SEJARAH PEREKONOMIAN ISLAM PADA MASA DAULAH
UMAYAH DAN DAULAH ABBASIYAH
A. Masa Daulah Abbasiyah
Dari perspektif Sejarah Peradaban Islam, pemerintahan Bani Umayyah disebut sebagai masa keemasan pencapaian kejayaan pemerintahan Islam. Meskipun masa pemerintahannya tidak cukup satu abad (90-91 tahun), tetapi berbagai kemajuan yang dicapai selama pemerintahan ini dapat dikatakan sangat luar biasa termasuk ke dalamnya adalah kesuksesan dalam perluasan wilayah pemerintahan Islam dan jumlah penduduk yang masuk Agama Islam. Sebaliknya, disamping dicap sebagai pemerintahan yang membidani lahirnya pemerintahan monarchie heredetis (kerajaan turun temurun) juga seperti disebut oleh Dr. Muhammad Quthb , bahwa pada masa kekhalifahan Umayyah telah terjadi kemunduran Islam, sehingga pJustify Fullada saat berakhirnya masa pemerintahaan ini muncul anggapan bahwa Islam akan hilang dari permukaan bumi.
Dibandingkan dengan bidang-bidang keilmuan lain, sumbangan pemerintahan kekhalifahan Bani Umayyah di bidang ekonomi memang tidak begitu monumental, karena pada zaman pemerintahan ini, pemikiran-pemikiran ekonomi lahir bukan berasal dari ekonom murni intelektual muslim, tetapi berasal dari hasil interpretasi kalangan ilmuan lintas-disiplin yang berlatar belakang fiqh, Tasawuf, filsafat, sosiologi, dan politik. Namun demikian, terdapat beberapa sumbangan pemikiran mereka terhadap kemajuan ekonomi Islam, di antaranya adalah perbaikan terhadap konsep pelaksanaan transaksi salam , murabaha, dan muzara’ah, serta kehadiran Kitab al Kharaj yang ditulis oleh Abu Yusuf yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Hasyim secara eksklusif membahas tentang kebijaksanaan ekonomi, dipandang sebagai sumbangan pemikiran-pemikiran ekonomi yang cukup berharga.
Terdapat beberapa prinsip dasar sistem ekonomi Islam sebagai dasar untuk pengembangan sistem ekonomi Islam dalam suatu pemerintahan atau negara, yakni :
1. Kebebasan Individu
Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah negara Islam. Tanpa kebebasan tersebut individu muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
2. Hak terhadap Harta
Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta, tetapi Islam memberi batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat umum.
3. Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar
Meskipun Islam mengakui adanya keadaan dimana ekonomi antara orang-perorang tidak sama, namun Islam mengatur perbedaan tersebut dalam batas-batas wajar dan adil.
4. Kesamaan sosial
Islam mengatur agar setiap sumber-sumber ekonomi/kekayaan negara dapat dinikmati oleh semua masyarakat, bukan oleh sekelompok masarakat saja. Disamping itu Islam juga menetapkan, bahwa setiap individu dalam suatu negara mempunyai kesempatan yang sama untuk berusaha dan mendapatkan pekerjaan atau menjalankan berbagai aktivitas ekonomi.
5. Jaminan sosial
Setiap individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam; dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing-masing. Tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara adalah menjamin setiap warga negara, dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip ” hak untuk hidup”.
6. Distribusi kekayaan secara meluas
Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu orang dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat.
7. Larangan Menumpuk kekayaan
Sistem ekonomi Islam melarang individu mengumpulkan harta kekayaan secara berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam negara.
8. Larangan terhadap organisasi anti sosial
Sistem ekonomi Islam melarang semua praktek yang merusak dan antisosial yang terdapat dalam masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.
9. Kesejahteraan individu dan masyarakat
Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling melengkapi satu dengan yang lain, bukan saling bersaing dan bertentangan antar mereka.
B. Masa Daulah Abbasiyah
Peran penting ekonomi sangat di sadari oleh para khalifah Dinasti Abbasiyah dalam menentukan maju mundurnya suatu negara. Oleh karena ini, mereka memberikan perhatian khusus pada pengembangan sektor ini, terutama periode pertama Dinasti Abbasiyah . upaya kearah kemajuan ini sebenarnya sudah di mulai sejak masa pemerintahan al-Mansur. Yaitu dengan di pindahkannya pusat pemerintahan ke baghdad tiga tahun setelah dia di lantik menjadi khalifah.[1] Dijadikannya kota baghdad sebagai pusat kendali pemerintahan itu mempunyai arti tersendiri bagi perkembangan dan kemajuan di bidang ekonomi.
Baghdad merupakan sebuah kota yang terletak didaerah yang sangat strategis bagi perniagaan dan perdagangan. Sungi tigris bisa dilayari sampai kota ini. Begitu juga terdapat jalur pelayaran ke sungai eufrat yang cukup dekat. Sehingga barang-barang dagangan dan perniagaan dapat diangkut menghilir sungai eufratdan tigris dengan menggunakan perahu-perahu kecil. Di samping itu, yang terpenting ialah tedapatnya jalan nyaman dan aman dari semua jurusan.[2] Akhirnya Baghdad menjadi daerah sangat ramai, karena disamping sebagai ibu kota kerajaan juga sebagai kota niaga yang cukup marak pada masa itu. Dari situlah negara akan dapat devisa yang sangat besar jumlahnya.
