KARYA TULIS
TINJAUAN SINGKAT MENGENAI PERKEMBANGBIAKAN KOMODODI MUSEUM BIOLOGI UGM YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR
Allhamdullilahhirabbilalamin,
Penyusun panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan segala pikiran, kesehatan, kemauan, dan semangat dalam menyusunan karya tulis ini, dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran di SMA Negeri 1 Pangandaran. Karya Tulis ini berjudul “TINJAUAN SINGKATMENGENAI PERKEMBANGBIAKAN KOMODO DI MUSEUM BIOLOGI UGM YOGYAKARTA ”. Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Merupakan suatau kewajiban bagi pelajar untuk menyusun Karya Tulis ini. Kesempatan ini akan dijadikan sebagai ajang pembelajaran dan pengembangan diri membuka wawasan. Adapun sesuai dengan maksud dan tujuan makalah ini, penyusun hendak mengangkat dan memperkenalkan tentang studi lapangan ke Yogyakarta dengan sasaran tujuan Museum Biologi sebagai hasil pembelajaran yang nyata bagi siswa SMA Negeri 1 Panganadaran.
Karya Tulis ini tidak hanya dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi Karya Tulis ini memiliki tujuan untuk menginformasikan lebih lengkap mengenai Komodo dan lebih khususnya mengenai perkembangbiakan Komodo. Dalam Karya Tulis ini tidak langsung membahas tentang tujuan awal, yaitu membahas mengenai perkembangbiakan Komodo, namun penulis akan menginformasikan klasifikasi, anatomi, morfologi , fisiologi dan masih banyak lagi. Tak lupa Karya Tulis ini dilengkapi dengan gambar – gambar yang sangat menarik yang berkenaan dengan Komodo.
Atas keberhasilan penulis dalam menyusun Karya Tulis ini, Penulis sangngat bangga dan puas. Namun dalam penyusunan Karya Tulis ini Penulis tak luput dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu sudah sepantasnya Penulis menyampaikan terimaksih kepada yang terhormat :
Akhir kata semoga penyusun karya tulis ini dapat menjadi pengantar dan inspirasi yang bermanfaat bagi penyusun maupun untuk pembaca yang budiman.
Pangandaran, Januari 2013
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....
KATA PENGANTAR...........
DAFTAR ISI.................................
DAFTAR GAMBAR........
BAB I PENDAHULUAN..........................
1.1 Latar Belakang.........
1.2 Alasan Pemilihan Judul.......
1.3 Maksud dan Tujuan.........
1.4 Rumusan Masalah...............
1.5 Pembatasan Masalah....................
1.6 Metode Pengumpulan Data.............................
1.7 Sistematika Penulisan ............................
BAB II LANDASAN TEORI...........
2.1 Komodo dan Klasifikasinya..........
2.2 Perkembangbiakan Komodo...............
2.3 Morfologi dan Anatomi Komodo.................
2.4 Mengenali Fisiologi pada Komodo.................
2.5 Ekologi, Cara hidup dan Prilaku Komodo..................
2.6 Proses Makan Komodo ........
2.7 Bisa dan Bakteri Komodo..........
2.8 Reproduksi Komodo...............
2.9 Komodo Dan Proses Evolusi ......
BAB III PEMBAHASAN......
3.1 Partenogenesis....................
3.2 Manusia Dan Komodo..........
3.3 Konservasi Komodo..............
3.4 Penangkaran Komodo............
BAB IV PENUTUP...............
1.1 Kesimpulan................
1.2 Saran...........................
DAFTAR PUSTAKA.............
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Komodo....................................................................................
2. Gambar 2.3 Kulit komodo............................................................................
3. Gambar 2.4 Habitat Komodo.......................................................................
4. Gambar 2.5 Kaki dan ekor komodo..............................................................
5. Gambar 2.8 Aktifitas Reproduksi Komodo..................................................
6. Gambar 3.1 Bayi komodo partenogenetik di Kebun Binatang
Gembira Loka...........................................................................
