dalam pendidikan matematika, pusat perhatian bukanlah pada matematika sebagai suatu produk yang siap pakai melainkan pada kegiatan, pada proses mematematisasi.
Lalu dirumuskan ke dalam dua jenis matematisasi : secara vertical dan secara horizontal. Dalam matematisasi horisontal, permasalahan dalam kehidupan sehari-hari (real) berusaha dirumuskan atau diterjemahkan ke dalam bahasa atau rumus matematika. Sedangkan matematisasi vertikal berarti kita bekerja dalam sistem matematika itu sendiri; jadi permasalahan sudah dirumuskan dalam bahasa atau rumus matematika dan diselesaikan secara matematika.
Namun pengertian realistik di sini sering disalahartikan. Pengertian realistik dalam pendidikan matematika realistik bukan hanya karena bahan pelajaran terkait dengan dunia real/nyata tetapi karena tekanannya pada permasalahan yang bagi murid terasa real/nyata. Ini berarti bahwa permasalahan tidak perlu berasal dari dunia nyata tapi juga mungkin dari dunia fantasi tapi dapat dibayangkan oleh siswa. PMR bukan suatu produk yang telah selesai tapi masih banyak ruang untuk berkembang sesuai dengan tuntutan budaya setempat dan jaman.
Kurukulum 1994
Pada tahun 1994 kegiatan metematika internasional begitu marak diadakan, seperti olimpiade-olimpiade matematika. Indonesia juga tidak ketinggalan mengikuti olimpiade namun jarang mendapatkan medali. Karena itulah disusun kurikulum 1994. Kurikulum ini memiliki kekhasan struktur materi sudah disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak, materi keahlian seperti komputer semakin mendalam, model-model pembelajaran matematika kehidupan disajikan dalam berbagai pokok bahasan. Intinya pembelajaran matematika saat itu mengedepankan tekstual materi namun tidak melupakan hal-hal kontekstual yang berkaitan dengan materi. Soal cerita menjadi sajian menarik disetiap akhir pokok bahasan, hal ini diberikan dengan pertimbangan agar siswa mampu menyelesaikan permasalahan kehidupan yang dihadapi sehari-hari.
Kurikulum 2004
Setelah beberapa dekade menjalankan kurikulum 1994, indonesia mengganti kurikulum menjadi kurikulum 2004. Dimana dulu guru yang selalu aktif dalam kegiatan belajar mengajar, seperti menberi materi, contoh dll.
Secara khusus model pembelajaran matematika dalam kurikulum tersebut mempunyai tujuan antara lain;
a. Melatih cara berfikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkankesamaan, perbedaan, konsistensi dan iskonsistensi
b. Mengembangkan aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan penemuan dengan mengembangkan divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.
c. Mengembangkan kemampuan memcahkan masalah Mengembangkan kewmapuan menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
C. Tujuan Pembelajaran Matematika
Tujuan pembelajaran matematika adalah terbentuknya kemampuan bernalar pada siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin, dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan lain yaitu:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika;
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, marancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirka solusi yang diperoleh;
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan symbol, table, diagaram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Depdiknas, 2006). Berdasarkan tujuan tersebut pemerintah telah melakukan pembaharuan dan usaha untuk melakukan perbaikan pada system pendidikan, seperti penyempurnaan kurikulum, dengan meningkatkan kemampuan guru melalui penataran.
D. Pendekatan Pembelajaran Matematika
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), pertama kali berkembang pada tahun 1970-an. Freudhental adalah pertama yang mengembangkannya.Menurut pandangannya matematika memiliki nilai kemanusian maka pembelajarannya harus dikaitkan dengan realita. Dekat dengan pengalaman anak serta relevan untuk kehidupan masyarakat.Matematika adalah sesuatu aktivitas manusia, Matematika ditemukan sendiri oleh siswa, guru membimbing siswa dengan guided reinvention dan diakhiri adanya proses matematisasi.
