BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alasan yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini tidak lain karena pola dan legitimasi kekuasaan sangat penting untuk kita cermati melihat seiring perkembangan jaman, banyak negara - negara yang merubah sistem pemerintahannya. Dari yang sebelumnya menganut sistem pemerintahan monarki kemudian beralih ke sistem pemerintahan demokrasi yang lebih mengutamakan kebebasan individu terutama kebebasan dalam mengemukakan pendapat.
Maka dari itu, tidak heran mengapa banyak negara-negara yang mulai meninggalkan bentuk sistem pemerintahan monarki. Karena dianggap kurang cocok jika diterapkan pada jaman sekarang. Namun ada beberapa negara yang masih menggunakan sistem tersebut. Salah satu negara yang masih menggunakan sistem Monarki adalah Inggris. Berdasarkan bentuknya, pemerintahan monarki dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, diantaranya yaitu, monarki absolut, monarki konstitusional, dan monarki parlementer. Begitu pula dengan sistem pemerintahan Otokrasi, dimana sistem pemerintahan ini lebih bersifat otoriter dan tidak jarang di dalam menerapkan sistem pemerintahan banyak terjadi kekerasan. Karena sistem ini terlihat seperti pemaksaan dari para otoriter guna mencapai tujuannya yakni ingin mendapatkan kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat tertentu di dunia ini beraneka ragam dengan masing-masing pola. Biasanya ada satu pola yang berlaku umum di masyarakat, betapapun perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat itu. Namun, pola tersebut akan muncul atas dasar pola lama yang berlaku sebelumnya. Kiranya dapat dikatakan bahwa bentuk kekuasaan dan sistem kekuasaan selau menyesuaikan diri pada masyarakat dengan adat istiadat dan pola-pola perilaku. Seperti halnya sistem pemerintahan monarki dan otokrasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi tentang konsep kekuasaan ?
2. Apa saja sumber dari konsep kekuatan ?
3. Apa saja pengaruh dari konsep kekuasaan ?
4. Bagaimana otoritas dan legitimasi dalam konsep kekuasaan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui tentang definisi konsep kekuasaan.
2. Mengetahui tentang sumber dari konsep kekuatan.
3. Mengetahui tentang pengaruh dari konsep kekuasaan.
4. Mengetahui tentang otoritas dan legitimasi dalam konsep kekuasaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Konsep Kekuasaan
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Gejala kekuasaan adalah gejala yang lumrah terdapat dalam setiap masyarakat, dalam semua bentuk hidup bersama. Manusia mempunyai bermacam-macam keinginan dan tujuan yang ingin sekali dicapai. Untuk itu dia sering memaksakan kemauannya atas orang atau kelompok lain. Hal ini menimbulkan perasaan pada dirinya bahwa mengendalikan orang lain adalah syarat mutlak untuk keselamatannya sendiri. Maka dari itu bagi orang banyak, kekuasaan itu merupakan sesuatu nilai yang ingin dimiliki. Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubungan sosial dan dalam semua organisasi sosial.
Kekuasaan sosial menurut Ossip K. Flechthein adalah “ Keseluruhan dari kemampuan, hubungan-hubungan dan proses-proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang kekuasaan”. Definisi yang diberikan oleh Robet M. MacIver adalah “ Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia”. Kekuasaan sosial terdapat dalam semua hubungan sosial dan dalam semua organisasi sosial.
Kekuasaan biasanya berbentuk hubungan (relationship), dalam arti bahwa ada satu pihak yang memerintah dan ada pihak yang diperintah (the ruler and the ruled); satu pihak yang memberi perintah, satu pihak yang mematuhi perintah. Tidak ada persamaan martabat, selalu yang satu lebih tinggi daripada yang lain dan selalu ada unsur paksaan dalam hubungan kekuasaan. Paksaan tidak selalu perlu dipakai secara gamblang, tetapi adanya kemungkinan paksaan itu dipakai, sering sudah cukup.
Setiap manusia sekaligus merupakan subyek dari kekuasaan dan obyek dari kekuasaan. Misalnya seorang presiden membuat undang-undang, tetapi disamping itu dia harus tunduk kepada undang-undang. Sumber kekuasaan terdapat dalam berbagai segi. Dia dapat bersumber dari kekerasan fisik, dapat juga bersumber pada kedudukan , pada kekayaan, atau kepercayaan, dan lain-lain.
Kewenangan (authority) adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tercapai tujuan tertentu. Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan. Kewenangan biasanya dihubungkan dengan kekuasaan. Kewenangan digunakan untuk mencapai tujuan pihak yang berwenang. Karena itu, kewenangan biasanya dikaitkan dengan kekuasaan. Robert Bierstedt menyatakan dalam bukunya an analysis of social power , bahwa kewenangan merupakan kekuasaan yang dilembagakan. Seseorang yang memiliki kewenangan berhak membuat peraturan dan mengharapkan kepatuhan terhadap peraturannya.