7. Gambar 3.2 Keakraban manusia dengan komodo........................................
8. Gambar 3.3 Dua ekor komodo di Pulau Komodo........................................
9. Gambar 3.4 Komodo di Kebun Binatang Toronto.......................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komodo adalah hewan purba yang langka dan yang masih tersisa saat ini. Komodo termasuk hewan karnivora, komodo merupakan hewan endemik yang hanya tersebar di Indonesia Timur tepatnya di Pulau Komdo. Lidah Komodo memiliki bakteri yang dapat mematikan. Berbeda dengan hewan karnivora lainnya, komodo memangsa mangsanya dengan cara menjilat mangsanya. Menunggu mangsa mati kemudian dimakan.
Namun saat ini populasi Komodo berkurang. Dikarenakan habitat hidupnya mulai terganggu. Karena rantai makanan di habitanya mulai rusak. Selain itu, Komodo susah dikembangbiakan di tempat lain, karena Komodo termasuk hewan endemik. Alasan penulis memilih Komodo, sebagai kajian dalam penulisan Karya Tulis karena Komodo termasuk reptil besar yang sangat unik dan langka. Reptil raksasa ini hanya terdapat di Indonesia dan dinobatkan sebagai salah satu keajaiban Dunia. Dengan demikian kami disinia akan membahas mengenai perkembangbiakan Komodo, cara melestarikan Komodo, dan Habitat Komodo.
Oleh karena itu dengan berkurangnya populasi Komodo, kita harus melestarikan dan menjaga habitat hidupnya. Agar populasi Komodo tetapt stabil. Dengan terdaftarnya Komodo sebagai salah satu keajaiban dunia, pemerintah akan lebih memperhatikan dan mengawasi Komodo.
1.2 Alasan Pemilihan Judul
Dalam pemilihan judul, penyusun mempunyai beberapa alasan yaitu sebagi berikut :
1. Agar penyusun mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai cara hidup dan perkembangbiakan komodo.
2. Agar mempermudah mencari informasi tentang komodo.
3. Agar pembaca dapat mengenal baik tentang komodo, baik cara hidup, dan perkembangbiakannya.
4. Karena penyusun tertarik untuk mempelajari lebih jauh tentang komodo.
5. Karena komodo termasuk hewan yang unik dan hewan purba.
1.3 Maksud dan Tujuan
Penulisan karya tulis ini ditujukan untuk memenuhi tujuan – tujuan yang di harapkan bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi para pembaca atau masyarakat pada umumnya. Peneliian topik ini bertujuan untuk mendapatkan data dan informasi yang berkaitan dengan aktivitas komodo, serta analisis dan mesintesis terhadap mekanisme kehidupan komodo mengenai : Anatomi, morfologi, fisiologi, ekologi, perilaku cara hidup, evolusi, penangkaran, konservasi dan penilitian.
Secara terperinci tujuan pembuatan karya tulis ini adalah:
1. Mengetahui dan menambah wawasan sistematika pembuatan karya tulis.
2. Agar pembaca dapat mengetahui segala hal mengenai Komodo
3. Mengetahui lebih jelas tentang kehidupan Komodo.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan maka beberapa masalah dapat penulis rumuskan dalam karya tulis ini adalah :
1. Apa yang disebut dengan Komodo?
2. Bagaimana ekologi, fisiologi, anatomi dan morfologi pada komodo?
3. Bagaimana cara reproduksi pada komodo?
4. Bagaimana dan apa peran komodo pada kehidupan manusia?
5. Apa yang menyebabkan berkurangnya populasi komodo saat ini?
1.5 Pembatasan Masalah
Sesuai dengan judul yaitu mengenai perkembangbiakan komodo, maka pembatasan masalah ini akan berkisar pada pengkajian perkembangbiakan komodo.
1.6 Metode Pengumpulan Data
Metode studi lapangan adalah cara atau teknik pengumpulan data yang di tempuh guna tercapainya tujuan secara maksimal, efektif, dan efisien. Metode yang digunakan penyusun terdiri dari :
1. Deskriftif yaitu membaca buku – buku yang berhubungan dengan penyusunan karya tulis. Baik perpustakaan sekolah maupun milik pribadi. Kenyataanya yang penyusun hadapi bahwa buku – buku yang ada hubungannya dengan penyusunan karya tulis sangat sulit di dapat. Namun walaupun demikian penyusun tetap semangat untuk menyelsaikan penyusunan tersebut.
2. Observasi yaitu pengamatan langsung dilapangan terhadap objek studi lapngan ke Yogyakarta dengan sasaran tujuan Museum Biologi. Dari data yang diperoleh dapat dijadikan perbandingan antara teori yang didapat dari buku – buku dan praktiknya di lapngan.
