A.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah suatu usaha sadar, terencana,
sistematis dan berlangsung terus menerus dalam suatu proses pembelajaran untuk
mengembangkan segenap potensi manusia baik jasmani maupun rohani dalam tingkatan
kognitif, afektif dan psikomotor sehingga terwujud perubahan prilaku manusia
dan berkharakter kepribadian bangsa. Pendidikan merupakan faktor penting dalam
kehidupan manusia untuk kemajuan sebuah bangsa.
Pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhusussan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga jenis kependidikan.
Pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhusussan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga jenis kependidikan.
Namun demikian, sesungguhnya sistem pendidikan
indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan ‘sekulerisme’ yaitu
suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama dalam pengaturan
urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk dalam penyelenggaran sistem
pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal ini berupaya mengaburkan realitas
(sekulerisme pendidikan) yang ada sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003
tentang Sisdiknas pasal 4 ayat 1 yang menyebutkan, “Pendidikan nasional
bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak dan berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga
negara yang demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat
dan tanah air.”
Untuk memberikan pendidikan yang baik dan bermutu bagi masyarakat, tidak hanya dibutuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas baik, tetepi juga harus dibarengi dengan kualitas pendidik yang baik, yang dalam melaksanakan tugasnya dalam mendidik mempunyai karakteristik; kematangan diri dan sosial yang stabil serta kematangan professional. sehingga mampu memberikan pengajaran yang tepat bagi masyarakat.
Untuk memberikan pendidikan yang baik dan bermutu bagi masyarakat, tidak hanya dibutuhkan sarana dan prasarana pendidikan yang berkualitas baik, tetepi juga harus dibarengi dengan kualitas pendidik yang baik, yang dalam melaksanakan tugasnya dalam mendidik mempunyai karakteristik; kematangan diri dan sosial yang stabil serta kematangan professional. sehingga mampu memberikan pengajaran yang tepat bagi masyarakat.
B.
PROBLEMATIKA PENDIDIKAN
Dalam memetakan masalah pendidikan maka perlu
diperhatikan realitas pendidikan itu sendiri yaitu pendidikan sebagai sebuah
subsistem yang sekaligus juga merupakan suatu sistem yang kompleks. Gambaran
pendidikan sebagai sebuah subsistem adalah kenyataan bahwa pendidikan merupakan
salah satu aspek kehidupan yang berjalan dengan dipengaruhi oleh berbagai aspek
eksternal yang saling terkait satu sama lain. Aspek politik, ekonomi,
sosial-budaya, pertahanan-keamanan, bahkan ideologi sangat erat pengaruhnya
terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan, begitupun sebaliknya.
Sedangkan pendidikan sebagai suatu sistem yang kompleks menunjukan bahwa
pendidikan di dalamnya terdiri dari berbagai perangkat yang saling mempengaruhi
secara internal, sehingga dalam rangkaian input-proses-output pendidikan,
berbagai perangkat yang mempengaruhinya tersebut perlu mendapatkan jaminan
kualitas yang layak oleh berbagai stakeholder yang terkait.
1 Permasalahan Pendidikan Sebagai Suatu
Sub-Sistem
Sebagai salah satu sub-sistem di dalam sistem negara/
pemerintahan, maka keterkaitan pendidikan dengan sub-sistem lainnya diantaranya
ditunjukan sebagai berikut:
Pertama, berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja.
Pertama, berlangsungnya sistem ekonomi kapitalis di tengah-tengah kehidupan telah membentuk paradigma pemerintah terhadap penyelenggaraan pendidikan sebagai bentuk pelayanan negara kepada rakyatnya yang harus disertai dengan adanya sejumlah pengorbanan ekonomis (biaya) oleh rakyat kepada negara. Pendidikan dijadikan sebagai jasa komoditas, yang dapat diakses oleh masyarakat (para pemilik modal) yang memiliki dana dalam jumlah besar saja.
Kedua, berlangsungnya kehidupan sosial yang berlandasakan
sekulerisme telah menyuburkan paradigma hedonisme (hura-hura), permisivisme
(serba boleh), materialistik (money oriented), dan lainnya di dalam kehidupan
masyarakat. Motif untuk menyelenggarakan dan mengenyam pendidikan baik oleh
pemerintah maupun masyarakat saat ini lebih kepada tujuan untuk mendapatkan
hasil-hasil materi ataupun keterampilan hidup belaka.