Menurut Max Webber ada 3 jenis kewenangan:
1. Traditional authority yaitu kewenangan yang diturunkan sudah memiliki tradisi atau kebudayaan yang sudah melekat oleh diri manusia. Contohnya seorang raja.
2. Kharismatic authority yaitu kewenangan menurut pribadi seseorang atau kepribadian yang terlihat oleh masyarakat di sekitar. Contohnya : Nabi Muhammad.
3. Rational authority atau legistic formalistic authority yaitu kewenangan atas suatu dasar hukum. Contohnya : seorang presiden. Ketiganya bisa saling melengkapi satu sama lain.
Kewenangan juga berkaitan dengan legimitasi baik di pemerintahan maupun seseorang yang menjalankan pemerintahan. Tardapat 3 jenis legitimasi, antara lain:
1. Legitimasi turun temurun.
2. Legitimasi kharismatik, akan tetapi sangat jarang.
3. Legitimasi atas dasar hukum.
Ada kekuasaan dan wewenang pada setiap masyarakat merupakan gejala yang wajar. Walaupun wujudnya kadang-kadang tidak disukai oleh masyarakat itu sendiri karena sifatnya yang mungkin abnormal menurut pandangan masyarakat yang bersangkutan. Setiap masyarakat memerlukan faktor pengikat atau pemersatu yang terwujud dalam diri seorang atau kelompok orang-orang yang memiliki kekuasaan dan wewenang.
Sebagai suatu proses, baik kekuasaan maupun wewenang merupakan suatu pengaruh yang nyata atau potensial. Mengenai pengaruh tersebut, lazimnya diadakan pembedaan di antaranya:
1. Pengaruh bebas yang didasarkan pada komunikasi dan bersifat persuasif.
2. Pengaruh tergantung atau tidak bebas menjadi efektif karena ciri tertentu yang dimiliki oleh pihak-pihak yang berpengaruh. Pada jenis pengaruh ini, mungkin terjadi proses-proses sebagai berikut :
3. Pihak yang berpengaruh membantu pihak yang dipengaruhi untuk mencapai tujuannya, atau pihak yang berpengaruh mempunyai kekuatan untuk memaksakan kehendaknya.
4. Pihak yang berpengaruh mempunyai ciri-ciri tertentu yang menyebabkan pihak lain terpengaruh olehnya. Ciri-ciri tersebut adalah
a) Kelebihan dalam kemampuan dan pengetahuan.
b) Sifat dan sikap yang dapat dijadikan pedoman perilaku yang pantas atau perilaku yang diharapkan.
c) Mempunyai kekuasaan resmi yang sah.
B. Sumber Konsep Kekuasaan
Upaya untuk memahami kekuasaan biasaanya dengan menbedakan berbagai tipe kekuasaan.Frenccha dan Raven(1959)membuat taksonomi untuk mengklafikasikan berbagai tipe kekuasaan menurut sumbernya.Taksonomi ini memiliki lima tipe kekuasaan yang berbeda, diantaranya :
1. Kekuasaan Yang Memiliki Legitimasi
Kekuasaan yang berasal dari wewenang formal dalam aktivitas pekerjaan terkadang disebut “kekuasaan yang memilikiu legitimasi” (frenc & raven 1959). Proses mempengaruhi yang terjadi dalam kekuasaan yang memiliki legitimasi sangatlah kompleks. Beberapa ahli teori memberikan penekanan pada wewenang yang mengarah kebawah dari pemilik perusahan dan manajemen puncak, tetapi potensi mempengaruhi yang berasal dari wewenang banyak tergantung pada kekuasaan yang disetujui seperti pada kepemilikan dan kendali atas hak milik (Jacobs,1970). Anggota organisasi biasanya setuju untuk mematuhi aturan dan arahan dari pemimpin agar mendapatkan keuntungan dri keanggotaan mereka (march & simon, 1958). Namun, biasanya persetujuan ini merupakan pemahaman bersama yang implisit bukannya sebuah kontrak formal yang eksplisit.
Kepatuhan terhadap aturan dan perintah yang sah akan lebih mungkin terjadi kepada anggota yang mengakui organisasi dan loyal terhadapnya. Kepatuhan ini juga akan lebih mungkin terjadi kepada anggota yang mengalami inrenalisasi nilai yang tepat untuk memenuhi tokoh yang memiliki otoritas, menghormati hokum dan mengikuti tradisi. diterimahnya wewenang tergantung pada apakah agen dirasa sebagai orang yang memiliki wewenang dalam posisi kepemimpinannya. prosedur spesifik untuk memilih pemimpin biasanya didasarkan pada tradisi dan berbagai ketentuan hukum yang resmi atau konstitusi . penyimpangan dari proses seleksi yang dianggap sah oleh para angggota yang melemahkan otoritas pemimpin baru.
