MENELADANI KEPEMIMPINAN UMAR BIN ABDUL AZIS DALAM MENINGKATKAN AHLAKUL KARIMAH DI ERA MODERN.
(Kajian Sejarah Kepemimpinan Sang Amarul Mukmin Umar Bin Abdul Azis
sebagai Konsep Kepemimpinan Islam)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemimpin pada dasarnya adalah tokoh utama yang sangat menentukan kemajuan dan keunggulan kompetetif suatu organisasi. Menjadi pemimpin bukan perkara yang mudah, namun banyak diantara kita yang sangat menginginkan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan sendiri mengandung arti proses mempengaruhi orang lain tapi untuk mewujudkan sangat sulit . Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap para perilaku.[1] Gaya kepemimpinan yang dipakai pemimpin-pemimpin di Indonesia kebanyakan menggunakan gaya participating yaitu selalu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan ( musyawarah ), namun dalam faktanya itu tidak dapat terealisasikan dengan baik.
Seorang pemimpin menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah yang disertai dengan tanggung jawab yang besar. Pemimpin juga harus memiliki hubungan yang dekat dengan Allah agar seorang pemimpin selalu ingat akan tugasnya sebagai makhluk dibumi yaitu sebagai khalifah (pemimpin) dan sebagai Abdullah (hamba Allah). Al-qur’an memerintahkan pemimpin untuk melaksanakan tugasnya untuk Allah dan menunjukan sikap baik kepada pengikutnya.
Dalam pandangan islam kepemimpinan merupakan amanah dan tanggung jawab yang tidak hanya dipertanggung jawabkan kepada anggota-anggota yang dipimpinnya saja tetapi juga akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, manusia satu-satunya makhluk yang dicela karena menerima amanah dari Allah SWT. Pada saat makhluk lain menolaknya ketika ditawarkan kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-ahzab ( 33 ) : 72
Artinya “ Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikulah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”.
Namun kebanyakan manusia sering berlaku zalim dan bodoh, yaitu mau menerima tugas tetapi tidak mau melaksanakanya. Ini merupakan amanat yang sangat berat untuk diemban manusia padahal makhluk yang lain memilih untuk ‘enggan’ menerima amanat ini.
Akhlakul karimah merupakan manivestasi keimanan dan keislaman seorang Pemimpin. Akhlakul karimah dalam pengertian luasnya ialah perilaku, perangai, ataupun adab yang didasarkan pada nilai-nilai wahyu sebagaimana dipraktikkan oleh Umar bin Abdul Aziz dalam Kekhalifaannya. Akhlakul karimah terbukti efektif dalam menuntaskan suatu permasalahan serumit apa pun dan selalu menyadari beratnya tanggungjawab seorang pemimpin.[2]
Sebagai bukti, ketika Umar bin Abdul Azis mendapat promosi, dari Gubernur Madinah menjadi Khalifah, ia menangis dan pingsan. Ia menyatakan, bahwa beban kewajiban seberat ribuan gunung telah diletakan kepundaknya, pada hal untuk mengurus diri sendiri pun ia merasa belum mampu. Sekarang di beri amanah mengurus umat. Setelah Umat bin Abdul Azis RA dilantik menjadi Khalifah, beliau pergi ke mushallahnya dan menangis tersedu-sedu. Ketika di tanyakan kepadanya tentang penyebab tangisnya, beliau menjawab,” aku memikul amanat umat ini dan aku tangisi orang -orang yang menjadi amanat atasku, yaitu kaum fakir miskin yang lemah dan lapar, ibnu sabil yang kehilangan tujuan dan terlantar, orang-orang yang di zalimi dan di paksa menerimanya, orang-orang yang banyak anaknya dan berat beban hidupnya. Merasa bertanggung jawab atas beban mereka, karena itu, aku menangisi diriku sendiri karena beratnya amanat atas diriku.”
