KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
pertolonganNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul
“Makanan Khas Yogyakarta”. Tak lupa penulis sampaikan terimakasih kepada guru
pembimbimg yang telah membantu dalam mengerjakan makalah ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah membantu.
Dalam
penulisan karya tulis ilmiah ini, maaf jika penulis melakukan kesalahan karena
penulis juga memiliki keterbatasan selaku manusia biasa. Maka dari itu penulis
bersedia menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman sebagai batu
loncatan yang dapat memperbaiki karya tulis penulis di masa yang akan dating.
Dengan
menyelesaikan karya tulis ini, penulis mengharapkan banyak manfaat yang dapat
dipetik dan diambil dari karya tulis ilmah ini.
Pangandaran, 24 Maret
2017
Penyusun
DAFTAR ISI
LEMBAR
PENGESAHAN................................................................................. i
KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I
PENDAHULUAN................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2
1.3 Tujuan........................................................................................................ 2
1.4 Metode Penelitian .................................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan................................................................................ 3
BAB II LANDASAN
TEORI............................................................................. 4
2.1 Daerah Istimewa Yogyakarta.................................................................... 4
2.2 Keistimewaan DIY................................................................................... 6
BAB III
PEMBAHASAN................................................................................... 8
3.1 Makanan Khas Yogyakarta....................................................................... 8
3.2 Pengaruh Makanan Khas Yogyakarta Terhadap Daya Tarik
Wisatawan. 21
BAB IV SIMPULAN DAN
SARAN.................................................................. 23
4.1 Kesimpulan................................................................................................ 23
4.2 Saran.......................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia adalah Negara yang luas. Terbentang dari
sabang sampai merauke. Tidak di ragukan lagi Indonesia sebagai Negara yang kaya
akan budaya memiliki daerah, agama, Suku bangsa yang berbeda, dan tentunya
Indonesia memiliki budaya yang memiliki ciri khas setiap daerahnya. Salah
satunya adalah daerah istimewa Yogyakarta (Jogjakarta). Yang merupakan daerah
istimewa yang memiliki berbagai macam budaya, adat, dan kebiasaan-kebiasaan
tertentu, dan tentunya tidak ada di daerah Indonesia yang lainnya.
Jogjakarta yang merupakan kota tua mewariskan banyak sekali peninggalan baik
yang berwujud benda seperti bangunan candi, istana, masjid dsb maupun adat istiadat yang hingga kini masih bertahan keberadaaannya. Pun dengan
kuliner, banyak warisan para leluhur yang hingga kini masih bisa kita jumpai di
pasar-pasar, toko-toko makanan dan pusat oleh-oleh. Interaksi dengan dengan
daerah-daerah di Indonesia maupun negara asing seperti India, China, Eropa
serta Asia Barat menambah cita rasa dan variasi makanan di Jogja. Pengaruh dari
luar tersebut menambah variasi kuliner khas Jogja. Makanan-makanan tersebut
banyak yang masih mudah didapatkan bahkan menjadi makanan yang seringkali
diburu para turis terutama turis domestik sebagai oleh-oleh untuk mereka bawa
pulang. Namun ada juga makanan yang hanya bisa didapat di daerah-daerah
tertentu di Jogja.
Makanan khas ini tentu saja berdampak dengan munculnya
industri rumahan yang menyajikan oleh-oleh khas Yogyakarta. Seperti yang
terletak di Wijilan, daerah tersebut merupakan sebuah areal yang terkenal
dengan penjual Gudegnya. Karena begitu khas rasanya, Gudeg sudah dikenal di
berbagai penjuru kota, bahkan Negara, hingga kota Yogyakarta sendiri
mendapatkan julukan Kota Gudeg, Jadi jika anda berkunjung ke Yogyakarta,
sempatkanlah untuk menikmati Gudeg sebagai syarat bahwa anda telah mengunjungi
kota Yogyakarta.