Besarnya kekuasaan yang memiliki legitimasi juga berkaitan dengan cakupan weweang yang dimiliki seseorang manajer pada level yang lebih tinggi biasanya mempunyai wewenang lebih banyak dibandingkan dengan manajer dengan level yang lebih rendah, dan wewenang seorang manajer jauh lebih kuat dalam hubungannya dengan bawahan dari pada hubungannya dengan rekan sejawat, atasan atau pihak luar organisasi . meskipun demikian, terhadap target yang berada diluar rentang kendali (seperti rekan sejawat atau orang lain), agen masih mempunyai hal yang memiliki legitimasi dalam memberikan perintah yang diperlukan untuk melaksankan tanggung jawab pekerjaan, seperti permintaan informasi,pasokan pelayanan dukungan, saran teknis dan bantuan untuk menyelesaikan tugas yang saling berhubungan.
Hal yang ditolak kebenrannya oleh bawahan dalam melaksanakan perintah atau permintaan yang memiliki legitimasi itu menurunkan kewenangan pemimpin dan meningkatkan kemungkinan ketidakpatuhan dimasa datang. Perintah yang tidak dapat dilaksanakna sebaiknya jangan diserahkan. Jika wewenang agen dal permintaan diragukan, perlu dilakukan verifikasi legitimasi taktik. Terkadang bawahan menunda melaksanakan permintaan yang tidak biasa atau tidak menyenangkan untuk menguji apakah pamimpin benar-benar serius dengan permintaannya. Jika pemimpin tidak menindaklanjuti permintaan awal tadi dengan memeriksa apakah telah diselesaikan, bawahan dapat mengambil kesimpulan bahwa permintaan tersebut mungkin dapat diabaikan .
2. Kekuasaan memberi penghargaan
Kekuasaan memberi penghargaan adalah persepsi dari seorang target bahwa agen mempunyai kendali terhadap sumber daya yang penting dan penghargaan yang diinginkan oleh target. kekusaan memberi penghargaan itu berasal dari bentuk wewenag formal untuk mengalokasikan sumber daya dan imbalan. Wewenang ini memiliki banyak variasi diantara organisasi dan antara satu tipe posisi manajemen dengan posisi lainnya dalam organisasi yang sama. pengendalian yang lebih banyak atas sumber daya yang langkah biasanya wewenangnya lebih banyak dipegang oleh level eksekutif tinggi dari pada oleh manajer level rendah.
Eksekutif memiliki wewenang untuk membuat keputusan yang berkaitan dengan pengalokasian sumber daya untuk berbagai subunit dan aktivitas , dan mereka juga memiliki hak untuk meninjau dan menngubah keputusan pengalokasian sumber daya yang dibuat pada level yang lebih rendah. Kekuasaan memberi penghargaan tidak hanya tergantung pada kendali aktual dari manajer atas sumber daya dan penghargaan,tetapi juga oleh persepsi seorang target bahwa agen memilki kapasitas dan keinginan untuk memenuhi janjinya. Suatu upaya untuk menggunakan kekusaan memberi penghargaan tidak akan berhasil jika agen itu kekurangan kredibilitas sebagai sumber dari sumber daya penghargaan .
Meningkatnya kekuasaan memberi penghargaan oleh bawahan terhadap atasannya sangat terbatas pada sebagian besar organisasi. Beberpa organisasi memberikan mekanisme formal kepada bawahan untuk mengevaluasi pimpinannya. Namun, bawahan biasanya mempunyai pengaruh tidak langsung reputasi pimpinannya dan prospek untuk mendpatkan kenaikan gaji atau promosi. Jika bawahan memiliki kinerja yang baik, reputasi manajernya biasanya akan meningkat. Sebagian bawahan juga akan meningkat kekuasaan memberi penghargaan berdasarkan kemampuan mereka mendapatkan sumber daya diluar sistem wewenag formal organisasi. Sebagai contoh, pimpinan jurusan pada universitas negeri diberikan kebebasan memilih dann bantuan dan kontrak, serta kebebasan penggunaan dana sebagi dasar untuk mempengaruhi keputusan yang diambil oleh dekan, yang mempunyai kebebasan terbatas dalam pendanaan.
Kekuasaan memberi penghargaan sebagian besar diterapkan dengan janji secara eksplisit atau implisit untuk memberikan sesuatu kepada seorang target yang digunakan sebagi agen control dalam melaksanakan permintaan atau melakukan sebuah tugas. Kepatuahan akan didapatkan jika penghargaannya dianggap merupakan sesuatu yang bernilai oleh seorang target,dan agen merasa penghargaan yang diberikan adalah sumber daya yang kredibel. Jadi, penting untuk menentukan penghargaan apa yang bernilai bagi orang yang ingin dipengaruhi, dan kredibilitas agen tidak akan berisiko dengan memberika janiji yangb tidak realistis atau gagal memenuhi janji setelah pekerjaann selesai.