Dalam sejarah kehidupan manusia, masalah, konflik, beda pendapat, senantiasa akan hadir. Oleh karena itu, Islam membawa ajaran yang mewajibkan seluruh umatnya memiliki akhlakul karimah. Mengutamakan toleransi dari pada konfrontasi, kasih sayang dari padasifat garang, simpati dari pada benci.
Akhlak akan dimiliki oleh siapa saja yang secara sungguh-sungguh memahami, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam. Dan, siapa saja yang berhasil menjadikan akhlakul karimah sebagai karakter dalam dirinya tentu ia akan menjadi orang yang paling beruntung, baik di dunia maupun di akhirat. [3]
Orang berakhlak tidak memerlukan pencitraan apalagi memaksakan kehendak. Baginya, kepentingan bersama jauh lebih penting daripada kepentingan pribadi dan golongannya.
Betapa indahnya jika semua elemen bangsa memiliki karakter akhlakul karimah. Saling memahami, mengutamakan toleransi dalam berbeda pendapat, saling menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan dan bergerak demi keutuhan bangsa dan negara.
Perlu diingat bahwa kecanggihan teknologi, sistem, dan regulasi apa pun, tidak akan memberi manfaat maksimal jika pribadi-pribadi bangsa ini tidak memiliki akhlakul karimah.
Umar bin Abd Aziz adalah seorang khalifah dari para khalifah Bani Umayyah yang memiliki kepribadian yang bersih, ahlak yang mulia, dan giat dalam menyebarkan dan menegakkan agama islam. Dalam pemerintahannya ketika meningkatkan ahlak masyarakatnya beliau membenahi kebenaran dan keadilan, menghormati hukum syara, dan mengungkap yang haq dan batil.
Umar Abdul Aziz adalah pemimpin yang cepat mencairkan kebekuan rakyat dengan jalan arif dan memudahkan. Pangkat dan kedudukannya tidak menjadikannya penghalang untuk turun ke lapangan guna membantu dan menyelesaikan segala kesulitan yang dihadapi rakyat. “Permudahlah urusan umat manusia dan jangnlah kalian persulit,” sabda Nabi Muhammad SAW.
Dalam makalah ini akan mengupas tentang konsep kepemimpinan dari sang Amarul Mukminin Umar bin Abdul Aziz , yang dikenal sebagai khalifah yang memilik akhlakul kharimah dan kepribadian yang bersih. Sangat kontras ketika membandingkan kepemimpinan beliau dengan kepemimpinan pemerintah saat ini. Sesulit apapun itu, setidaknya pemimpin negeri ini bisa mencontoh kesederhanaan yang Umar bin Abdul Aziz lakukan. Tidak hidup kemewahan dalam kemiskinan rakyatnya, dan menjaga amanah sebagai seorang pemimpin dengan sikap bijaksana.[4]
B. Tujuan dan Manfaat
Adapun Tujuan dan Manfaat dalam penyusunan Makalah ini, yaitu:
1. Mengetahui sosok Umar bin Abdul Aziz.
2. Mendeskripsikan Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz.
3. Mengetahui sistem kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz sebagai khalifah dalam meningkatkan ahlakul karimah.
4. Meneladani Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz di Era Modern masa kini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Umar bin Abd al-Aziz Sejak Lahir hingga Menjadi Khalifah
Umar bin Abdul Aziz lahir di kota Hilwan yang dijadikan oleh ayahnya, Abd al-Aziz ibn Marwan, sebagai pusat pemerintahannya. Mendiang ayahnya bertugas di Mesir berkelanjutan sampai dua puluh tahun (65-86 H). Umar bin Abdul Aziz telah hafal al-Qur`an sejak kecil. Kemudian sang ayah mengirimnya ke Madinah untuk menuntut ilmu, sehingga ia menjadi seorang faqih dalam agama dan menjadi perawi hadist. Selanjutnya ia tekun mempelajari kesusasteraan.[5]
Selanjutnya, Umar berlanjut tinggal di Madinah sampai Ayahnya meninggal dan Abd al-Malik ibn Marwan menjadi khalifah.
