I. PENDAHULUAN
Tantangan zaman yang menjepit umat Islam saat berdirinya Muhammadiyah pada tahun 1912 dapat disebutkan antara lain; umat Islam hampir di seluruh dunia berada di bawah belenggu cengkraman penjajahan, kebekuan pemikiran keagamaan dan rendahnya mutu pendidikan.[1]Dalam situasi seperti ini, Muhammadiyah hadir di tengah-tengah masyarakat untuk
mengadakan reformasi atau gerakan pembaharuan yang membawa nilai-nilai kebenaran, kedamaian dan keadilan. Muhammadiyah mayakini sepenuhnya bahwa pemikiran dan pola kehidupan sosial keaamaan perlu dikembangkan sebagai amanat kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara baik dalam menyelesaikan krisis maupun untuk membangun tatanan baru ke arah peningkatan kualitas kehidupan beragama, sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan.
Bentuk perjuangan sosial keagamaan Muhammadiyah memiliki corak dan warna tersendiri. Muhammadiyah tidak melibatkan diri dalam gerakan politik praktis, meskipun orang-orangnya memahami persis liku-liku persoalan politik, sehingga sampai saat ini, Muhammadiyah tetap istiqamah untuk tidak mengubah jati dirinya menjadi organisasi politik Islam. Berbeda dengan corak gerakan keagamaan Islam yang menonjolkan sifat sosial seperti pembaharuan pemikiran Islam Jamaluddin al-Afgani, yang mengambil langkah pergerakannya dengan menyebarkan gagasan dan ide-ide Pan-Islamisme. Muhammad Abduh lebih menonjolkan pemurni dan pembaharu dalam wilayah pendidikan dan bidang-bidang lainnya.
Dari gambaran di atas, maka penulis akan megemukakan pokok permasalahan yaitu : Bagaimana gerakan pembaharuan sosial keagamaan Muhammadiyah ?
II. MUHAMMADIYAH DAN PENDIRINYA
A. Pengertian
Muhammadiyah berarti pengikut Muhammad yang mengandung pengertian sebagai sekelompok orang yang berusaha atau pelanjut dakwah rasul dalam mengembangkan tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, Muhammadiyah dimaksudkan sebagai organisasi yang gerak perjuangannya ditujukan untuk mengembankan suatu tata kehidupan masyarakat sebagaimana dikehendaki Islam,[2]yang bertujuan untuk menyebarkan agama Islam, baik melalui pendidikan maupun gerakan sosial.[3]Dengan demikian, tercipta masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
B. Biografi K. H. Ahmad Dahlan
K. H. Ahmad Dahlan dilahirkan di kampung Kauman, Yogyakarta pada tahun 1285 H., atau 1868 Masehi dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya bernama K. H. Abu Bakar bin K. H. Sulaiman dan ibunya adalah anak H. Ibrahim, penghulu saat itu.
Pada mulanya belajar mengaji pada ayahnya sendiri. sesudah remaja, ia mempelajari Ilmu Tafsir dan Hadis, Bahasa Arab dan Ilmu Fiqh pada tahun 1883. Ketika berumur 15 tahun Muhammad Darwis berangkat ke tanah suci Mekkah untuk menunaikan ibadah haji, dan bermukim selama 5 tahun, dan mendalami berbagai ilmu agama, seperti Qiraat, Tafsir, tauhid, Tasawuf, Ilmu Falak, Bahasa Arab. Pada usia 20 tahun kembali ke Yogyakarta dan beliau menjadi seorang ulama dan ahli agama dengan ilmu yang dalam dan pengalaman yang luas.[4]Dan ia bercita-cita untuk membuat kajian-kajian agama atau Majelis Ta’lim untuk memberikan pengetahuan tentang pembaharuannya yang relevan dengan ajaran Islam. Dari sinilah murid-murid-nya mengusulkan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang bersifat permanen.