Ketika penghargaan sering digunakan sebagai sumber untuk mempengaruhi, orang akan merasa hubungan mereka dengan pemimpin benar-benar didasarkan pada ekonomi belaka. Mereka akan mengharapkan penghargaan setiap kali mereka diminta melaksanakn sesuatu yang baru atau bukan hal yang rutin. Akann lebih memuaskan bilah kedua pihak memandanng hubungan mereka berdasarkan kesetiaan dan persahabatan bersama. Dibandingkan menerapkan penghargaan sebagi intensif secara impersonal dengan cara mekanis, maka mereka harus lebih banyak digunakn dengan cara simbolis untuk menghargai prestasi dan memberikan penghargaan secara pribadi untuk konstribusi khusus atau dukungan yang diharapkan. Digunakan dengan car ini, kekuasaan memberi penghargaan dapat menjadi8 sumber untuk meningkatkan kekuasaan referensi dari waktu kewaktu (French & reven,1959).
3. Kekusaan memaksa
Pemimpin yang menerapkan kekuasaan memaksa kepada bawahan membuat dasar pada wewenang memberi hokum, yang memiliki variasi amat banyak pada berbagai organisasi berada. Kekuasaan memaksa oleh pemimpin militer dan politik biasanyan lebih besar daripada kekuasaan manajer suatu perusahan. Dalam dua abad terakhir, secara umum terjadi penurunan penerpan legimitasi yang memaksa pada semua tipe pemimpin (katz&khan,1978). Sebagi contoh manajer pernah mempunyai hak untuk memecat karyawan karenan berbagi alasan yang mereka pikir benar. Seorang kapten kapal dapat memukul kelasinya yang tidak patuh atau dianggap tiidak rajin dalam menjalankan tugasnya. Perwira militer dapt menghukum prajurit karena dsisersi atau tidak mematuhi perintah dalam pertempuran. Sekrang ini, buentuk kekuasaan memaksa telah dilarang atau dengan tegas dibatasi pada sebagian besar Negara.
Dalam hubungan yang sejajar, terdapat beberapa kesempatan untuk menerapkan kekuasaan memaksa. Jika rekan sejawat tergantung pada bantuan manajer dalam melaksanakan tugas pentingnya, manajer mungkin akan mengancam permintaannya. Akam tetapi karena saling ketergantungan juga terdapat diantara meningkat , menjadi konflik yang tidak akan menguntungkan pihak manapun.
4. Kekuasaan berdasarkan Referensi
Kekuasaan berdasarkan referensi diperoleh dari keinginan orang lain untuk menyenangkan seorang agen yang kepadanya mereka memiliki perasaan kasih, penghormatan, dan kesetiaan yang kuat (French & Raven, 1959). Orang biasanya bersedia melakukan bantuan khusus bagi orang teman, dan mereka akan lebih mungkin menjalankan permintaan yang dilakukan oleh seseorang yang amat mereka hormati. Bentuk paling kuat dari kekuasaan berdasarkan referensi melibatkan proses mempengaruhi yang disebut “identifikasi personal”. Untuk memperoleh dan tetap mendapat persetujuan dan diterima oleh agen , target bersedia melaksanakan apa yang diminta oleh agen, meniru perilaku agen, dan mengembangkan sikap yang serupa dengan sikap yang diperlihatkan oleh agen tersebut.
5. Kekuasaan berdasarkan Referensi
Pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan tugas adalah sumber utama kekuasaan personal didalam organisasi. Pengetahuan yang unik mengenai cara baik untuk melaksanakan tugas atau menyelesaikan masalah penting memberikan pengaruh potensi kepada bawahan, rekan sejawat dan atasan. Akan tetapi, keahlian merupakan sumber kekuasaan hanya jika orang lain tergantung pada agen untuk memberikan saran. Kekuasaan ini akan semakin besar bila masalah yang dihadapi oleh target hanya dapat diselesaikan oleh agen. Ketergantungan akan meningkat ketika target tidak dapat dengan mudah.
Kekuasaan berdasarkan referensi akan meningkat dengan memperlihatkan perhatian terhadap kebutuhan dan perasaan orang lain. Memperlihatkan kepercayaan dan penghargaan, serta memperlakukan orang secara adil. Akan tetapi, untuk mencapai menjaga kekuatan keuasaan berdasarkan referensi biasanya membutuhkan lebih dari sekedar pujian yang berlebihan, kebaikan dn daya tarik. Kekuasaan berdasarkan referensi akhirnya tergantung pada karakter dan integritas agen. Dari waktu ke waktu, tindakan akan lebih dari sekedar kata-kata, dan mengeksploitasi orang lain akan kehilangan kekuasaan berdasarkan referensi. Integritas dapat diperlihatkan dengan kejujuran, memperlihatkan konsistensi terhadap nilai-nilai.