3. Wawancara yaitu suatu metode tanya jawab langsung dari narasumber yang terdiri dari :
a. Petugas – petugas disasaran tujuan studi lapangan ke Yogyakarta.
b. Pemandu wisata.
4. Internet yaitu pencarian dan pengambilan data melalui dunia maya dengan teknologi informasi dan komunikasi.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
1.2 Alasan Pemilihan Judul.
1.3 Maksud dan Tujuan.
1.4 Rumusan Masalah.
1.5 Pembatasan Masalah.
1.6 Metode Pengumpulan Data.
1.7 Sistematika Penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Komodo dan Klasifikasinya.
2.2 Perkembangbiakan Komodo.
2.3 Morfologi dan Anatomi Komodo.
2.4 Mengenali Fisiologi pada Komodo.
2.5 Ekologi, Cara hidup dan Prilaku Komodo.
2.6 Proses Makan Komodo.
2.7 Bisa dan Bakteri Komodo.
2.8 Reproduksi Komodo.
2.9 Komodo dan Proses Evolusi.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Partenogenesis Komodo.
3.2 Manusia dan Komodo.
3.3 Konservasi Komodo.
3.4 Penangkaran Komodo.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Komodo dan Klasifikasinya
Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.
Gambar 2.1 Komodo
Kingdom/ Kerajaan : AnimaliaFilum : Chordata (mempunyai penyokong tubuh dalam)
Subfilum : Verterbata (hewan bertulang balakang)
Kelas : Reptilia (hewan melata)
Ordo : Squamata (mempunyai sisik)
Familia : Varanidae (belum diketahui)
Genus : Varanus
Spesies : Varanus comodoensis
Ordo : Squamata (mempunyai sisik)
Familia : Varanidae (belum diketahui)
Genus : Varanus
Spesies : Varanus comodoensis
2.2 Perkembangbiakan Komodo
Komodo Mampu Berkembang Biak tanpa Memerlukan Pejantan Bagi penggemar film science fiction, tentunya masih ingat salah satu adegan film Jurassic Park yang menceritakan bertelurnya dinosaurus karnivora betina, T-Rex, dan kemudian telur tersebut menetas menjadi T-Rex muda tanpa terbuahi oleh T-Rex jantan. Proses perkembangbiakan pada reptil semacam ini terbukti terjadi pula pada komodo (Varanus komodoensis), yang hidup di sebuah Kebun Binatang di London – Inggris.
Komodo betina yang bernama Flora, bertelur tanpa adanya perkawinan dan pembuahan dari komodo jantan dan diperkirakan telur ini siap menetas (Reuters, 20/03/2007). Bahkan pada majalah ilmiah bergengsi ‘Nature’ terbitan minggu ini, berita tersebut dipubllikasikan dalam sebuah artikel ‘Brief News. Komodo dikenal sebagai salah satu kadal purba raksasa langka yang masih tersisa pada saat ini. Sebagian besar (sekitar 2400 ekor) hidup di kepulauan kecil yang tergabung dalam kawasan Taman Nasional Komodo di sebelah timur Pulau Flores – Indonesia. Proses berkembang biak komodo dalam habitat aslinya di Taman Nasional Komodo biasanya berlangsung melalui aktivitas perkawinan antara komodo jantan dan betina. Aktivitas perkawinan biasanya terjadi pada bulan Juni dan Juli setiap tahunnya, ditandai oleh aktivitas menyisik yang dilakukan oleh komodo jantan untuk menarik komodo betina.
Beberapa hari setelah perkawinan, komodo betina mulai menghasilkan telur yang terbuahi dan kemudian membuat sarang yang akan langsung dijaganya olehnya sendiri dari ancaman predator. Proses berkembang biak tanpa adanya pembuahan telur tergolong langka pada komodo meskipun pada reptil lainnya telah banyak ditemukan, seperti pada ular piton dan kadal lain yang berukuran jauh lebih kecil.