Umar bin Abdul Aziz lalu tinggal di Damaskus sampai Al-Walid menjadi khalifah pada tahun 86 H. Atas dasar kearifan dan kelayakannya yang dimiliki Umar, seperti yang diketahui oleh Khalifah Al-Walid, maka pada tahun itu juga ia diangkat menjadi gubernur Madinah. Tercatat, bahwa Umar bertugas sebagai Gubernur di Madinah selama tujuh tahun dan selama bertugas ia menjadi figur teladan dalam kewara`an dan ketakwaan.
Ketika Khalifah Al-Walid bermaksud hendak memecat saudaranya, Sulaiman, dari posisi sebagai putera makhota dan menghendaki agar puteranya dibai`at sebagai calon khalifah kelak sepeninggalnya, ternyata Umar menolak Sulaiman dipecat dari posisinya sebagai putera mahkota yang telah menjadi haknya untuk dibai`at,.[6]
Setelah Al-Walid wafat, sudaranya, Sulaiman naik takhta sesuai dengan wasiat ayah mereka, Abd al-Malik. Menjelang Sulaiman wafat, ia tinggalkan wasiat tertulis yang menetapkan Umar bin Abdul Aziz sebagai penggantinya. Khalifah Sulaiman dengan mantap telah mengangkat Umar bin Abdul Aziz sebagai putera mahkota sebagai balas jasa atas sikapnya yang telah berjasa membela haknya dahulu, disamping karena akhlaknya yang mulia dan karakter lembut yang dimilikinya.
Semula Umar dengan tegas menolak jabatan kekhalifahan yang ditunjuk oleh Sulaiman. Karena terus didesak kaum Muslim, akhirnya menerima amanah umat tersebut yang menurutnya terasa tidak ringan itu. Buktinya, pada umumnya seperti layaknya orang yang baru menerima anugrah jabatan, pasti mengucapkan Alhamdulillah, justru Umar sebaliknya. Ia mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji`un, seperti orang yang seketika terkena musibah. Umar menegaskan bahwa jabatan khalifah sama sekali tidak pernah dia minta dari Allah. Umar juga menyatakan dirinya bukan yang terbaik di antara rakyatnya melainkan hanya orang yang paling berat menanggung tanggung jawab ini.
Umar bin Abdul Aziz dianggap sebagai seorang khalifah dari para khalifah Bani Umayyah yang paling baik sejarah kehidupannya, paling bersih kepribadiannya, paling terjaga lidahnya, paling giat menyebarkan dan menegakkan agama. Kaum Muslimin menyamakan kepemimpinannya dengan kepemimpinan kakeknya, Umar ibn Khattab, baik dalam keadilan maupun dalam kezuhudannya.
Nilai dan Prinsip Kepemimpinan Umar bin Abdul Aziz yang tersirat dalam Al Quran dan Hadist.
1. Cerdas
Kecerdasan yang dimiliki Umar bin Abdul Aziz merupakan suatu nilai yang menempati posisi yang sangat penting sekaligus mendapat apresiasi yang sangat tinggi. Prinsip ini demikian penting dan tinggi karena urgensinya secara fundamental meliputi semua ranah kehidupan manusia.[7] Kesuksesan Umar bin Abdul Aziz diraih karena kecerdasan beliau dan kemampuannya dalam mengelolanya secara baik.
Dalam Alquran ayat yang mengisyaratkan nilai/prinsip itu, adalah
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ (33)
Artinya :
“Wahai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan kekuatan”(QS. Al-Rahman (55): 33).
Ayat diatas mengingatkan manusia bahwa apa saja yang dipikirkan dan dibayangkan dalam bentuk visi dan misi semuanya bisa menjadi kenyataan, asalkan manusia memiliki sulthan (kekuatan/kemampuan).