Organisasi Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18 November 1912, dan berkembang di pulau Jawa bahkan di berbagai daerah seperti di Sumatera dan Sulawesi dan sampai sekarang ini Muhammadiyah berada di urutan ke 2 organisasi terbesar di Indonesia setelah NU.
III. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG LAHIRNYA MUHAMMADIYAH
Adapun faktor-faktor yang mendorong lahirnya Muhammadiyah adalah untuk mengatasi keadaan masyarakat Indonesia yang tidak memuaskan pada waktu itu, di antaranya ;
1. Masyarakat Islam belum sepenuhnya hidup sesuai dengan ajaran agama dan tuntunan Alquran dan hadis. Masyarakat Islam tidak berkembang karena masih dihambat oleh perbuatan seperti bid’ah, tahayyul, khurafat dan syirik yang tidak sesuai dengan ajaran Islam
2. Masyarakat Islam hidup dalam penjajahan yang menghambat perkembangan politik, ekonomi, sosial budaya dan keagamaannya
3. Masyarakat dalam keadaan tidak bersatu dan kurang adanya Ukhuwah Islamiyyah.
4. Masyarakat Islam belum menjalankan sistem pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kemajuan zaman. Pendidikan dan pengajaran Islam masih serba kuno, terisolasi dan belum dapat memenuhi tuntutan kemajuan zaman.
5. Pemerintah Hindia Belanda menjalankan kebijaksanaan kegamaan yang lebih dulu menguntungkan masyarakat keagamaan di luar masyarakat Islam sendiri.[5]
6. Ingin membentuk suatu masyarakat di mana di dalamnya benar-benar berlaku segala ajaran rukun Islam. [6]
IV. AMAL USAHA/PEMBAHARUAN MUHAMMADIYAH
A. Bidang Pendidikan
Lahirnya pemikiran Muhammadiyah tampaknya dilatarbelakangi oleh berbagai faktor yang berakar dari adanya rasa tidak puas terhadap sistem pendidikan yang dualistis yaitu sistem pendidikan Barat yang lebih mengembangkan aspek intelektual, atau sistem pendidikan yang bercorak sekuler yang bersifat negatif terhadap agama dan membuat jarak sosial dengan mayoritas kelompok sosial lainnya. Dalam waktu yang sama lembaga pendidikan Islam tetap mempertahankan ciri pendidikannya yang khas, yang belum tersentuh oleh arus kebudayaan Barat. Bahkan, pelajaran masih terpusat pada kitab-kitab lama dengan metode yang belum banyak berubah sejak lembaga pendidikan itu didirkan.[7]Misalnya saja, dalam dunia pesantren; literatur kitab-kitab kuning menjadi perioritas utama, dan mengabaikan kitab-kitab umum yang berasal dari Barat.
K. H. Ahmad Dahlan memandang bahwa kedua jenis pendidikan yang demikian sangat tidak memuaskan sehingga ia tidak cenderung pada salah satunya, tetapi mencoba untuk mengkompromikan segi-segi positif dan kedua jenis pendidikan dan mengatasi kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. K. H. Ahmad Dahlan mencetuskan ide-ide dan pikiran-nya, di antara pokok pikirannya adalah :
1. Memasukkan pelajaran agama ke dalam lembaga pendidikan Barat dengan membangun sekolah swasta yang meniru sekolah gubernemen dengan memberikan mata pelajaran agama di dalamnya. Dengan demikian, pemikiran Muhammadiyah mempunyai andil yang nesar dalam menjadikan pelajaran agama sebagai mata pelajaran yang diakui di sekolah-sekolah pemerintah. Hingga saat ini, mata pelajaran agama tercantum sebagai salah satu bidang studi di sekolah-sekolah negeri dengan ketetapan MPRS No. XXVII/MPRS/1966 psl 2 dan 3, serta keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 008.C/U/1975 yang menetapkan sembilan bidang studi yang wajib diikuti oleh murid-murid yang beragama Islam.[8]