6. Kekuasaan Berdasarkan Keahlian (Expert Power)
Pengetahuan dan ketrampilan yang relevan dengan tugas adalah sumber utama kekuasaan personal di dalam organisasi. Pengetahuan yang unik mengenai cara terbaik untuk melaksanakan tugas atau menyelesaikan masalah penting memberikan pengaruh potensi kepada bawahan, rekan sejawat dan atasan. Akan tetapi, keahlian merupakan hanya jika orang lain tergantung pada agar untuk memberikan saran. Kekuasaan ini akan semakin besar bila masalah yang dihadapi oleh target hanya dapat diselesaikan oleh keahlian yang dimiliki oleh agen. Ketergantungan akan meningkat ketika target tidak dapat dengan mudah.
Pengetahuan khusus dan ketrampilan teknis akan tetapi menjadi sumber kekuasaan hanya selama ada ketergantungan terhadap mereka yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan tersebut. Jika masalah diselesaikan dengan tuntas atau orang lain belajar bagaimana menyelesaikan masalah tersebut sendiri, keahlian agen tidak lagi bernilai tinggi. Jadi, orang terkadang berusaha melindungi kekuasaan berdasarkan keahlian dengan mempertahankan produser dan teknik tetap sebagai rahasia yang terselubung, dengan menggunakan bahasa teknis sehingga pekerjaan kelihatan lebih sulit dan misterius, dan menghilangkan sumber informasi alternative tentang produser kerja seperti kerja seperti panduan tertulis, diagram, cetak biru dan program computer (Hickson el al, 1971)
Proposal atau permintaan harus dibuat dengan cara yang jelas dan meyakinkan, dan agen harus menghindari membuat pernyataan yang kontradiktif atau bimbang dalam posisi yang tidak konsisten. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa keahlian atasan juga dapat menyebabkan kebencian jika digunakan dengan menyiratkan bahwa target adalah bodoh atau payah. Dalam proses memberikan argument yan g rasional, beberapa orang melakukannya dengan cara arogan yang merendahkan diri. Dalam upaya untuk menjual proposalnya, mereka berapi-rapi dalam menyampaikan argumennya, secara kasar melakukan intrupsi
7. Kekuasaan Terhadap Informasi (Informastion Power)
Sumber kekuasaan lain yang juga penting adalah kendali atas informasi. Tipe kekuasaan ini melibatkan akses terhadap informasi vital dan kendali atas distribusi informasi kepada orang lain (Pettingrew, 1972). Beberapa akses untuk informasi merupakan hasil dari kedudukan seseorang dalam jaringan komunikasi dalam organisasi. Posisi manajerial sering kali memberikan kesempatan untuk mmendapatkan informasi yang tidak secara langsung tersedia bagi bawahan atau rekan sejawat (Minzberg, 1973, 1983). Batasan posisi peran ( seperti pemasaran, pembelian, hubungan masyarakat) memberikan akses pada informasi penting mengenai pristiwa dilingkungan eksternal organisasi. Akan tetapi, hal ini tidak hanya masalah kedudukan pada posisi penting dan memiliki informasi yang seolah muncul begitu saja; seseorang harus secara aktif terlibat dalam usaha membangun jaringan sumber informasi dan mengumpulkan informasi tersebut dari mereka (Kottler, 1982).
Pemimpin yang mengendalikan arus informasi vital mengenai pristiwa diluar organisasi memiliki sempatan untuk menginterprestasikan pristiwa ini untuk bawahan dan mempengaruhi persepsi dan sikap mereka (Kuhn 1963). Najer mengubah. Beberapa manajer mengubah informasi untuk membujuk orang lalin melakukan melakukan serangkaian tindakan yang diharapkannya. Contoh informasi yang diubah adalah mengedit laporan dan dokumen secara selektif, membiaskan inter prestasi data dan menyampaikan informasi yang salah. Beberapa manajer menggunakn kendali mereka atas distribusi informasi sebagai sebuah cara memperkuat kekuasaan mereka berdasrkan keahlian dan menigkatkan ketergantungan. Jika pemimpin merupakan satu-satunya orang yang “mengetahui apa yang sedang terji.” Bawan akan kekurangan bukti untuk membantah hak pimpinannya bahwa sebuah keputusan yang tidak populer itu dibenarkan karena alasan tertentu. Selain itu, kendali atas informasi akan memudahkan pemimpin untuk menutupi kekeliruan dan kesalahan yang sebaliknya akan merendahkan citra keahlian yang decara hati-hati telah diperihara. (Pfeffer, 1977a)
8. Kekuasaan Terhadap Ekologi (Ekologikal Power)
Kontrol terhadap lingkungan fisik, teknologi dan organisasi kerja memberikan memberikan kesempatan tidak langsung untuk mempengaruhi orang lain. Karena perilaku sebagian ditentuka oleh persepsi tentang kesempatan dan keterbatasan, perilaku tersebut dapat diubah dengan membangun kembali situasinya (Cartwright, 1965). Bentuk pengaruh seperti ini sering disebut “rekayasa situasi” atau “pengendalian secara ekologis.” Salah satu bentuk rekayasa situasi adalah dengan memodifikasi rancangan pekerjaan bawahan untuk meningkatkan motivasi bawahan (Oldham, 1980; Lawler, 1986). Pengelolaan aktivitas pekerjaan dan rancangan struktur formal adalah bentuk lain dari rekayasa situasi.