Perkembangbiakan semacam ini disebut dengan istilah partenogenesis yaitu produksi keturunan tanpa adanya pembuahan dari pejantan. Pada kasus yang diteliti di Kebun Binatang London tersebut, dua komodo betina berhasil menghasilkan telur tanpa adanya interaksi sama sekali dengan komodo jantan. Komodo betina bernama ‘Flora’ sama sekali belum pernah dipertemukan dengan komodo jantan, akan tetapi mampu menghasilkan 25 telur dengan 11 di antaranya terbuahi sendiri. Dari 11 telur ini, tersisa 8 telur yang berhasil diinkubasi dan diperkirakan akan menetas pada bulan Januari 2007. Pada komodo betina lainnya bernama ‘Sungai’, sempat terjadi interaksi dengan komodo jantan sebelum dipisahkan, namun baru bertelur 7,5 bulan kemudian setelah terpisah.
Telur yang dihasilkan komodo betina yang kedua ini berjumlah 4 buah dan semuanya terbuahi. Para peneliti menggunakan teknik genetic fingerprinting untuk mengidentifikasi keturunan partenogenesis ini. Penelitian partenogenesis ini merupakan salah satu program persilangan dalam upaya konservasi hewan-hewan langka.
2.3 Morfologi dan Anatomi Komodo
Gambar 2.3 Kulit komodo.
Dialam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki berat sekitar 70 kilogram, namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya. Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii).
Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakterimematikan yang hidup di mulut mereka.
Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang.[8] Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam.
2.4 Mengenali Fisiologi pada Komodo
Gambar 2.4 Habitat Komodo
Komodo tidak memiliki indera pendengaran , meski memiliki lubang telinga. Komodo dapat melihat sejauh 300 m , tetapi karena retina hanya berisi kerucut , hewan ini tampaknya tidak begitu baik terlihat di kegelapan malam . Komodo mampu membedakan warna , tetapi tidak bagaimana membedakan obyek yang tak bergerak .
Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal menggunakan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi di dark.With bantuan angin, dan kebiasaannya memiringkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4-9,5 kilometers.Komodo naga hidung penciuman bukanlah alat yang baik karena mereka tidak memiliki hewan diaphragm. These tidak memiliki rasa rasa di lidah, ada beberapa ujung saraf rasa di bagian belakang tenggorokan.
Dragons skala, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi indera peraba Timbangan sekitar telinga, bibir, dagu, dan telapak kaki mungkin memiliki tiga atau lebih plak sensorik .
Komodo dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara dan berteriak tidak menimbulkan agitasi ( gangguan) pada komodo liar. Hal ini diperdebatkan saat London Zoological Taman karyawan Joan Proctor melatih kadal untuk makan dengan suaranya, bahkan ketika dia tidak bisa dilihat oleh kadal.
2.5 Ekologi, Cara hidup dan Prilaku Komodo
Gambar 2.5 Kaki dan ekor komodo.
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Flores dan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter; serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya.
Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka darivegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.
2.6 Proses Makan Komodo
Komodo termasuk hewan karnivora. Karena tidak memiliki sekat rongga badan, komodo tidak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tidak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang, 15-20 menit diperlukan untuk menelan seekor kambing.
Komodo terkadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan dagingbangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah. Untuk menghindari agar tidak tercekik ketika menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah yang berhubungan langsung dengan paru-parunya. Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu akli makan.
Setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Jika tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan. Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut, gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ketanah aatau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masi menempel, perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri.
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah atau mundur, meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang.
Mangsa komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula Komodo yang bertubuh lebih kecil), burung dan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cicak, dan mamalia kecil. Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal. Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah ditanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali komodo.
2.7 Bisa dan Bakteri Komodo
Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksikarena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo.
Disamping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakterimematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positiftelah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemiapada korbannya; jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.
2.8 Reproduksi Komodo
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara "bergulat" dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan "terkunci" ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina.
Gambar 2.8 Aktifitas Reproduksi Komodo
Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifatmonogamus dan membentuk "pasangan," suatu sifat yang langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan. Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu.] Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.
2.9 Komodo Dan Proses Evolusi
Keajaiban Komodo ini dipakai oleh ahli evolusi maupun penentangnya. Penentang evolusi mengatakan bahwa Komodo merupakan bukti bahwa binatang itu sejak dulu ya tetep saja tidak berevolusi. Dan Komodo ini salah satu contoh yg masih tetap hidup bertahan tanpa mengalami proses evolusi. Binatang-binatang lain itu diciptakan ya sudah seperti itu. Namun bagi ahli yang menggeluti evolusi penemuan-penemuan baru selalu menarik untuk dikaji dan menguji teori serta mengerti proses ini berjalan.