Pendekatan open ended, pertama kali dikembangkan oleh Becker dan Simada (1997) di Jepang. Ciri utama open ended adalah suatu masalah diformulasikan sedemikian sehingga memiliki kemungkinan variasi jawaban benar baik dari segi aspek cara atau pun hasilnya.
Pendekatan Kontekstual, pendekatan ini berasal dari Amerika adalah suatu pendekatan yang memungkinkan terjadinya proses belajar dan didalamnya siswa dimungkinkan menerapkan pemahaman serta kemampuan akademik mereka dalam berbagai variasi konteks, di dalam maupun luar kelas, untuk menyelesaikan permasalahan nyata atau diasumilasikan baik secara sendiri-sendiri atau kelompok.
Pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi yang dimulai dengan menghadapkan siswa pada masalah nyata atau masalah yang diasimilasikan.
Belajar dengan Multi Konteks. Belajar dengan multi konteks yang didasarkan pada teori belajar dan teori kognisi saat ini mengisyaratkan bahwa pengetahauan dan belajar hendaknya diperoleh serta dilakukan melalui suatu pengkondisian yang melibatkan konteks sosial dan fisik.
Self Regulated Learning, mencakup tiga karakteristik sentral yaitu (1) kesadaran berpikir (2) penggunaan strategi dan (3) pemeliharaan motivasi. Authentic Assesment adalah suatu assesment yang lebih berorientasi pada proses sehingga pelaksanaannya menyatu dengan proses pembelajaran. Kelemahan dan kelebihan siswa dapat dilihat oleh guru sehingga menjadi bahan refleksi siswa dengan gurunya.
Lesson Study pertama kali dikembangkan di Jepang merupakan model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar.
E. Masalah Utama Dalam Pendidikan Matematika di Indonesia
Pendidikan di Indonesia belum seperti yang diharapkan, karena lembaga–lembaga pendidikan belum mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Bahkan pendidikan nasional pun dinilai gagal membangun karakter bangsa. Hal ini terbukti dari rendahnya nilai hasil ujian nasional, terutama nilai bidang studi matematika. Padahal matematika adalah bidang studi yang mendasari semua disiplin ilmu.
Berdasarkan data Institute of Education (2003), hasil penelitian statistik yang dilakukan secara internasional dalam Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) menunjukan bahwa Indonesia pada peringkat ke-34 dari 45 negara untuk penguasaan pelajaran di bidang matematika. Score Indonesia (411) masih berada di bawah Singapura (605) dan Malaysia (508), tetapi tetap berada di atas Filipina (378).
Dua masalah utama dalam pendidikan matematika di Indonesia adalah rendahnya prestasi siswa (rendahnya daya saing siswa diajang Internasional dan rendahnya nilai rata-rata EBTANAS murni nasional khususnya matematika) serta kurangnya minat mereka dalam belajar matematika (matematika dianggap sulit dan diajarkan dengan metode yang tidak menarik karena guru menerangkan, sedangkan siswa hanya mencatat). Diduga, pendekatan pembelajaran matematika di Indonesia masih menggunakan pendekatan tradisional atau mekanistik. Yang menekankan pada latihan mengerjakan soal atau drill and practice, prosedur serta penggunaan rumus. Siswa kurang terbiasa memecahkan masalah atau aplikasi yang banyak di sekeliling mereka. Sementara itu banyak negara telah mereformasi sistim pendidikan matematika dari pendekatan tradisional ke arah aplication based curricular, yaitu mendekatkan matematika ke alam nyata bagi siswa melalui aplikasi atau masalah kontekstual yang bermakna serta proses yang membangun sikap siswa ke arah yang positif tentang matematika.