Bentuk lain dari rekayasa situasi adalah kendali atas lingkungan fisik tempat kerja. Sebagai contoh, pencahayaan atau suara pemberi tanda pada peralatan dapat digunakan untuk memberitahu operator bahwa telah waktunya untuk melakukan perawatan yang diperlukan atau mengingat operator untuk menghentikan pekerjaannya melakukan sesuatu karena bila dilanjutkan akan mengakibatkan kecelakaan atau mesin akan rusak. Rancangan aliran pekerjaan dan susunan fasilitas fisik menentukan karyawan mana yang saling berinteraksi dan siapa yang mengambil tindakan insiatif terhadap siapa. Lini perakitan yang menggunakan mesin menentukan kecepatan pekerjaan karyawan.
C. Pengaruh Konsep Kekuasaan
Untuk memahami komponen politik dari organisasi, mengkaji taktik dan strategi yang digunakan oleh seseorang atau subunit untuk meningkatkan peluangnya dalam memenangkan permainan politik, individu atau subunit dapat menggunakan beberapa taktik poltik untuk memperoleh kekuasaan dalam mencapai tujuan. Taktik memainkan politik dalam organisasi adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan ketidakmampuan mengganti. Jika dalam suatu organisasi hanya ada satu-satunya orang atau subunit yang mampu melakukan tugas yang dibutuhkan oleh subunit atau organisasi, maka ia atau subunit tersebut dikatakan sebagai memiliki ketidakmampuan mengganti.
2. Dekat dengan manajer yang berkuasa. Cara lain untuk memperoleh kekuasaan adalah dengan mengadakan pendekatan dengan manajer yang sedang berkuasa.
3. Membangun koalisi. Melakukan koalisi dengan individu atau subunit lain yang memiliki kepentingan yang berbeda merupakan taktik politik yang dipakai oleh manajer untuk memperoleh kekuasaan untuk mengatasi konflik sesuai dengan keinginanya.
4. Mempengaruhi proses pengambilan keputusan. Dua taktik untuk mengendalikan proses pengambilan keputusan agar penggunaan kekuasaan nampaknya memiliki legitimasi dan sesuai dengan kepentingan organisasi yaitu mengendalikan agenda dan menghadirkan ahli dari luar.
5. Menyalahkan atau menyerang pihak lain. Manajer biasanya melakukan ini jika ada sesuatu yang tidak beres atau mereka tidak dapat menerima kegagalannya dengan cara menyalahkan pihak lain yang mereka anggap sebagai pesaingnya.
6. Memanipulasi informasi. Taktik lain yang sering dilakukan adalah manipulasi informasi. Manajer menahan informasi, menyampaikan informasi kepada pihak lain secara selektif, mengubah informasi untuk melindungi dirinya.
7. Menciptakan dan menjaga image yang baik. Taktik positif yang sering dilakukan adalah menjaga citra yang baik dalam organisasi tersebut. Hal ini meliputi penampilan yang baik, sopan, berinteraksi dan menjaga hubungan baik dengan semua orang, menciptakan kesan bahwa mereka dekat dengan orang-orang penting dan hal yang sejenisnya.
Selain itu sejumlah studi telah mengidentifikasi kategori perilaku mempengaruhi yang proaktif yang disebut sebagai taktik mempengaruhi, antara lain :
1. Persuasi Rasional
Pemimpin menggunakan argumentasi logis dan bukti faktual untuk mempersuasi pengikut bahwa suatu usulan adalah masuk akal dan kemungkinan dapat mencapai sasaran.
2. Permintaan Inspirasional
Pemimpin membuat usulan yang membangkitkan entusiasme pada pengikut dengan menunjuk pada nilai-nilai, ide dan aspirasi pengikut atau dengan meningkatkan rasa percaya diri dari pengikut.
3. Konsultasi
Pemimpin mengajak partisipasi pengikut dalam merencanakan sasaran, aktivitas atau perubahan yang untuk itu diperlukan dukungan dan bantuan pengikut atau pemimpin bersedia memodifikasi usulan untuk menanggapi perhatian dan saran dari pengikut.