Tulisan dibawah ini hasil obrolan santai dengan Pak Awang H Satyana tentang keberadaan Komodo serta hubungannya dengan Geologi, terutama ilmu Tektonik dan fluktuasi muka air laut.
Menurut Pak Awang, pengetahuan tentang evolusi komodo (Varanus komodoensis) dari Asia ke Australia ke P. Komodo dan sekitarnya, berasal dari Claudio Ciofi (1999) yang menuliskannya dalam sebuah artikel utama Majalah Scientific American edisi Maret 1999 berjudul “The Komodo Dragon“. Secara ringkas, kesimpulan Ciofi dituliskan berikut ini.
Salah satu model evolusi Komodo dan perkembangan geologi Pulau Komodo. Evolusi komodo dimulai dengan genus Varanus yang mulai berkembang di Asia antara 40-25 juta tahun yang lalu (Ma). Genus ini kemudian bermigrasi ke Australia. Pada 15 Ma, terjadi benturan antara Australia dan SE Asia yang menyebabkan famili varanids pindah ke kawasan yang sekarang dikenal sebagai Kepulauan Indonesia. Komodo di Indonesia diyakini berbeda dari leluhurnya di Australia sejak 4 Ma. Pada saat muka laut susut, komodo di sekitar Pulau Flores itu hidup sampai ke Pulau Timor. Kemudian, oleh genanglaut terakhir, komodo ini hanya hidup di pulau-pulau sebelah barat Flores (Pulau-pulau Komodo, Rinca, Padar (kini tak hidup di situ lagi), Gili Dasami, dan Gili Motang
Sebelah kanan ini adalah satu model usulan penyebaran kadal raksasa varanid dari daratan Australia ke pulau-pulau Indonesia di Timor, Flores dan Jawa selama 3 juta tahun terakhir (Smithsonian.com, 2009). Kesimpulan Ciofi (1999) tersebut berdasarkan penelitian para ahli genetika molekuler yang membandingkan sekuen DNA dan struktur kromosom spesies-spesies dari keluarga varanid. Sampai awal 2000, belum ada kesimpulan baru tentang evolusi dan jalur migrasi komodo ke Indonesia. Ciofi (1999) menyebutkan bahwa rekonstruksi sejarah evolusi komodo masih memerlukan temuan2 fosil yang komprehensif, accurate dating, data paleogeografi, dan analisis genom.
Data paleogeografi pulau-pulau di Indonesia berasal dari analisis tektonik yang dilakukan Robert Hall dan SE Research Group-nya (Hall, 1998-2005). Nampaknya, penemuan2 Hall dkk. itu tak sepenuhnya mendukung temuan Ciofi (1999) terutama untuk periode evolusi sebelum 5 Ma . Bagaimana genus Varanus dari Asia bermigrasi ke Australia antara 25-15 Ma, kemudian bagaimana pada 15 Ma Australia berbenturan dengan Kepulauan Indonesia tak mendapatkan sokongan berdasarkan peta-peta paleogeografi dari Hall dkk.
Hall (1998) “The plate tectonics of Cenozoic SE Asia and the distribution of land and sea” dalam Hall and Holloway (1998),eds, “Biogeography and Geological Evolution of SE Asia” menunjukkan bahwa Pulau Flores baru muncul sebagai daratan pada 5 Ma, sebelumnya ia hanya sebagai submarine volcanoes sejak 10 Ma.
Bila benar komodo di Pulau Komodo dan sekitarnya berasal dari Australia, maka mereka bisa jadi bermigrasi dari Australia ke Nusa Tenggara Timur saat ada jembatan darat mengikuti benturan antara Australia dan Timor di awal Pliosen (5 Ma). Mereka mungkin terus bermigrasi ke sebelah barat sampai berhenti di Selat Lombok yang merupakan batas Indonesia Barat dan Timur oleh garis Wallace. Susut laut dan genang laut yang silih berganti selama Pliosen-Plistosen-Holosen membuat mereka akhirnya terisolasi di pulau-pulau sebelah barat Pulau Flores.