Ketiga, berlangsungnya kehidupan politik yang oportunistik
telah membentuk karakter politikus machiavelis (melakukan segala cara demi
mendapatkan keuntungan) di kalangan eksekutif dan legislatif termasuk dalam
perumusan kebijakan pendidikan indonesia. Melalui Rancangan Undang-Undang Badan
Hukum Pendidikan (RUU BHP), Pemerintah berencana memprivatisasi sektor
pendidikan. Semua satuan pendidikan (sekolah) kelak akan menjadi badan hukum
pendidikan (BHP) yang wajib mencari sumber dananya sendiri. Hal ini berlaku
untuk seluruh sekolah negeri, dari SD hingga perguruan tinggi.
Demikianlah uraian problematika pendidikan nasional
yang ditinjau dari eksistensinya sebagai suatu sub-sistem (sistem cabang)
ternyata erat kaitannya dengan pengaruh dari sub-sistem yang lain (ekonomi,
politik, sosial-budaya, ideologi, dsb). Sistem pendidikan nasional juga
merupakan bagian dari penyelenggaraan sistem kehidupan di Indonesia saat ini.
2.Permasalahan Pendidikan Sebagai Sebuah Sistem
Kompleks
Dalam kaitan pendidikan sebagai suatu sistem, maka
permasalahan pendidikan yang saat ini tengah berkembang, maka masalah
pendidikan nasional dapat diuraikan sebagai berikut:
2.2.1Kerusakan Sarana/ Prasarana Ruang Kelas
Sarana dan prasarana pendidikan merupakan salah satu
faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan pendidikan. Dengan adanya
kerusakan sarana dan prasarana ruang kelas dalam jumlah yang banyak, maka
proses belajar mengajar tidak bisa berlangsung dengan baik dan efektif.
Contohnya:
- Adanya ruang kelas yang atapnya bocor, saat musim hujan maka siswa tidak akan bisa belajar dengan baik maka dari itu, proses belajar mengajar akan tergannggu.
- Adanya kerusakan pada meja dan kursi
- Kerusakan pada papan tulis
2.2.2 Kekurangan Jumlah Tenaga Guru
Guru sebagai pilar penunjang terselenggaranya suatu
sistem pendidikan, merupakan salah satu komponen strategis yang juga perlu
mendapatkan perhatian oleh negara. Misalnya dalam hal penempatan guru, bahwa
hingga sekarang ini jumlah guru dirasakan oleh masyarakat maupun pemerintah
sendiri masih sangat kurang, terutama di daerah-daerah terpencil. Sebagai
contoh di daerah-daerah terpencil di semua Kabupaten di Bali, bahwa kondisi
minimnya jumlah guru dibandingkan kebutuhan yang ada sudah sering dilontarkan.
Bukan hanya di tingkat daerah, tapi juga telah menjadi persoalan nasional.
Kurangnya jumlah guru ini jelas merupakan persoalan serius karena guru adalah
ujung tombak pendidikan. Kekurangan tersebut membuat beban guru semakin
bertumpuk sehingga sangat berpotensi mengakibatkan menurunnya kualitas
pendidikan.
2.2.3 Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering
muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat
untuk mengenyam bangku pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman
Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak
memiliki pilihan lain kecuali tidak bersekolah. Orang miskin tidak boleh
sekolah.Untuk masuk TK dan SDN saja saat ini dibutuhkan biaya Rp 500.000,
sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Masuk
SLTP/SLTA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta.
Makin mahalnya biaya pendidikan sekarang ini tidak
lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan MBS (Manajemen Berbasis
Sekolah). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk
melakukan mobilisasi dana. Karena itu, Komite Sekolah/Dewan Pendidikan yang
merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya,
pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas. Hasilnya, setelah Komite
Sekolah terbentuk, segala pungutan uang selalu berkedok, “sesuai keputusan
Komite Sekolah”. Namun, pada tingkat implementasinya, ia tidak transparan,
karena yang dipilih menjadi pengurus dan anggota Komite Sekolah adalah
orang-orang dekat dengan Kepala Sekolah. Akibatnya, Komite Sekolah hanya
menjadi legitimator kebijakan Kepala Sekolah, dan MBS pun hanya menjadi
legitimasi dari pelepasan tanggung jawab negara terhadap permasalahan
pendidikan rakyatnya.Kondisi ini akan lebih buruk dengan adanya RUU tentang
Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP). Berubahnya status pendidikan dari milik
publik ke bentuk Badan Hukum jelas memiliki konsekuensi ekonomis dan politis
amat besar. Dengan perubahan status itu Pemerintah secara mudah dapat
melemparkan tanggung jawabnya atas pendidikan warganya kepada pemilik badan
hukum yang sosoknya tidak jelas. Perguruan Tinggi Negeri pun berubah menjadi
Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Munculnya BHMN dan MBS adalah beberapa contoh
kebijakan pendidikan yang kontroversial. BHMN sendiri berdampak pada
melambungnya biaya pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi favorit.