Umar bin Abdul Aziz mempunyai akal dan pikiran yang cerdas, karena dengan itu ia bisa merencanakan, mengorganisir, dan mengendalikan kekhalifaannya secara rasional, tidak menghayal dan membabi buta dalam membuat sebuah kebijakan. Dengan berfikir rasional, seorang pemimpin dapat membuat prediksi-prediksi yang visible, sehingga dapat dijadikan dasar dalam bertindak.
2. Visioner
Visi merupakan konsep imajinasi seorang pemimpin tentang masa depan dari suatu organisas/lembaga yang dipimpin. Akan seperti apakah lembaga yang dipimpinnya dimasa yang akan datang.
Umar bin Abdul Aziz memiliki kemampuan mempertahankan serta memperjuangkan visinya, hal ini sama seperti dalam Islam, seseorang yang telah berikrar beriman hanya kepada Allah tidak kepada selain-Nya (laa ilaha illallah), tanpa mengenal ruang dan waktu. Dimana dan kapan saja iman ini harus tetap menjadi landasan semua aktivitas. Keimanan Umar bin Abdul Aziz merupakan visi yang selalu dipertahankan dan diperjuangkan. Iman yang benar dan kokoh akan menjadi dasar untuk menggapai kebahagiaan (keberhasilan). Seperti dilansir pada QS. Fushshilat (41): 30
Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang berkata (berprinsip/mempunyai visi) bahwa tuhan pemelihara kami adalah Allah, kemudian istiqamah (committed) dengan prinsip (visi) itu akan turun kepada mereka malaikat dengan berkata) janganlah takut, jangan bersedih, berbahagialah kalian dengan syurga yang dijanjikan” (QS. Fushshilat (41): 30).
3. Rela Berkorban
Pemimpin yang beretika selalu menampilkan i’tikad baik dan tidak serakah dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki. Umar bin Abdul Azizi memiliki Kualitas kepemimpinan yang membuat bawahan atau pengikutnya senang dan menaruh harapan masa depan. Pemimpin dengan kepribadian seperti ini tidak akan tertipu dengan kewenangan dan kekuasaan yang diberikan kepadanya. Bahkan ia akan rela mengorbankan apa yang dimilikinya sekalipun nyawa taruhannya.[8]Beliau rela mengorbankan apa yang ada pada dirinya, sekalipun apa yang diberikan itu sesuatu yang sangat mereka senangi. Dan selalu memandang bahwa hidup ini adalah perjuangan dan pengabdian. Dalam Alquran Allah berfirman,
Artinya:
Berjuanglah dengan harta dan dirimu dijalan Allah. (QS At-Taubah (9) : 41).
4. Sederhana
Umar bin Abdul Aziz adalah Pribadi yang penuh dengan kesederhanaan. Beliau mampu menempatkan posisinya ditengah-tengah orang yang ia pimpin. Dengan menempatkan diri secara tepat, berarti seorang pemimpin telah menunjukkan sikap kesederhanaan.
Dalam kekhalifaan beliau terjadi suatu perubahan atas dirinya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz meninggalkan cara hidup bermewah-mewahan dan menjadi seorang yang zahid dan abid. Ia selalu melakukan cara hidup yang ketat atas dirinya dan keluarganya. Beliau mengembalikan semua harta yang ada pada dirinya ke Baitul mal. Berlian yang ada pada istrinya dikembalikan ke baitulmal. Ia mengharamkan atas dirinya untuk mengambil apapun ke Baitulmal. (Syed mahmuddunnasir, 87).
Dalam Islam, umatnya dianjurkan untuk selalu bersikaf sederhana dalam setiap kali bertindak, karena hanya dengan kesederhanaan kita dapat menjadi penengah yang netral, yang tidak merugikan orang lain dikala mengambil suatu keputusan.