Publikasi lain menyebutkan bahwa komodo2 ini berevolusi dari bentuk raksasanya yang bisa mencapai panjang 7-8 meter (saat ini komodo berukuran 2-3 meter) bernama Megalania prisca. Fosil komodo raksasa ini ditemukan bersamaan dengan fosil gajah kerdil Stegodon dan diperkirakan gajah-gajah kerdil tersebut adalah mangsa sang raksasa.
Komodo raksasa hidup saat jembatan darat terbentuk. Jembatan darat memperluas area pulau. Ketika jembatan darat tenggelam oleh genang laut, luas pulau mengecil. Keberadaan mangsa besar berkurang, komodo raksasa pun akhirnya punah, dan yang tetap hidup adalah variasi jenisnya yang kecil, menyesuaikan dengan luas pulau yang mengecil. Megalania prisca punah pada 25.000 tahun yang lalu, sejak itu komodo yang kita kenal sekarang mendominasi pulau2 di sebelah barat Flores dan memangsa hewan-hewan yang lebih kecil dari stegodon, termasuk tikus2 besar yang juga menjadi mangsa Homo floresiensis pada 40.000-25.000 tahun yang lalu..
Penemuan baru yang menarik terjadi tahun 2009 lalu, yaitu diketemukannya fosil komodo ini di Australia. Dipublikasikan oleh Smithsonian.com. Terlepas dari kenyataan bahwa Komodo sangat menarik dan dikenal luas, ada banyak yang hilang dalam pemahaman kita tentang sejarah alam mereka. Sekarang sebuah penelitian bukti fosil dari Australia, Timor, Flores, Jawa dan India menunjukkan bahwa Komodo kemungkinan besar berkembang di Australia dan tersebar ke arah barat ke Indonesia. Beberapa fosil yang telah dipelajari adalah baru dijelaskan, termasuk spesies dari Timor, dan beberapa bahan yang dikenal untuk waktu yang lama.
Disebelah kiri ini perbandingan tengkorak komodo dengan fosil-fosil komodo yang baru diketemukan. Ini menunjukkan bahwa komodo tidak mengalami proses evolusi selama jutaan tahun.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Partenogenesis
Gambar 3.1 Bayi komodo partenogenetik di Kebun Binatang Gembira Loka
Seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada awal tahun 2006 setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma beberapa lama hasil dari perkawinan dengan komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal dengan istilah superfekundasi.
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Gembira Loka, adalah komodo kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa fertilisasi (pembuahan dari perkawinan). Ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya berhasil menetas.
Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa pembuahan dari luar.
Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan, menunjukkan terjadinya beberapa hal. Yalah bahwa telur Flora yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid; dan bahwa ia tidak menghasilkan telur diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal.
Ketika komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenetika. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang.
Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan betina memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi (seperti halnya pulau) dan dengan cara partenogenesis kemudian menghasilkan keturunan jantan. Melalui perkawinan dengan anaknya itu di saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual, karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina. Meskipun adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika.
Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan
3.2 Manusia Dan Komodo
Gambar 3.2 Keakraban manusia dengan komodo
Komodo pertama kali didokumentasikan oleh orang Eropa pada tahun 1910. Namanya meluas setelah tahun 1912, ketika Peter Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor, menerbitkan paper tentang komodo setelah menerima foto dan kulit reptil ini. Nantinya, komodo adalah faktor pendorong dilakukannya ekspedisi ke pulau Komodo oleh W. Douglas Burden pada tahun 1926. Setelah kembali dengan 12 spesimen yang diawetkan dan 2 ekor komodo hidup, ekspedisi ini memberikan inspirasi untuk film King Kong tahun 1933.
W. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama “Komodo dragon”kepada hewan ini. Tiga dari spesimen komodo yang diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan pajangan dan hingga kini masih disimpan di Museum Sejarah Alam Amerika.