3. Pengelolaan dan Efisiensi
Masalah pengelolaan dan efisiensi pendidikan
diantaranya dikelompokan berdasarkan lima hal yaitu:
2.3.1 Kinerja dan Kesejahteraan Guru Belum
Optimal
Kesejahteraan guru merupakan aspek penting yang harus
diperhatikan oleh pemerintah dalam menunjang terciptanya kinerja yang semakin
membaik di kalangan pendidik. Berdasarkan UU No.14/2005 tentang Guru dan Dosen,
pasal 14 sampai dengan 16 menyebutkan tentang Hak dan Kewajiban diantaranya,
bahwa hak guru dalam memperoleh penghasilan adalah di atas kebutuhan hidup
minimum dan jaminan kesejahteraan sosial, mendapatkan promosi dan penghargaan,
berbagai fasilitas untuk meningkatkan kompetensi, berbagai tunjangan seperti
tunjangan profesi, fungsional, tunjangan khusus bagi guru di daerah khusus.
Undang-undang tersebut memang sedikit membawa angin segar bagi kesejahteraan
masyarakat pendidik, namun dalam realisasinya tidak sesuai dengan apa yang
direncanakan.
2.3.2 Proses Pembelajaran Yang Konvensional
Dalam hal pelaksanaan proses pembelajaran, selama ini
sekolah-sekolah menyelenggarakan pendidikan dengan segala keterbatasan yang
ada. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan dana,
serta kemampuan guru untuk mengembangkan model pembelajaran yang efektif.
Dalam PP No 19/2005 tentang standar nasional
pendidikan disebutkan dalam pasal 19 sampai dengan 22 tentang standar proses
pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta
didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Adanya keteladanan pendidik,
adanya perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan yang efektif dan
efisien dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.
Berdasarkan standar yang ditetapkan di atas, maka proses pembelajaran yang dilakukan antara peserta didik dengan pendidik seharusnya harus meninggalkan cara-cara dan model yang konvensional sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Sudah selayaknya profesi sebagai seorang pendidik membutuhkan kompetensi yang terintegrasi baik secara intelektual-akademik, sosial, pedagogis, dan profesionalitas yang kesemuanya berlandaskan pada sebuah kepribadian yang utuh pula, sehingga dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik senantiasa dapat mengembangkan model-model pembelajaran yang efektif, inovatif, dan relevan.
2.3.3 Jumlah dan Kualitas Buku Yang Belum
Memadai
Ketersediaan buku yang berkualitas merupakan salah
satu prasarana pendidikan yang sangat penting dibutuhkan dalam menunjang
keberhasilan proses pendidikan. Sebagaimana dalam PP No 19/2005 tentang SNP
dalam pasal 42 tentang Standar Sarana dan Prasarana disebutkan bahwa setiap
satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan
pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis
pakai, serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses
pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
Secara teknis, pengadaan buku pelajaran di sekolah
tidak lagi boleh dilakukan oleh sekolah dengan menjual buku-buku kepada siswa
secara bebas, melainkan harus sesuai dengan buku sumber yag direkomendasikan
oleh pemerintah. Saat ini pemerintah sudah mengeluarkan anggaran berupa dana
bos. Selain itu, buku yang dibeli juga harus sesuai dengan peraturan yang
dikeluarkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
No. 11 Tahun 2005. Jumlah penerbit yang telah mendapatkan sertifikat dan sesuai
menurut Permendiknas No. 11 Tahun 2005 sebanyak 98 penerbit dan ratusan judul
buku. Ke-98 penerbit tersebut jika dirinci, untuk penerbit buku matematika
sebanyak 31 penerbit, bahasa Indonesia sebanyak 45 penerbit, dan bahasa Inggris
sebanyak 22 penerbit (www. Klik-galamedia.com, 08 Februari 2007).
2.3.4 Keterbatasan Anggaran
Ketersediaan anggaran yang memadai dalam
penyelenggaran pendidikan sangat mempengaruhi keberlangsungan penyelenggaraan
tersebut. Ketentuan anggaran pendidikan tertuang dalam UU No.20/2003 tentang
Sisdiknas dalam pasal 49 tentang Pengalokasian Dana Pendidikan yang menyatakan
bahwa Dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan dialokasikan
minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada sektor
pendidikan dan minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
(ayat 1).