1.2
Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, maka penyusun
menyusunkan rumusan masalahnya sebagai berikut :
1.
Apa itu daerah
istimewa yogyakarta ?
2.
Aja saja makanan
khas daerah istimewa yogyakarta ?
3.
Bagaimana dampak
makanan khas daerah istimewa yogyakarta sebagai daya tarik wisatawan ?
1.3
Tujuan
Tujuan dalam
membuat karya tulis ini selain sebagai syarat untuk menuntaskan tugas
sekolah,kami juga memiliki tujuan lain.
Diantaranya sebagai berikut :
1. Mengetahui tentang daerah istimewa yogyakarta.
2. Mengetahui makanan khas daerah istimewa yogyakarta.
3. Mengetahui dampak makanan khas daerah istimewa
yogyakarta bagi daya tarik wisatawan.
1.4
Metode Penelitian
1.
Tehnik
pengumpumpulan data
a.
survei lapangan
b.
Merupakan sduatu
aktivitas atau kegiatan penelitian yang dilakukan untuk mendapat suatu
kepastian informasi dengan cara mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok.
c.
Study pustaka
d.
Segala usaha
yang dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan
topik atau masalah yang akan atau sedang di teliti.
2. Wawancara
Mendapat informasi denagn cara bertanya langsung
kepada responden.
3.
Tehnik
pengolahan data
a.
Menjelaskan
b.
Menjelaskan
adalah menerangkan sesuatu.
Deskripsi
c.
Deskripsi adalah
menggambarkan sesuatu.
1.5
Sistematika Penulisan
HALAMAN SAMPUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Metode Penelitian
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Daerah Istimewa Yogyakarta
2.2 Keistimewaan DIY
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Makanan Khas Yogyakarta
3.2 Pengaruh Makanan Khas Yogyakarta Sebagai Daya
Tarik Wisatawan
BAB IV SIMPULAN DAN
SARAN
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta (bahasa Jawa: Dhaérah
Istiméwa Ngayogyakarta) adalah Daerah Istimewa setingkat provinsi di Indonesia
yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan Negara Kadipaten Paku
Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan Pulau Jawa, dan
berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa
yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kotamadya, dan empat
kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan 438 desa/kelurahan.
Menurut sensus penduduk 2010 memiliki populasi 3.452.390 jiwa dengan proporsi
1.705.404 laki-laki, dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk
sebesar 1.084 jiwa per km2.
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta
yang terlalu panjang menimbulkan penyingkatan nomenklatur menjadi DI Yogyakarta
atau DIY. Daerah Istimewa Yogyakarta sering dihubungkan dengan Kota Yogyakarta
sehingga secara kurang tepat sering disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta,
Jogjakarta. Walau secara geografis merupakan daerah setingkat provinsi terkecil
kedua setelah DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional,
dan internasional, terutama sebagai tempat tujuan wisata andalan setelah
Provinsi Bali. Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami beberapa bencana alam besar
termasuk bencana gempa bumi pada tanggal 27 Mei 2006, erupsi Gunung Merapi
selama Oktober-November 2010, serta erupsi Gunung Kelud, Jawa Timur pada
tanggal 13 Februari 2014.
DIY terletak di bagian tengah-selatan Pulau Jawa,
secara geografis terletak pada 8º 30' - 7º 20' Lintang Selatan, dan 109º 40' -
111º 0' Bujur Timur. Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan
menjadi empat satuan fisiografi, yaitu satuan fisiografi Gunungapi Merapi,
satuan fisiografi Pegunungan Sewu atau Pegunungan Seribu, satuan fisiografi
Pegunungan Kulon Progo, dan satuan fisiografi Dataran Rendah.
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, yang terbentang
mulai dari kerucut gunung api hingga dataran fluvial gunung api termasuk juga
bentang lahan vulkanik, meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul.