Orang Belanda, karena menyadari berkurangnya jumlah hewan ini di alam bebas, melarang perburuan komodo dan membatasi jumlah hewan yang diambil untuk penelitian ilmiah. Ekspedisi komodo terhenti semasa Perang Dunia II, dan tak dilanjutkan sampai dengan tahun 1950an dan ‘60an tatkala dilakukan penelitian-penelitian terhadap perilaku makan, reproduksi dan temperatur tubuh komodo. Pada tahun-tahun itu, sebuah ekspedisi yang lain dirancang untuk meneliti komodo dalam jangka panjang. Tugas ini jatuh ke tangan keluarga Auffenberg, yang kemudian tinggal selama 11 bulan di Pulau Komodo pada tahun 1969. Selama masa itu, Walter Auffenberg dan Putra Sastrawan sebagai asistennya, berhasil menangkap dan menandai lebih dari 50 ekor komodo. Hasil ekspedisi ini ternyata sangat berpengaruh terhadap meningkatnya penangkaran komodo. Penelitian-penelitian yang berikutnya kemudian memberikan gambaran yang lebih terang dan jelas mengenai sifat-sifat alami komodo, sehingga para biolog seperti halnya Claudio Ciofi dapat melanjutkan kajian yang lebih mendalam.
3.3 Konservasi Komodo
Gambar 3.3 Dua ekor komodo di Pulau Komodo.
Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List. Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak. Bertolak dari kekhawatiran ini, pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar.
Belakangan ditetapkan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian komodo. Namun pada sisi yang lain, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa komodo, setidaknya sebagian, telah terbiasa pada kehadiran manusia. Komodo-komodo ini terbiasa diberi makan karkas hewan ternak, sebagai atraksi untuk menarik turis pada beberapa lokasi kunjungan.
Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan habitat, kebakaran (populasi komodo di Pulau Padar hampir punah karena kebakaran alami), berkurangnya mangsa, meningkatnya pariwisata, dan perburuan gelap; semuanya menyumbang pada status rentan yang disandang komodo. CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species) telah menetapkan bahwa perdagangan komodo, kulitnya, dan produk-produk lain dari hewan ini adalah ilegal.
Meskipun jarang terjadi, komodo diketahui dapat membunuh manusia. Pada tanggal 4 Juni 2007, seekor komodo diketahui menyerang seorang anak laki-laki berumur delapan tahun. Anak ini kemudian meninggal karena perdarahan berat dari luka-lukanya. Ini adalah catatan pertama mengenai serangan yang berakibat kematian pada 33 tahun terakhir.
3.4 Penangkaran Komodo
Gambar 3.4 Komodo di Kebun Binatang Toronto.
Telah semenjak lama komodo menjadi tontonan yang menarik di berbagai kebun binatang, terutama karena ukuran tubuh dan reputasinya yang membuatnya begitu populer. Meski demikian hewan ini jarang dipunyai kebun binatang, karena komodo rentan terhadap infeksi dan penyakit akibat parasit, serta tak mudah berkembang biak.
Komodo yang pertama dipertontonkan adalah pada Kebun Binatang Smithsonian pada tahun 1934, namun hewan ini hanya bertahan hidup selama dua tahun. Upaya-upaya untuk memelihara reptil ini terus dilanjutkan, namun usia binatang ini dalam tangkaran tak begitu panjang, rata-rata hanya 5 tahun di kebun binatang tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Walter Auffenberg di atas, yang hasilnya kemudian diterbitkan sebagai buku The Behavioral Ecology of the Komodo Monitor, pada akhirnya memungkinkan pemeliharaan dan pembiakan satwa langka ini di penangkaran.
Telah teramati bahwa banyak individu komodo yang dipelihara memperlihatkan perilaku yang jinak untuk jangka waktu tertentu. Dilaporkan pada banyak kali kejadian, bahwa para pawang berhasil membawa keluar komodo dari kandangnya untuk berinteraksi dengan pengunjung, termasuk pula anak-anak di antaranya, tanpa akibat yang membahayakan pengunjung. Komodo agaknya dapat mengenali orang satu persatu. Ruston Hartdegen dari Kebun Binatang Dallas melaporkan bahwa komodo-komodo yang dipeliharanya bereaksi berbeda apabila berhadapan dengan pawang yang biasa memeliharanya, dengan pawang lain yang kurang lebih sudah dikenal, atau dengan pawang yang sama sekali belum dikenal.