Dalam Alquran dikatakan:
“Dan kami jadikan kamu umat yang menengah, agar menjadi saksi atas manusia” (QS. Al- Baqarah (2) : 143).
B. Kebijakan-kebijakan Kalifah Umar bin Abd Aziz
Ketika Umar bin Abdul Aziz dinobatkan sebagai khalifah, di menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya, (Badri Yatim, 47). Dia mencurahkan tenaga dan fikirannya untuk memperbaiki dan mengatur urusan dalam negeri. Kebijakan yang diterapkan yaitu mengatur para penguasa dan pejabat daerah. Khalifah Umar netral dan adil dalam pemberian kesamaan hak dan kewajiban kepada orangArab dan Mawali. Sebelumnya, orang Mawali kedudukannya sebagai orang kelas dua di bawah orang Arab.
Ekonomi
Sebelum Umar memimpin, jizyah dan kharaj dipungut dari mawali. Ia membebaskan pajak itu dengan alasan bahwa Nabi diutus bukan untuk memungut pajak dan mencari kekayaan, melainkan mensidlamkannya. Ekspansi yang sedang berjalan sebelumnya, dihentikan dan berbagai pungutan liar dan tidak manusiawi diberhentikan.
Umar bin Abdul Aziz telah banyak melakukan perbaikan dan hakikat maslahat semua ini lebih banyak bagi Islam daripada bagi maslahat bait al-mal. Ia telah membebaskan keharusan membayar upeti dari ahlu dzimmah yang masuk Islam. Ia juga meringankan beban pajak atas kaum Muslimin, terutama dari kalangan Persia. Langkah kebijaksanaan politik ini dengan segera tersebar luas dan berdampak bertambahnya orang-orang non-Muslim menerima dan tertarik masuk Islam.[9]
Khalifah Umar adalah seorang yang sangat tekun beribadah, sangat cinta damai, dan sangat baik budi pekertinya. Kediamannya penuh ditempati oleh ahli takwa dan zuhud. Ia hanya mempekerjakan orang yang dianggap mampu dan layak, sehingga mereka dapat mengikuti langkah yang ditempuhnya.
Beliau melakukan berbagai perubahan-perubahan di masa pemerintahannya dimulai dari dirinya sendiri seperti:
1. Mengembalikan Semua harta milik yang telah diwarisinya dengan cara yang tidak sah menurut syariat Islam ke dalam Baitul Mal.
2. Meninggalkan kemewahan dan berpola hidup sederhana, yakni dengan hanya mengambil gajinya sebanyak 400 dinar setahun dari 40.000 dinar.
3. Dalam memimpin Negara kepentingan agama diutamakan daripada politik atau jabatan.
4. Bertindak adil dengan memecat para pejabat dan petugas yang zalim dan menunjuk orang yang adil dan menghapus pajak-pajak yang tidak sah yang dulu diberlakukan oleh Bani Umayyah.[10]
Sebab itu keadaan perekonomian dimasa khalifah Umar ini sangat luarbiasa dan menakjubkan. Umar betul-betul menjadikan rakyatnya kaya dan makmur.
Ahlak dan ibadah
Umar bin Abdul Aziz mengangkat pejabat dengan berbagai tugas kenegaraan yang dilaksanakan atas nilai ibadah. Beliaupun senantiasa disiplin dalam melaksanakan shalatnya dengan segala kekhusyuan dan kehidmatan sesuai dengan cara Rasulullah SAW menunaikan shalatnya.[11]
Karena pentingnya shalat dalam pembentukan kepribadian dan karakter manusia, maka Umar bin Abdul Aziz memerintahkan kepada para pejabat dan gubernurnya di seluruh daerah kekuasaanya agar memperhatikan shalat. Beliau pun selalu berhati-hati dalam menafkahi keluarganya, beliau tidak ingin keluarganya menelan harta yang bukan miliknya namun milik masyarakatnya, begitu ketaatan pada diri beliau menghiasi kepemimpinannya.