Daerah kerucut, dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai
kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini terletak di Sleman
bagian utara. Gunung Merapi yang merupakan gunungapi aktif dengan karakteristik
khusus, mempunyai daya tarik sebagai objek penelitian, pendidikan, dan
pariwisata.
Satuan Pegunungan Selatan atau Pegunungan Seribu,
yang terletak di wilayah Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping
dan bentang alam karst yang tandus, dan kekurangan air permukaan, dengan bagian
tengah merupakan cekungan Wonosari yang telah mengalami pengangkatan secara
tektonik sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari).
Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan), dengan
bahan induk batu gamping, dan mempunyai karakteristik lapisan tanah dangkal,
dan vegetasi penutup sangat jarang.
Satuan Pegunungan Kulon Progo, yang terletak di
Kulon Progo bagian utara, merupakan bentang lahan struktural denudasional
dengan topografi berbukit, kemiringan lereng curam, dan potensi air tanah
kecil.
Satuan Dataran Rendah, merupakan bentang lahan
fluvial (hasil proses pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial,
membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulon Progo sampai Bantul yang
berbatasan dengan Pegunungan Seribu. Satuan ini merupakan daerah yang subur.
Termasuk dalam satuan ini adalah bentang lahan marin dan eolin yang belum
didayagunakan, merupakan wilayah pantai yang terbentang dari Kulon Progo sampai
Bantul. Khusus bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang
terkenal dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian
bentang alam pantai.
2.2
Keistimewaan DIY
Menurut UU Nomor 3 tahun 1950 yang dikeluarkan oleh
negara bagian Republik Indonesia yang beribukota di Yogyakarta pada maret 1950,
keistimewan DIY mengacu pada keistimewaan yang diberikan oleh UU Nomor 22 Tahun
1948 yaitu Kepala Daerah Istimewa diangkat oleh Presiden dari keturunan
keluarga yang berkuasa di daerah itu pada zaman sebelum Republik Indonesia, dan
yang masih menguasai daerahnya, dengan syarat-syarat kecakapan, kejujuran, dan
kesetiaan, dan dengan mengingat adat istiadat di daerah itu.
Selain itu, untuk Daerah Istimewa yang berasal dari
gabungan daerah kerajaan dapat diangkat seorang Wakil Kepala Daerah Istimewa
dengan mengingat syarat-syarat sama seperti kepala daerah istimewa. Sebab pada
saat itu daerah biasa tidak dapat memiliki wakil kepala daerah. Adapun alasan
keistimewaan Yogyakarta diakui oleh pemerintahan RI menurut UU Nomor 22 Tahun
1948 (yang juga menjadi landasan UU Nomor 3 Tahun 1950 mengenai pembentukan
DIY), adalah Yogyakarta mempunyai hak-hak asal usul, dan pada zaman sebelum
Republik Indonesia sudah mempunyai pemerintahan sendiri yang bersifat Istimewa
(zelfbestuure landschappen).
Saat ini Keistimewaan DIY diatur dengan UU Nomor 13
tahun 2012 yang meliputi:
1. Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan
wewenang Gubernur, dan Wakil Gubernur;
2. Kelembagaan Pemerintah Daerah DIY;
3. Kebudayaan;
4. Pertanahan; dan
5. Tata ruang.
6. Kewenangan istimewa ini terletak di tingkatan
Provinsi
Dalam tata cara
pengisian jabatan gubernur, dan wakil gubernur salah satu syarat yang harus
dipenuhi calon gubernur, dan wakil gubernur adalah bertakhta sebagai Sultan
Hamengku Buwono untuk calon Gubernur, dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam
untuk calon Wakil Gubernur. Kewenangan kelembagaan Pemerintah Daerah DIY
diselenggarakan untuk mencapai efektivitas, dan efisiensi penyelenggaraan
pemerintahan, dan pelayanan masyarakat berdasarkan prinsip responsibilitas,
akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dengan memperhatikan bentuk, dan
susunan pemerintahan asli yang selanjutnya diatur dalam Perdais.