Selain itu faktor pertambahan jumlah penduduk juga merupakan suatu faktor turut meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dimana semakin pesat pertumbuhan penduduk, maka semakin besar dan banyak pula faktor permintaan pasar (demand). Hal ini pada gilirannya memicu produktivitas ekonomi yang tinggi.
Adapun komoditi yang menjadi primadona pada masa itu adalah bahan pakaian atau tekstil yang menjadi konsumsi pasar asia dan eropa. Sehingga industri di bidang penenunan seperti kain, bahan-bahan sandang lainnya dan karpet berkembang pesat. Bahan-bahan utama yang digunakan dalam industri ini adalah kapas, sutra dan wol.[3] Industri lain yang juga berkembang pesat adalah pecah belah, keramik dan parfum.[4] Disamping itu berkembang juga industri kertas yang di bawa ke Samarkand oleh para tawanan perang Cina tahun 751 M. di Samarkan inilah produksi dan ekspor kertas dimulai. Hal ini rupanya mendorong pemerintah pada masa Harun al-Rasyid lewat wazirnya Yahya ibn Barmak mendirikan pabrik kertas pertama di Baghdad sekitar tahun 800 M.[5] salah satu bukti manuskrip Arab tertua yang ditulis diatas kertas yang ditemukan adalah manuskrip tentang hadis yang berjudul Gharib al-Hadis karya Abu Ubayd al-Qasim ibn Sallam (w. 837 M) yang dicetak bulan Dzulqa’dah 252 H (13 November – 12 Desember 866), disimpan di perpustakaan Leiden[6]
Komoditas lain yang berorientasi komersial selain, logam, kertas, tekstil, pecah belah, hasil laut dan obat-obatan adalah budak-budak. Mereka setelah dibeli oleh tuannya dipekerjakan seperti di ladang pertanian, perkebunan dan pabrik. Namun bagi pemerintah, budak-budak direkrut sebagai anggota militer demi pertahanan negara.[7]
Sebagai alat tukar, para pelaku pasar menggunakan mata uang dinar (emas) dan dirham (perak). Penggunaan mata uang ini secara ekstensif mendorong tumbuhnya perbankan. Hal ini disebabkan para pelaku ekonomi yang melakukan perjalanan jauh, sangat beresiko jika membawa kepingan-kepingan tunai uang tadi. Sehingga bagi para pedagang yang melakukan perjalanan digunakanlah sistem yang dalam perbankan modern disebut Cek, yang waktu itu dinamakan Shakk. Dengan adanya sistem ini pembiayaan menjadi fleksibel. Artinya uang bisa didepositokan di satu bank di tempat tertentu, kemudian bisa ditarik atau dicairkan lewat cek di bank yang lain. Dan cek hanya bisa dikeluarkn oleh pejabat yang berwenang yaitu bank. Lebih jauh bank pada masa ini kejayaan Islam juga sudah memberikan kredit bagi usaha-usaha perdagangan dan industri. Selain itu bank juga sudah menjalankan fungsi sebagai Currency Exchange (penukaran mata uang).[8]
Kemajuan di bidang ekonomi tentunya berimbas pada kemakmuran rakyat secara keseluruhan. Puncak kemakmuran rakyat dialami pada masa Harun al-Rasyid (786-809M) dan putranya al-Ma’mun (813-833 M). kekayaan yang melimpah pada masa ini digunakan untuk kegiatan-kegiatan di berbagai bidang seperti sosial, pendidikan, kebudayaan, pendidikan, Ilmu Pengetahuan, kesehatan, kesusastraan dan pengadaan fasilitas-fasilitas umum. Pada masa inilah berbagai bidang-bidang tadi mencapai puncak keemasannya.
Kemajuan ekonomi dan kemakmuran rakyat pada masa ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :
1. relatif stabilnya kondisi politik sehingga mendorong iklim yang kondusif bagi aktivitas perekonomian.
2. Tidak adanya ekspansi ke wilayah-wilayah baru sehingga kondisi ini dimanfaatkan oleh masyarakat guna meninggkatkan taraf hidup dan kesejahtraan mereka.
3. Besarnya arus permintaan (demand) untuk kebutuhan-kebutuhan hidup baik yang bersifat primer, sekunder dan tersier, telah mendorong para pelaku ekonomi untuk memperbanyak kuantitas persediaan (supply) barang-barang dan jasa.
4. Besarnya arus permintaan (demand) akan barang tersebut disebabkan meningkatnya jumlah penduduk, terutama di wilayah perkotaan yang menjadi basis pertukaran aneka macam komoditas komersial.
5. Luasnya wilayah kekuasaan mendorong perputaran dan pertukaran komoditas menjadi ramai. Terutama wilayah-wilayah bekas jajahan Persia dan Byzantium yang menyimpan potensi ekonomi yang besar.
6. Jalur transfortasi laut serta kemahiran para pelaut muslim dalam ilmu kelautan atau navigasi.
7. Etos kerja ekonomi para khalifah dan pelaku ekomoni dari golongan Arab memang sudah terbukti dalam sejarah sebagai ekonom yang tangguh. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa perdagangan sudah menjadi bagian hidup orang Arab, apalagi kenyataan juga mengatakan bahwa Nabi sendiri juga adalah pedagang.
No comments:
Post a Comment