Sebagai contoh: Jepang menggunakan “open indeed approach” pendekatan yang menekankan pada soal aplikasi yang memungkinkan banyak solusi dan strategi. United State of America (USA) dengan standar yang dibuat National Council of Teacher Mathematics (NCTM), yakni standar yang terkenal dengan lima keterampilan prosesnya yaitu matematika adalah ‘communication’, ’reasoning’, ’connection’, ’problem solving’, dan ‘understanding’; Belanda mengembangkan ‘RealisticMathematics Education (RME)’ sejak 1970. Pendekatan yang dilakukan oleh ketiga negara tersebut relatif hamper sama seperti: penekanan pada materi aplikasi atau kehidupan sehari-hari, fokus pada keaktifan siswa (student-centered), serta penekanan pada soal yang mempunyai variasi strategi dan solusi. Atas pertimbangan berhasilnya negara-negara lain dalam meningkatkan mutu pembelajaran matematika, maka pemerintahan Indonesia sejak tahun 1998 mulai mempersiapkan perubahan Kurikulum 1994 menjadi Kurikulum Berbasis Kompetensi. Secara konseptual, Kurikulum 1994 berbasis pencapaian tujuan (Objective Based Curriculum) dan Kurikulum 2004 berbasis kompetensi (Competency Based Curriculum ) Maksudnya, pendidikan diarahkan untuk membentuk pribadi anak sebagai individu yang mempunyai potensi dan bakat.
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi dan merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Deskripsi dari kinerja menyangkut 3 komponen penting yaitu:
1. Tujuan: Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi merupakan strategi yang digunakan untuk meningkatkan kerja.
2. Ukuran: Dibutuhkan ukuran apakah seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan, untuk itu kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan jabatan personel memegang peranan penting;
3. Penilaian: Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel.
Pengertian kinerja dengan deskripsi tujuan, ukuran operasional, dan penilaian regular mempunyai peran penting dalam merawat dan meningkatkan motivasi personel. Tenaga profesional adalah sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka menjadi salah satu variabel yang penting bagi efektifitas organisasi. Dalam pendidikan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga kerja profesional yang menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif. Menurut teori Gibson, ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu: variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis.
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari “instruction”, yang banyak dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi kognitif-wholistik, yang menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan.
Dalam istilah “pembelajaran” yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan sebagai subyek belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa dituntut beraktivitas secara penuh bahkan secara individual mempelajari bahan pelajaran.
Pendidikan matematika di Indonesia itu sudah ada sejak dahulu jadi kita membagi dalam dua bagian yaiti pendidikan matematika tradisional dan pendidikan matematika modern. Adapun tujuan diadakan nya pembelajaran matematika yaitu terbentuknya kemampuan bernalar pada siswa yang tercermin melalui kemampuan berpikir kritis, logis, sistematis, dan memiliki sifat obyektif, jujur, disiplin, dalam memecahkan suatu permasalahan baik dalam bidang matematika maupun bidang lain dalam kehidupan sehari-hari.
Pendekatan Pembelajaran Matematika yang digunakan di Indonesia dan penilaiannya dengan teori belajar yang mendukungnya meliputi pendekatan realistic mathematics education (RME), pendekatan open ended, pendekatan kontekstual, pembelajaran berbasis masalah, belajar dengan multi konteks, self regulated learning, authentic assessment, dan lesson study.
Pendidikan di Indonesia belum seperti yang diharapkan, karena lembaga–lembaga pendidikan belum mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Bahkan pendidikan nasional pun dinilai gagal membangun karakter bangsa.
B. Saran
1. Sebagai geneasi muda Indonesia kita harus meningkatkan mutu pendidikan terutama dalam bidang matematika.
2. Sebagai pendidik harus lebih kreatif dalam memilih metode pembelajaran supaya peserta didik tidak merasa jenuh dan tidak takut untuk belajar matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Admin, (2011). Perkembangan Pembelajaran Matematika di Indonesia. [Online] Tersedia: http://Perkembangan Pembelajaran Matematika di Indonesia.htm. [10 November 2011]
Astiti Rahayu, (2012).Perkembangan Pengajaran Matematika didalam Negeri. [Online] Tersedia: http://Perkembangan Pengajaran Matematika//astitirahayu’sblog (1447).htm.[11 Januari 2012].
No comments:
Post a Comment