Kewenangan kebudayaan
diselenggarakan untuk memelihara, dan mengembangkan hasil cipta, rasa, karsa,
dan karya yang berupa nilai-nilai, pengetahuan, norma, adat istiadat, benda,
seni, dan tradisi luhur yang mengakar dalam masyarakat DIY yang selanjutnya
diatur dalam Perdais. Dalam penyelenggaraan kewenangan pertanahan Kasultanan
Yogyakarta, dan Kadipaten Pakualamanan dinyatakan sebagai badan hukum.
Kasultanan, dan Kadipaten berwenang mengelola, dan memanfaatkan tanah
Kasultanan, dan tanah Kadipaten ditujukan untuk sebesar-besarnya pengembangan
kebudayaan, kepentingan sosial, dan kesejahteraan masyarakat. Kewenangan
Kasultanan, dan Kadipaten dalam tata ruang terbatas pada pengelolaan, dan
pemanfaatan tanah Kasultanan, dan tanah Kadipaten yang selanjutnya diatur dalam
Perdais. Perdais adalah peraturan daerah istimewa yang dibentuk oleh DPRD DIY
dan Gubernur untuk mengatur penyelenggaraan Kewenangan Istimewa. Selain itu,
pemerintah menyediakan pendanaan dalam rangka penyelenggaraan urusan
Keistimewaan DIY dalam Anggaran Pendapatan, dan Belanja Negara sesuai dengan
kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Makanan Khas Yogyakarta
Yogyakarta
adalah satu-satunya kota yang memiliki gelar Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota
ini juga memiliki berbagai tempat wisata yang sangat terkenal maka dari itu tak
salah jika kota ini adalah salah satu kota pariwisata yang ada di Indonesia. Pesona
kota ini bukan hanya pada tempat dan pemandangan alamnya yang indah melainkan
budaya dan pastinya kuliner-kulinernya yang begitu menarik. Karena banyak orang yang datang ke kota ini
bukan hanya untuk berwisata alam tapi juga berwisata kuliner.
Berikut ini
bebera menu makanan khas Yogyakarta yang wajib anda cicipi setibanya di kota
ini.
1.
Gudeg
Gudeg adalah
makanan dari Yogyakarta yang sudah sangat terkenal hingga ke berbagai daerah
seluruh Indonesia. Namun merasakan gudeg Yogyakarta langsung di kota asalnya
membuat sensasi makan lebih berasa. Gudeg sendiri adalah makanan yang terbuat
dari nangka muda yang dimasak menggunakan santan. Biasanya sebagai pelengkap
makanan ini dihidangkan bersama nasi, ayam, tahu, dan telur. Anda bisa
menemukan banyak tempat makan di Yogyakarta yang menjual menu yang satu ini.
Sejarah dan Keinikan Guedeg
Gudeg telah
dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya sebagai makanan khas dari
KotaYogyakarta. Popularitas tersebut juga yang membuat Yogyakarta dikenal
dengan nama Kota Gudeg. Gudeg adalah makanan tradisional yang terbuat dari
Nangka muda (nangka) yang direbus selama beberapa jam dengan gula kelapa serta
santan. Dengan dilengkapi dengan berbagai bumbu tambahan membuat Gudeg menjadi
terasa manis dilidah dan memiliki rasa yang khas dan enak sesuai dengan selera
masyarakat Jawa pada umumnya.
Pada
penyajiannya, Gudeg biasa di lengkapi dengan nasi putih, ayam, telur rebus,
tahu atau tempe, dan rebusan terbuat dari kulit sapi segar atau lebih dikenal
dengan nama sambal goreng krecek. Ada beberapa jenis Gudeg yang dikenal saat
ini yaitu jenis Gudeg kering dan Gudeg basah. Gudeg kering hanya memiliki
sedikit santan sementara Gudeg basah mencakup lebih banyak susu kelapa atau
santan. Jenis-jenis Gudeg tersebut juga mempengaruhi rasa yang dimiliki oleh
Gudeg. Meskipun biasanya manis, Gudeg kadang juga memiliki rasa yang pedas
seperti yang terdapat pada wilayah Jawa Timur.