4. Menjilat
Pemimpin menggunakan pujian, rayuan, perilaku ramah-tamah, atau perilaku yang membantu agar pengikut berada dalam keadaan yang menyenangkan atau mempunyai pikiran yang menguntungkan pemimpin tersebut sebelum meminta sesuatu.
5. Permintaan Pribadi
Pemimpin menggunakan perasaan pengikut mengenai kesetiaan dan persahabatan terhadap dirinya ketika meminta sesuatu.
6. Pertukaran
Pemimpin menawarkan suatu pertukaran budi baik, memberi indikasi kesediaan untuk membalasnya pada suatu saat nanti, atau menjanjikan bagian dari manfaat bila pengikut membantu pencapaian tugas.
7. Taktik Koalisi
Pemimpin mencari bantuan dari orang lain untuk mempersuasi pengikut agar melakukan sesuatu atau menggunakan dukungan orang lain sebagai suatu alasan bagi pengikut untuk juga menyetujuinya.
8. Taktik Mengesahkan
Pemimpin mencoba untuk menetapkan validitas permintaan dengan menyatakan kewenangan atau hak untuk membuatnya atau dengan membuktikan bahwa hal itu adalah konsisten dengan kebijakan, peraturan, praktik atau tradisi organisasi.
9. Menekan
Pemimpin menggunakan permintaan, ancaman, seringnya pemeriksaan, atau peringatan-peringatan terus menerus untuk mempengaruhi pengikut melakukan apa yang diinginkan.
D. Otoritas dan Legitimasi Kekuasaan
1. Pengertian Otoritas Dan Legitimasi
Kekuasaan dapat didefenisikan sebagai hasil pengaruh yang diinginkan. Sehingga kesimpulan kekuasaan itu sebagai suatu konsep kuantitatif. Setiap bentuk kekuasaan itu akan ada yang lebih mendominasi, walau mungkin tak dapat dikatakan bahwa salah satu dari yang berkompetisi lebih berkuasa, namun secara kasar atau penglihatan dasar, akan ada salah satu memiliki kekuasaan yang lebih banyak. Untuk pengertian kekuasaan ada pengertian yang memandang kekuasaan itu dari segi positif, Talcott Parsons (Oktober 1957) mengatakan bahwa: Kekuasaan adalah kemampuan untuk menjamin terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, oleh kesatuan-kesatuan dalam suatu sistem organisasi kolektif.
Kewajiban adalah sah jika menyangkut tujuan-tujuan kolektif. Jika ada perlawanan, maka pemaksaan melalui sanksi-sanksi negatif dianggap wajar, terlepas dari siapa yang melaksanakan pemaksaan itu. Dalam hal ini, Talcott melihat bahwa kekuasaan itu pendukung untuk mencapai tujuan bersama atau kolektif, sehingga untuk mencapai tujuan itu butuh suatu kekuasaan untuk mengatur hingga terlaksananya kewajiban-kewajiban yang mengikat, apabila ada yang tidak mengikuti ataupun melanggar akan mendapat sanksi. Dan dalam pelaksanaan sanksi tentunya ada pihak yang berwenang atau memiliki otoritas.
Selanjutnya pengertian dari Authority atau otoritas/wewenang. Menurut Robert Bierstedt dalam karangannya An Analysis of Social Power mengatakan bahwa wewenang (authority) adalah institutionalized power (kekuasaan yang dilembagakan).[1] Kekuasaan yang hadir dan telah ada tentunya membutuhkan sebuah faktor pendukung lain dalam pelaksanaannya, dan tentunya juga butuh sebuah pengaturan yang terstruktur sehingga tidak amburadul dan tidak jelas mana yang memiliki hak berkuasa dan mana yang tidak. Hampir sama dengan yang apa disampaikan oleh Robert Bierstedt, Harold D. Laswell dan Abraham Kaplan dalam buku Power and Society mengatakan bahwa wewenang itu adalah kekuasaan yang formal. Formalnya sebuah kekuasaan membuat kekuasaan memiliki wewenang dan hak untuk mengeluarkan perintah dan membuat peraturan serta memiliki otoritas untuk memberikan sanksi bila aturan atau perintah tersebut dilanggar dan tidak dilaksanakan.
Namun, walau telah ada kekuasaan dan telah dilembagakan atau sah, masih ada faktor lain untuk dapat dengan efektif dan mengurangi pemaksaan dan kekrasan dalam pelaksanaannya. Sebuah kekuasaan tentunya harus memiliki pengakuan atau keabsahan. Keabsahan adalah keyakinan anggota-anggota masyarakat bahwa wewenang yang ada pada seseorang, kelompok, atu penguasa adalah wajar dan patut dihormati. Kekuasaan yang telah memiliki wewenang dan telah memiliki keabsahan atau pengakuan dari anggota-anggota masyarakat, akan banyak membantu dalam kestabilan pemerintahan dan juga memberikan arti keberhasilan dalam memimpin. Tidak ada yang memberontak, tidak ada protes yang ekstrim, sehingga dalam pelaksanaannya kekuasaan bisa lebih tenang dan tidak perlu untuk melakukan pemaksaan dan kekerasan untuk membuat anggota masyarakat untuk patuh dan taat pada perintah dan aturan yang berlaku.