Penelitian terhadap komodo peliharaan membuktikan bahwa hewan ini senang bermain. Suatu kajian mengenai komodo yang mau mendorong sekop yang ditinggalkan oleh pawangnya, nyata-nyata memperlihatkan bahwa hewan itu tertarik pada suara yang ditimbulkan sekop ketika menggeser sepanjang permukaan yang berbatu. Seekor komodo betina muda di Kebun Binatang Nasional di Washington, D.C. senang meraih dan mengguncangkan aneka benda termasuk patung-patung, kaleng-kaleng minuman, lingkaran plastik, dan selimut. Komodo ini pun senang memasuk-masukkan kepalanya ke dalam kotak, sepatu, dan aneka obyek lainnya. Komodo tersebut bukan tak bisa membedakan benda-benda tadi dengan makanan; ia baru memakannya apabila benda-benda tadi dilumuri dengan darah tikus. Perilaku bermain-main ini dapat diperbandingkan dengan perilaku bermain mamalia.
Catatan lain mengenai kesenangan bermain komodo didapat dari Universitas Tennessee. Seekor komodo muda yang diberi nama “Kraken” bermain dengan gelang-gelang plastik, sepatu, ember, dan kaleng, dengan cara mendorongnya, memukul-mukulnya, dan membawanya dengan mulutnya. Kraken memperlakukan benda-benda itu berbeda dengan apa yang menjadi makanannya, mendorong Gordon Burghardt –peneliti– menyimpulkan bahwa hewan-hewan ini telah mementahkan pandangan bahwa permainan semacam itu adalah “perilaku predator bermotif-pemangsaan”.
Komodo yang nampak jinak sekalipun dapat berperilaku agresif secara tak terduga, khususnya apabila teritorinya dilanggar oleh seseorang yang tak dikenalnya. Pada bulan Juni 2001, serangan seekor komodo menimbulkan luka-luka serius pada Phil Bronstein — editor eksekutif harian San Francisco Chronicle dan bekas suami Sharon Stone, seorang aktris Amerika terkenal – ketika ia memasuki kandang binatang itu atas undangan pawangnya. Bronstein digigit komodo itu di kakinya yang telanjang, setelah si pawang menyarankannya agar membuka sepatu putihnya, yang dikhawatirkan bisa memancing perhatian si komodo. Meski pria itu berhasil lolos, namun ia membutuhkan pembedahan untuk menyambung kembali tendon ototnya yang terluka.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah kita semua mengetahui mengenai klasifikasi, perkembangbiakan, anatomi, morfologi, ekologi, perilaku hidup, dan proses makan komodo serta populasinya. Diharapkan kita semua dapat menjaga Komodo agar tidak punah. Memperketat aturan dan sanksi yang berlaku agar manusia tidak ceroboh dalam bertindak. Kepunahan dan berkurangnya populasi Komodo adalah tanggung jawab kita semua bukan hanya pemerintah namun semua pihak yang tinggal di dunia. Karena sejak tahun 2011 Komodo telah dinobatkan sebagai salah satu keajaiban dunia.
Untuk itu kita sebagai masyarakat yang tinggal di Indonesia harus bangga dan berkeinginan untuk melestarikan dan menjaga habitat dan populasi Komodo. Telah banyak upaya yang telah dulakukan oleh pihak dan masyarakat yang bersangkutan guna melestarikan populasi Komodo namun saat ini tahun 2014 jumlah Komodo
4.2 Saran
Dengan adanya penangkaran atau Taman Nasional Komodo diharapkan populasi Komodo yang ada tidak berkurang harus bisa bertambah guna mempertahankan keturunannya untuk kepentingan semua mahluk hidup. Manusia juga sekarang harus menyadari bahwa Komodo merupakan hewan yang dilindungi dunia dan merupakan aset penting dunia maka dari itu jika ada yang memburu Komodo secara liar demi kepentingan pribadi maka akan dikenakan sanksi tersendiri oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aufferberg, Walter.1981. The Behavioral Ecology of The Komodo Monitor. Gainesville: University Presses of Florida
2. King, Denis & Green, Brian. 1999. Goannas: The Biology of varanid Lizards. University of New South Wales Press.
3. Richard l. Lutz, Judy Marie Lutz. Komodo, the Living Dragon: The Living Dragon. Salem, Or: DiMI Press.
4. W. Douglas Burden. Dragon Lizards of Komodo: An Expedition to the Lost World of the Dutch East Indies Publishing.
5. Http://www.google.co.id.2014.PerkembangbiakanKomodo.Jakarta:Wikikipedia.
No comments:
Post a Comment