Awalnya
Gudeg yang dikenal oleh masyarakat Indonesia khususnya Yogyakarta jaman dahulu
adalah Gudeg Basah. Seiring perkembangan jaman, kebutuhan Gudeg untuk oleh-oleh
yang semakin berkembang juga seirama dengan munculnya Gudeg kering. Gudeg
kering baru ditemukan sekitar enam dasawarsa yang lalu. Sifatnya yang kering
membuat gudeg tersebut tahan lama dan sering dimanfaatkan sebagai oleh-oleh
yang tentu saja berdampak dengan munculnya industri rumahan yang menyajikan
oleh-oleh Gudeg khas Yogyakarta.
Keunikan lainnya
dari masakan gudeg adalah kemasannya. Apabila Anda berbelanja Gudeg sebagai
makanan khas Yogyakarta, tidak jarang Gudeg tersebut dikemas dengan menggunakan
besek. Besek adalah bungkus dari anyaman bamboo yang dibentuk sedemikian rupa
berbentuk segi empat dan dapat digunakan sebagai tempat Makanan. Selain itu
Gudeg juga sering dikemas menggunakan kendil yaitu berupa wadah yang terbuat
dari tanah liat. Kemasan tersebut biasanya banyak ditemukan pada para penjual
gudeg yang telah terkenal di Yogyakarta seperti Gudeg Wijilan. Wijilan memang
merupakan sebuah areal yang terkenal dengan penjual Gudegnya.
Hingga saat
ini, belum diketahui secara jelas tentang sejarah Gudeg. Beberapa pandangan
mengkaitkan Gudeg sebagai makanan dari Kraton Yogyakarta, sementara lainnya
berpandangan bahwa Gudeg telah lama ada sejak penyerbuan pertama ke Batavia
pada 1726-1728 oleh pasukan Sultan Agung yang tercatat dalam sejarah meski
belum dapat dibuktikan kebenarannya. Namun dalam berbagai kesimpulan mengenai
sejarah Gudeg dapat disimpulkan bahwa Gudeg adalah makanan Masyarakat jaman
dulu karena bahan bakunya yaitu nangka muda mudah untuk ditemukan di pekarangan
sekitar rumah warga. Nangka tersebut kemudian diolah dan dikembangkan sehingga
menjadi Gudeg makanan khas masyarakat Yogyakarta sampai saat ini.
2. Sate Klatak
Sate klatak
adalah makanan khas Yogyakarta yang sangat unik. Keunikan dari makanan
yang satu ini adalah dari proses penghidangannya dan proses pembuatannya. Sate
klatak adalah sate yang ditusuk dengan jeruji sepeda dan hanya menggunakan
bumbu garam saja saat pembakarannya. Garam ditaburkan saat proses pembakaran
sehingga menimbulkan bunyi gemletak. Itulah sebabnya sate ini dinamai dengan
nama sate klatak.
Sejarah sate klatak
Yogyakarta memiliki berbagai macam kekayaan kuliner yang
memperkaya potensi wuisatanya. Banyak sekali kuliner menarik yang dapat
ditemukan di Kota Yogyakarta. Sate
adalah salah satu macam kekayaan kuliner tersebut. Tapi tunggu dulu, Terdapat
sate yang berasal dari Yogyakarta yang tidak bisa dijumpai di wilayah lain dan
bentuknya berbeda dengan sate-sate kebanyakan. Tersebutlah sate Klatak yang
berada di pasar Jejeran, Pleret, Bantul Yogyakarta. Karena lokasi yang
digunakan saat siang digunakan sebagai pasar tradisional, maka Sate Klatak ini
memanfaatkan lokasi pada malam hari mulai pukul 18.00 WIB.