2. Hubungan antara Kekuasaan, wewenang dan legitimasi
Kekuasaan yang telah memiliki wewenang yang kemudian diakui atau terlegitimasi, maka aka nada sebuah siklus hubungan yang saling mempengaruhi. Kekuasaan hanyalah sebuah bentuk kekuatan atau pengaruh yang tertanam pada setiap anggota, namun tidak terstruktur atau resmi maka kekuasaan itu hanya sebuah bentuk yang semu dan tanpa disadari akan hilang dengan sendirinya kekuasaan itu dan juga tidak bisa mendorong ataupun memberikan hak untuk mengeluarkan perintah, membuat peraturan dan memberikan sanksi pada yang tidak patuh atau yang salah. Dan sebuah wewenang itu menjadi kunci untuk bisa memberikan perintah, dan hak lain sebagai pennguasa. Ketika kekuasaan telah memiliki wewenang, akan ada sebuah tantangan untuk bisa membuat anggota untuk patuh dan mengikuti perintah dan aturan yang dibuat penguasa, maka harus ada sebuah keterkaitan antara penguasa dan anggota masyarkat untuk membuat sebuah Negara menjadi tenang dan tanpa kekerasan dalam pelaksanaan kekuasaannya. Dibutuhkan sebuah pengakuan atau keabsahan dari kekuasaan yang berwewenang, hal tersebut untuk menghindari kekerasan dan juga pemaksaan pada anggota masyarakat untuk mengikuti aturan dan perintah dari penguasa.
3. Peranan Kekuasaan dalam Kemajuan Negara
Kemajuan sebuah Negara sangat dipengaruhi oleh kualitas warga negaranya dan juga kualitas pemimpinnya, setiap Negara memiliki sumber daya yang berbeda-beda baik dari segi kualitasa atupun kuantitas. Kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa haruslah memberikan dampak yang positif dan mensejahterakan anggota masyarakatnya. Jadi, kekuasaan atau penguasa memiliki peranan dalam kemajuan sebuah Negara dalam bentuk kebijakan-kebijakan. Kebijakan yang dikeluarkan sudah semestinya harus mensejahterkan anggota masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep kekuasaan sangat penting untuk memahami bagaimana orang mampu saling mempengaruhi dalam organisasi (Mitzberg, 1983; feffer, 1981, 1992), kekuasaan melibatkan kapasitas dari satu pihak(agen) untuk mempengaruhi pihak lain(target). Konsep ini lebih fleksibel untuk digunakan dengan berbagai cara. istilah ini sangat perpewngaruh agen terhadap seseorang sebagai satu target, atau terhadap berbagai orang yang menjadi target.terkadang istilah ini menunjukan potensi pengaruh atas hal-hal atau peristiwa dan juga sikap dan prilaku. Terkadang agen merupakan kelompok atasu organisasi bukannya individual.
Terkadang kekuasaan didefenisikan dalam konteks relatif bukanya absolut yang berarti batasan dimana agen tersebut mempunyai pengaruh lebih besar terhadap target dibandingkan dengan yang dimiliki target terhadap agen akhirnya terdapat berbagai jenis kekuasaan dan satu agen bisa mempunyai lebih banyak .
Meningkatnya kekuasaan memberi penghargaan oleh bawahan terhadap atasannya sangat terbatas pada sebagian besar organisasi. Beberpa organisasi memberikan mekanisme formal kepada bawahan untuk mengevaluasi pimpinannya. Namun, bawahan biasanya mempunyai pengaruh tidak langsung reputasi pimpinannya dan prospek untuk mendpatkan kenaikan gaji atau promosi.
B. Saran
Pembagian kekuasaan merupakan hal yang bermanfaat bagi jalannya pemerintahan yang lebih efektif dan lebih adil. Walaupun pemisahan kekuasaan secara absolut sulit untuk dijalankan, pemerintah harus tetap bekerja keras untuk menjalankan pemisahan kekuasaan yang ada. Indonesia harus menjalankan pemerintahan yang bersih. Hal itu merupakan upaya pemerintah dalam menjamin tegaknya hak rakyat dalam sebuah negara.
Untuk mengawasi ketiga lembaga yang berfungsi secara terpisah tersebut, maka pemerintahan harus giat melaksanakan check and balances sehingga fungsi dan tujuan utama dari negara untuk memakmurkan rakyatnya dapat terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
1. https://id.wikipedia.org/wiki/Konsep_kekuasaan
2. http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan
3. http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adpu4334/w2_5_1.htm
4. http://abc.kuliahgratis.net/kekuasaan/
No comments:
Post a Comment