2. Penetapan sistem pendidikan Barat dalam lembaga pendidikan agama.
K. H. Ahmad dahlan berusaha untuk mengkompromikan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu pengetahuan yang datang dari Barat yang bertujuan untuk menciptakan sistem pendidikan yang melahirkan manusia yang memiliki kedua jenis pengetahuan tersebut. Adapun bahan pelajaran yang dimasukkan ke dalam bidang agama adalah :
a. Kitab-kitab Fikih dan Mazhab Syafii
b. Ilmu Tasawuf karangan al-Gazali
c. Ilmu Kalam dan kitab Risalat al-Tauhid oleh Muhammad Abduh
Pengetahuan umum yang diajarkan meliputi :
a. Ilmu Sejarah
b. Ilmu Hitung
c. Menggambar
d. Bahasa Melayu
e. Bahasa Belanda
f. Bahasa Inggris
Dengan gerakan pendidikan yang demikian, Muhammadiyah telah membawa pembahruan dalam bidang pendidikan, baik dengan memasukkan mata pelajaran agama di sekolah-sekolah umum dengan menyerap ilmu-ilmu yang datang dari Barat dan Muhammadiyah tidak bersifat apriori terhadap Barat.
Usaha pendidikan Muhammadiyah teruis berkembang dewasa ini, Muhammadiyah sudah mendirikan lembaga pendidikan mulai dari TK sampai PT.
Keberhasilan dalam bidang pendidikan memang sangat jelas. Sampai saat ini, Muhammadiyah memiliki 84 Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia dan yang sangat menonjol dan berkualitas adalah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS). Keberhasilan dari pendidikan ini melahirkan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang menjadi pemimpin adalah seperti Prof. DR. Amin Rais, dan Prof. Drs. H. Abd. Malik Fdjar, M.Sc dan tokoh-tokoh yang lainnya.
Tujuan pembaharuan pendidikan yang dilakukan Muhammadiyah adalah mencerdaskan bangsa, terutama Islam, agar mampu berpikir rasional meninggalkan kebekuan akal dan taklid buta yang amat merugikan, tetapi tetap berdasarkan kaidah agama Islam.
B. Bidang Dakwah
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah berupaya meng-ubah pikiran, perasaan dan tingkah laku manusia menjadi islami sehingga terbentuk tatanan masyarakat Islam.
Salah satu kebijaksanaan Muhammadiyah yang perlu dicatat ialah, bahwa di samping dakwah dengan lisandibarengi dengan dakwa bi al-hal. Ia mendirikan panti-panti anak yatim, bantuan-bantuan kesehatan, klinik-klinik, rumah bersalin sehingga umat dapat merasakan faedah kehadiran Muhammadiyah.[9]Kedua media dakwah tersebut, yakni bi al-lisan dan bi al-hal, tinggal meningkatkan dan menyesuaikan dengan perkembangan modernisasi dan teknologi.
Muhammadiyah dengan gerakan dakwahnya sangat bermanfaat bagi umat Islam, baik yang berada di desa-desa maupun di kota-kota, Muhammadiyah telah menyumbangkan peran aktifnya melalui gerakan penuda seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) meng-adakan dakwah atau tabligh di berbagai masjid, baik berupa pengkaderan maupun pengajian-pengajian keislaman.
C. Bidang Ekonomi
Visi dan pandangan hidup keagamaan warga Muhammadiyah perlu juga mempertajam kepekaannya dalam wilayah enterprineurship (kewiraswastaan). Gerakan sosial keagamaan yang berjalan tanpa dibarengi dan diperkokoh oleh basis kekuatan ekonomi akan pincang. Jika dahulu basis-basis kekuatan ekonomi terpusat kepada industri kecil, sekarang beralih ke wilayah pengelolaan lembaga pendidikan. Hanya saja ,pengelolaan lembaga pendidikan sebagai sumber ekonomi belum dapat dikelola secara profesional.[10]
D. Akidah dan Ibadah
Pandangan Muhammadiyah dalam masalah akidah antara lain adalah tahyul dan khurafat merupakan penyebab utama keterbelakangan umat. Karena itu, keyakinan umat terhadap tahyul dan khurafat harus dikikis habis-habisan, sehingga mereka memperpegangi dan memiliki akidah yang kuat, serta membuat diri mereka lebih maju.