Permasalahan lainnya yang juga penting untuk
diperhatikan adalah alasan pemerintah untuk berupaya merealisasikan anggaran
pendidikan 20% secara bertahap karena pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk
mengalokasikan 20% secara sekaligus dari APBN/APBD. Padahal kekayaan sumber
daya alam baik yang berupa hayati, sumber energi, maupun barang tambang
jumlahnya melimpah sangat besar. Tetapi karena selama ini penanganannya secara
kapitalistik maka return dari kekayaan tersebut malah dirampas Oleh para ahli
pemilik modal.
2.3.5 Mutu SDM Pengelola Pendidikan
Sumber daya pengelola pendidikan bukan hanya seorang
guru atau kepala sekolah, melainkan semua sumber daya yang secara langsung
terlibat dalam pengelolaan suatu satuan pendidikan. Rendahnya mutu dari SDM
pengelola pendidikan secara praktis tentu dapat menghambat keberlangsungan
proses pendidikan yang berkualitas, sehingga adaptasi dan sinkronisasi terhadap
berbagai program peningkatan kualitas pendidikan juga akan berjalan lamban.
Dengan memahami kerangka dasar penyelenggaraan
pendidikan nasional yang berlandaskan sekulerisme, maka standar pengelolaan
pendidikan secara nasionalpun akan sejalan dengan sekulerisme tersebut, semisal
adanya mekanisme MBS dan Otonomi PT sebagaimana disebutkan di atas yang
merupakan implementasi dari otonomi pendidikan.
C. PEMECAHAN MASALAH
1. Solusi Masalah Mendasar
Penyelesaian masalah mendasar tentu harus dilakukan
secara fundamental. Itu hanya dapat diwujudkan dengan melakukan perombakan
secara menyeluruh yang diawali dari perubahan paradigma pendidikan sekular
menjadi paradigma Islam. Ini sangat penting dan utama. Artinya, setelah masalah
mendasar diselesaikan, barulah berbagai macam masalah cabang pendidikan
diselesaikan, baik itu masalah rendahnya sarana dan prasarana, pengelolaan dan
efisiensi, hingga kualitas pendidikan dan mahalnya biaya pendididikan.
Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain. Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.
Solusi masalah mendasar itu adalah merombak total asas sistem pendidikan yang ada, dari asas sekularisme diubah menjadi asas Islam, bukan asas yang lain. Bentuk nyata dari solusi mendasar itu adalah mengubah total UU Sistem Pendidikan yang ada dengan cara menggantinya dengan UU Sistem Pendidikan Islam. Hal paling mendasar yang wajib diubah tentunya adalah asas sistem pendidikan. Sebab asas sistem pendidikan itulah yang menentukan hal-hal paling prinsipil dalam sistem pendidikan, seperti tujuan pendidikan dan struktur kurikulum.
2 Solusi Untuk Permasalah Derivat
Seperti diuraikan di atas, selain adanya masalah
mendasar, sistem pendidikan di Indonesia juga mengalami masalah-masalah cabang,
antara lain :
1. Kerusakan sarana dan prasarana,
2. Kekurangan tenaga guru,
3. Mahalnya biaya Pendidikan
4. Kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal,
5. Proses pembelajaran yang konvensional,
6. Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai,
7. Keterbatasan anggaran
8. Mutu SDM Pengelola pendidikan
2. Kekurangan tenaga guru,
3. Mahalnya biaya Pendidikan
4. Kinerja dan kesejahteraan guru yang belum optimal,
5. Proses pembelajaran yang konvensional,
6. Jumlah dan kualitas buku yang belum memadai,
7. Keterbatasan anggaran
8. Mutu SDM Pengelola pendidikan
Untuk menyelasaikan masalah-masalah cabang di atas,
diantaranya juga tetap tidak bisa dilepaskan dari penyelesaian masalah
mendasar. Sehingga dalam hal ini diantaranya secara garis besar ada dua solusi
yaitu:
Pertama, solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem
sosial yang berkaitan dengan sistem pendidikan, antara lain: sistem ekonomi,
sistem politik, sistem sosial, ideologi, dan lainnya. Dengan demikian,
penerapan ekonomi syari’ah sebagai pengganti ekonomi kapitalis ataupun sosialis
akan menyeleraskan paradigma pemerintah dan masyarakat tentang penyelenggaraan
pendidikan sebagai salah satu bentuk kewajiban negara kepada rakyatnya dengan
tanpa adanya pembebanan biaya yang memberatkan ataupun diskriminasi terhadap
masyarakat yang tidak memiliki sumber dana (capital).