Dengan latar belakang ibadah yang baik maka akan melahirkan pula moral, budi-pekerti, ahlak dan tingkahlaku yang mulia dan terpuji. Demikianlah ahlak Umar bin Abdul Aziz dalam segal asepak-terjangnya.[12]
Kepribadian Umar bin Abdul Aziz yang jujur, tidak kenal bohong dan tidak pula mau dibohongi. Begitulah beliau pernah memecat Gubernur basrah, Ardy bin Arthaah, karena beliau merasa tertipu oleh gubernur tersebut.
Zuhud dan Wara’
Umar bin Khattab berkata : “Zuhud dari pada godaan dunia itu membuat ketentraman hati dan jasad. ” Bilal bin sa’ad berkata : “Cukuplah merupakan suatu dosa, bahwa Tuhan menghendaki kita zuhud terhadap dunia tetapi kita menginginkannya”.[13]
Zuhud dan wara’ nya Umar bin Abdul Aziz adalah sebagai berikut :
a. Tidak ambisi untuk mengejar pangkat dan kedudukan.
b. Sederhana dalam memakai kendaraan
c. Sederhana dalam pakaian dan makanan
d. Tidak menerima hadiah
e. Berhari raya dengan Air mata
f. Takutnya kepada Azab Akhirat
C. Sistem Pemerintahan Umar dalam Meningkatkan Ahlakul Karimah
a. Memecat Para Pejabat Yang Zalim
Sebelum Umar bin Abdul Aziz memimpin pemerintah negara, sebenarnya negeri dan rakyat sedang diamuk oleh bermacam-macam krisis yang datang menimpa diri mereka bertahun-tahun lamanya. Mulai dari perampasan tanah rakyat sampai pemecatan pejabat-pejabat yang jujur mengkritik pemerintah, dan menyenangi pejabat-pejabat yang zalim. Dan yang menjadi korban adalah Umar bin Abdul Aziz. Oleh karena itu ketika beliau telah menjabat sebagai khalifah, beliau memulihkan keadilan dan kebenaran itu di permukaan masyarakat dengan memecat pejabat-pejabat yang dzalim tersebut dan menggantikan pejabat sebelumnya.[14]
b. Mengembalikan hak-milik yang dirampas
Diantara kebijaksanaanya adalah beliau mengembalikan tanah yang sebelumnya pernah dirampas oleh pemerintahan lama. Demikianlah beliau tidak pernah ragu mengembalikan hak milik kepada yang sebenarnya berhak memilikinya.
c. Menghadap Hakim Pengadilan
Ketika beliau mengadakan perjalanan ke Mesir, beliau ditemui oleh seorang penduduknya yang berasal dari hulwan, dimana penduduk tersebut menuntut kepada Umar agar beliau mengembalikan harta miliknya berupa tanah yang dirampas oleh ayah beliau ketika menjabat sebagai al wulat. Kemudian beliau meminta kepada penduduk itu untuk menyelesaikannya di pengadilan dan akhirnya Umar bin Abdul Aziz pun mengganti tanah milik penduduk tersebut dengan sejuta dirham. Demikianlah Umar memberikan teladan kepada kita bahwa dihadapan hukum syara semua martabat dan kedudukan itu sama.
d. Mengembalikan Gereja Kepada Kaum Nasrani
Diantara kebijaksanaan beliau yang terpuji adalah mengembalikan gereja-gereja milik nasrani yang di ubah menjadi mesjid oleh khalifah sebelum beliau menjabat. Kaum nasrani menuntut kepada beliau untuk mengembalikan gereja mereka karena mereka mengetahui bahwa Umar memiliki sikap yang adil. Sempat terjadi kegoncangan, namun akhirnya setelah dijelaskan oleh umar, maka gereja itu akhirnya di kembalikan.[15]
e. Memberi Kaum Mawali bagian rampasan perang
Diantara keadilan beliau adalah membagikan hasil rampasan perang kepada budak-budak yang turut berjuang di medan perang, yang sebelumnya tidak terlaksanakan ketika Umar bin Abdul Aziz belum menjabat sebagai khalifah.