Dalam masalah ibadah, yang menjadi tujuan utama Muhammadiyahdalam bidang usahanya adalah memberantas bid’ah. Menurut Muhammadiyah, bid’ah merupakan kesesatan yang tidak pernah dipraktekkan oleh Nabi saw.
Dengan demikian, agenda pembaharuan pemikiran keagamaan Muhammadiyah yang pluralis sosial keagamaan, tetap saja aktual dan sinkron dengan pembangunan bangsa.
V. KESIMPULAN
1. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam amar ma’ruf nahi munkar, sejak kehadirannya di Indonesia tetap istiqamah dalam cita-citanya menuju masyarakat adil dan makmur yang diridhai oleh Allah swt.
2. Untuk mencapai maksud dan tujuannya, Muhammadiyah me-laksanakan dakwah dengan melalui amal usahanya baik di bidang pendidikan, dakwa, ekonomi serta sosial kemasyarakatan.
3. Muhammadiyah telah banyak memberikan andilnya terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Sampai saat ini, Muhammadiyah bersama-sama pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia memperjuangkan cita-cita reformasi di banyak bidang.
KEPUSTAKAAN
Abdullah, Amin. Dinamika Islam Kultural Pemetaan atas Wacana Keislaman Kontemporer. Bandung: Mizan, 2000.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., Sejarah Daerah Istimewah Yogyakarta. Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Daerah, 1976/1977.
Karim, Rusli. Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar. Cet.I; Jakarta: Rajawali, 1986.
Lubis, Arbiyah. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh; Suatu Studi Perbandingan. Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Ma’arif, A. Syafi’i. Independensi Muhammadiyah di Tengah Pergumulan Pemikiran Islam dan Politik. Cet.I; Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000.
Mulkam, Abd. Munir. Pemikiran K.H. Ahmad Dahlandan Muhammadiyah dalam Perspektif Pembahraun Sosial. Cet.I; Jakarta: Bumi Aksara, 1990.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942. Cet.I; Jakarta: LP3S, 1991.
Safwa, Mardana. K. H. Ahmad Dahlan; Riwayat Hidup dan Perjuangannya. Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996.
Shaleh, Abdurhaman. Pendidikan Islam di Sekolah Dasar. Jakarta: Bulan Bintang, 1977.
[1]Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural Pemetaan atas Wacana Keislaman Kontemporer (Bandung: Mizan, 2000), h. 95
[2]Abd. Munir Mulkam, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam Perspektif Pembahraun Sosial (Cet.I; Jakarta: Bumi Aksara, 1990), h. 5.
[3]Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh; Suatu Studi Perbandingan (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 16.
[4]Mardana Safwa, K. H. Ahmad Dahlan; Riwayat Hidup dan Perjuangannya (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1996), h. 34.
[5]Ibid., h. 49. Lihat pula Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Cet.I; Jakarta: LP3S, 1991), h. 86. Bandingkan dengan A. Syafi’i Ma’arif, Independensi Muhammadiyah di Tengah Pergumulan Pemikiran Islam dan Politik (Cet.I; Jakarta: Pustaka Cidesindo, 2000), h. 10.
[6]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI., Sejarah Daerah Istimewah Yogyakarta (Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Pencatatan Daerah, 1976/1977), h. 183-184.
[7]Arbiyah Lubis, op. cit., h. 103.
[8]Disadur dari Abdurhaman Shaleh, Pendidikan Islam di Sekolah Dasar (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 42 dan 62.
[9]Rusli Karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar (Cet.I; Jakarta: Rajawali, 1986), h. 390.
[10]Amin Abdullah, op. cit., h. 148.
No comments:
Post a Comment