Kedua, solusi teknis, yakni solusi untuk menyelesaikan
berbagai permasalahan internal dalam penyelenggaraan sistem pendidikan.
Diantaranya: Secara tegas, pemerintah harus mempunyai komitmen untuk
mengalokasikan dana pendidikan nasional dalam jumlah yang memadai yang
diperoleh dari hasil-hasil eksploitasi sumber daya alam yang melimpah yang
merupakan milik ummat. Dengan adanya ketersediaan dana tersebut, maka
pemerintahpun dapat menyelesaikan permasalahan aksesibilitas pendidikan dengan
memberikan pendidikan gratis kepada seluruh masyarakat usia sekolah dan
siapapun yang belum bersekolah baik untuk tingkat pendidikan dasar (SD-SMP)
maupun menengah (SLTA), bahkan harus pula berlanjut pada jenjang perguruan
tinggi. merekrut jumlah tenaga pendidik sesuai kebutuhan di lapangan disertai
dengan adanya jaminan kesejahteraan dan penghargaan untuk mereka. Pembangunan
sarana dan prasarana yang layak dan berkualitas untuk menunjang proses
belajar-mengajar. Melarang segala bentuk kapitalisasi dan komersialisasi
pendidikan baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta menjamin terlaksananya
pendidikan yang berkualitas dengan menghasilkan lulusan yang mampu menjalani
kehidupan dunia dengan segala kemajuannya (setelah menguasai ilmu pengetahuan
dan keterampilan teknologi serta seni budaya ).
3.3 Solusi dari tokoh Pendidikan
Gurunya adalah putera daerah yang kompeten,
petani/peternak/ pengrajin/pengusaha sukses di daerahnya. Pemerintah/Komunitas
daerah hanya perlu merekrut 2 orang PAEDAGOGE dan PSIKOLOG per Kabupaten untuk
menyusun kurikulum berbasis POTENSI BISNIS di daerah. Perpustakaan difokuskan
kepada pengembangan potensi daerah ini.Dengan begitu, pendidikan atau sekolah
benar-benar menjadi tempat dimana BUSINESS dilahirkan, dihidupkan dan
diimplementasikan dalam dunia nyata untuk menghidupkan Kesholehan Sosial dan
Kesholehan Ekonomi di Daerah. (Harry Santosa)
Tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi dari guru/dosen
yang harus ditingkatkan sebagai insentif dalam proses mengajar serta semakin
banyak sekolah yang mempunyai fasilitas yang memadai tetapi masih terlalu besar
poverty gap antara sekolah di kota dan di desa.” Prioritas yang paling
mendesak dilakukan pemerintah saat ini menurut Syamsul adalah perbaikan gaji,
perbaikan kurikulum, perbaikan peraturan/regulasi, dan pendistribusian subsidi
pemerintah yang adil dan menyeluruh. Selain itu kemampuan guru dan dosen
sendiri harus ditingkatkan baik melalui intensive training dan self-learning
seperti research, menulis di jurnal dll. Seharusnya hal-hal seperti inilah yang
harus ditingkatkan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu para pendidik itu
sendiri. Good educators mean good education dan diharapkan akan
menghasilkan para lulusan yang bermutu dan siap kerja. (Syamsul Arief
Rakhmadani, seorang staff pengajar di INTI College)
Mengutif dari DR.H.Arief Rahman,MPd,sebagai
Executive Chairman of Indonesian National Commision untuk Lembaga PBB UNESCO
ini, adalah Mutu Guru. Di mana kesejahteraan mereka para guru harus
diperhatikan dan diperbaiki, akademisnya juga harus diperbaiki, pola
mengajarnya juga harus diperbaiki. Bangsa dan negara ini juga mempunyai andil
dalam kesalahan besar terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Maksud saya
adalah seolah-olah semua masalah besar pada pendidikan dibebankan atau
ditujukan kepada Pemerintah saja, padahal itu adalah tanggung jawab seluruh
rakyat Indonesia juga atau tanggung jawab kita bersama. Saya beri contoh, jika
ada sesuatu yg tidak beres dalam tatanan dunia pendidikan seharusnya kita
tanyakan dulu kepada diri kita sendiri tentang permasalahan itu, dan kita
berusaha ikut berpartisipasi positif dan aktif di dalam memajukan sistem
pendidikan di Indonesia. Jangan hanya menyalahkan pemerintah saja. Dalam hal
ini pemerintah itu hanya memberikan rambu-rambu pendidikan yang fleksibel yang
dapat kita rembukan atau diskusikan bersama untuk hal perubahan atau penambahan
di dalam rambu-rambu tersebut.
No comments:
Post a Comment