f. Memberi Nasihat Kepada Juru didik Anak-Anaknya
Diantara kebenaran yang perlu disampaikan adalah nasihat dan anjurannya kepada juru didik anak-anaknya sendiri antara lain : “Sungguh saya telah memilih engkau sepengetahuanku untuk mendidik putera-puteraku, maka aku telah mengalihkan mereka dari orang-orang yang mempunyai kepentingan khusus kepadaku, kepada diri engkau. Maka dari itu,bicaralah kepada mereka dengan terus terang, karena hal itu lebih menjauhkan diri dari berlaku hormat dan bersahabat dengan mereka, karena hal itu bisa membawa mereka lalai. Sedikitkanlah tertawa, karena banyaknya akan mematikan hati (fikiran).
D. Meneladani Kepemimpinan Umar Bin Abdul Aziz demi menciptakan Ahlakul Kharimah di Era Modern/Masa Sekarang.
Umar bin Abdul Aziz adalah sosok khalifah yang memiliki ahlak yang mulia, ditengah kesibukannya mengurusi ketata negaraan,ternyata beliau pun tidak pernah luput dari interaksi nya dengan sang maha pencipta Allah SWT, begitu pula dalam pemerintahannya beliau meningkatkan ahlak masyarakatnya dalam membenahi kebenaran dan keadilan, menghormati hukum syara, serta mengungkap yang haq dan batil.
Umar II merupakan pembawa kebaikan dan perubahan, dengan masa kepemimpinan yang sangat singkat dikarenakan wafatnya beliau.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan penyelamat bagi Dinasti Umayyah karena telah membawa rakyatnya menjadi makmur dan sejahtera. Selama hidupnya hanya disibukkan dengan urusan negara, beliau sangat adil dalam menggunakan barang negara, bahkan tidak ingin menggunakannya kalau hanya untuk urusan pribadinya.
Sangat berbeda dengan keadaan yang kita lihat sekarang di Indonesia maupun negara lain, para pejabat-pejabat pemerintah justru mengambil uang para rakyat yang bukan haknya secara sembunyi-sembunyi hanya untuk kesenangan mereka sendiri dan golongannya, membanggakan diri dengan predikat KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
Dengan meneladani Kepemimpinan sosok Sang Amarul Mukmim Umar bin Abdul Aziz atau Umar II menjadi panduan kepada para pejabat pemegang kekuasaan pemerintahan baik di Indonesia maupun negara lain. Mampu memimpin dengan ahlakul karimah, bekerja sebagai sebuah amanah dan Sadar bahwa amanah utama yang diembannnya memiliki dampak pada pekerjaan dan urusan orang lain.
Pemimpin yang baik mengacu pada dua keistimewaan. Keistimewaan yang pertama ia disebut khalifah dan keistimewaan yang kedua ia akan disebut a’bid. Khalifah karena ia mengadopsi prinsip-prinsip kepemimpinan, dan a’bid karena ia mengimplementasikan ajaran-ajaran Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz merupakan penyelamat bagi Dinasti Umayyah karena telah membawa rakyatnya menjadi makmur dan sejahtera.
Umar bin Abdul Aziz adalah sosok khalifah yang memiliki ahlak yang mulia, ditengah kesibukannya mengurusi ketata negaraan,ternyata beliau pun tidak pernah luput dari interaksinya dengan sang Maha Pencipta Allah SWT, begitu pula dalam pemerintahannya beliau meningkatkan ahlak masyarakatnya dalam membenahi kebenaran dan keadilan, menghormati hukum syara, serta mengungkap yang haq dan batil.
Modal latar belakang ibadah yang baik maka akan melahirkan pula moral, budi-pekerti, ahlak dan tingkahlaku yang mulia dan terpuji. Demikianlah ahlak Umar bin Abdul Aziz dalam segal asepak-terjangnya.
Dengan meneladani Kepemimpinan sosok Sang Amarul Mukmim Umar bin Abdul Aziz atau Umar II menjadi panduan kepada para pejabat pemegang kekuasaan pemerintahan baik di Indonesia maupun negara lain. Mampu memimpin dengan ahlakul karimah, bekerja sebagai sebuah amanah dan menyadari bahwa amanah utama yang diembannnya memiliki dampak pada pekerjaan dan urusan orang lain.
Amin. Semoga bermanfaat.
DAFTAR PUSTAKA
Effendi, Kepemimpinan dan Komunikasi, Cet. VI, Bandung: Mandar Maju, 1992
Hassan, Hassan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam 1&2. Terj. H. A. Baharuddin. Jakarta: Kalam Mulia, 2003.
Abdul Mannan, “Ahlakul Karimah Umar Bin Abdul Azizi’, Al hijazi, diakses dari http://networkedblogs.com/iDGpj, pada tanggal 27 Maret 2014 Pukul 10.47.
An Maharani Bluepen, “Figur Teladan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz”, islam is my ways, diakses dari http://mentoringfamily.blogspot.com. Pada Tanggal 27 Maret 2014 Pukul 11.12 wita.
Dr. A. Syalabi, Farid Wadji dan Ali Fikri mengatakan di Hulwan,Mesir. Tetapi penelitian yangseksama menunjukan,bahwa beliau dilahirkan dimadinah.
Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam II
KH. Firdaus A.N., Kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz cet.3,1988.
Ahmad Ali Abbas dkk., Al Mursyid fid Dienil Islamy, IV.
Dr.Imaduddin Khalil,Umar bin Abdul Aziz,Al-Wai’e Al islamy, 6 , Kuwait, 1970
Doel, Kepemimpinan dakwah Umar bin Abdul Aziz.
http://doelmith.wordpress.com , diakses tanggal 06/03/2012, pukul 14.33 wib.
[2] Abdul Mannan, “Ahlakul Karimah Umar Bin Abdul Azizi’, Al hijazi, diakses dari http://networkedblogs.com/iDGpj, pada tanggal 27 Maret 2014 Pukul 10.47.
[3] Ibid
[4] An Maharani Bluepen, “Figur Teladan Khalifah Umar Bin Abdul Aziz”, islam is my ways, diakses dari http://mentoringfamily.blogspot.com. Pada Tanggal 27 Maret 2014 Pukul 11.12 wita.
[5] Hassan Ibrahim, “Sejarah Kebudayaan Islam 1&2”, (Bandung: Kalam Mulia, 2003), hal. 91
[6] Ibid. hal. 93
[7] Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Cet. VII, Jakarta : Arga, 2002), hal. 146
[8] Andy Kirana, Etika Manajemen-Ancangan Bisnis Abad – 21, edisi 1, (Cet. I, Yogyakarta: Penerbit Andi, 1997), hal. 61-68
[9]Doel, Kepemimpinan dakwah Umar bin Abdul Aziz. http://doelmith. Wordpress. com diakses tanggal 06/03/2012, pukul 14.33 wib.
[10] Ibid.
[11]KH.Firdaus A.N., Kepemimpinankhalifah Umar bin Abdul Aziz, (cet.3,1988) hal.140
[12] ibid. hal. 50
[13]Imam Ghazali, Ihya’ Ulumuddin IV, hal.219
[14] Ahmad Ali Abbas dkk., Al Mursyid fid Dienil Islamy, IV hal.126
[15]KH.Firdaus A.N., Kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz, (cet.3,1988) hal.183-184
No comments:
Post a Comment