Sate Klatak
adalah sate yang berbahan dasar kambing. Yang membedakan sate tersebut dengan
sate lainnya adalah pada bumbu untuk pengolahan sate. Sate Klatak tidak
menggunakan bumbu kecap atau kacang melainkan hanya dibumbui dengan garam.
Meskipun sangat sederhana, namun sate Klatak sangat diminati oleh pengunjung
dann justru menjadi salah satu icon kuliner di Kota Yogyakarta. Keistimewaan
sate tersebut tidak berhenti sampai disitu, keistimewaan lainnya dari Sate
Klatak adalah pada penyajiannya. Tusuk sate yang digunakan bukan dari bambu
namun menggunakan besi jeruji sepeda. Penggunaan jeruji ini dipercaya dapat
menghantarkan panas yang baik sehingga daging dapat matang dengan sempurna.
Melihat
latar belakang sejarahnya, yang mengenalkan sate ini pertama kali adalah Mbah
Ambyah yang memiliki ide menjual sate kambing karena beliau memiliki banyak
kambing. Awalnya julan sate tersebut dijual di bawah pohon melinjo. Usaha tersebut kemudian diturunkan pada
anak-anaknya. Dalam perkembangan popularitas Sate Klatak tersebut, membuat
banyak warga sekitar Jejeran juga memutuskan untuk membuka warung sate yang
sama dengan lokasi yang berdekatan bahakan sampai membangun restaurant yang
dikelola secara professional sampai saat ini. Sesungguhnya asal mula Nama Sate
Klatak tidak diketahui secara jelas darimana asalnya. Ada orang yang meyakini
nama tersebut dari suara daging kambing yang dibakar. Sebagian lainnya
mempercayai bahawa Klatak adalah nama buah melinjo dimana sate Klatak pertama
kali dijual.
Sampai saat
ini Sate Klatak masih sangat dikenal oleh wisatawan bahakan dari kalangan
selebritis dan seniman sekalipun. Apabila Anda mencari variasi makanan sate di
Yogyakarta, Sate Klatak adalah salah satu alternatif yang pantas dituju.
Lokasinya mudah ditemui karena akses jalan yang sangat mudah dicapai baik
menggunakan roda empat maupun roda dua. Meskipun Anda mungkin tercengang dengan
harga yang lumayan dan hanya mendapatkan dua potong sate, namun sate tersebut
memiliki daging yang besar tidak seperti sate-sate lainnya selain rasanya yang
khas.
3. Sup Kembang
Waru
Makanan
selanjutnya yang wajib diburu adalah sum kembang waru. Sup ini cukup sulit
ditemukan di kota Yogyakarta sekalipun. Karena biasanya makanan ini hanya disajikan
saat pada momen-momen tertentu seperti hajatan atau pernikahan. Jika anda
penasaran terhdapar makanan yang satu ini anda bisa datang ke Pasar
Beringharjo. Di sana ada food court yang menjajakan makanan yang satu ini. Sop
ini akan menambah daftar buruan makanan berat khas Yogyakarta. Selain
kekhasannya, sop kembang waru merupakan makanan yang hanya ditemui di Pasar
Beringharjo. Letaknya persis di foodcourt Pasar Beringharjo, Lantai 2, Kota
Yogyakarta.
Perlu
diketahui, bahwa sajian sop ini hanya akan ditemui saat pesta pernikahan di
Yogyakarta. Di luar itu, jangan harap mudah menemukannya. Pasalnya, sup kembang
waru termasuk jenis makanan khas yang jarang diperdagangkan. So, Anda hanya
dapat menemui pedagang sop kembang waru di Pasar Beringharjo. Sop Kembang Waru
memiliki tampilan sop bening dengan aneka sayuran biasa seperti wortel, buncis,
tetelan daging atau ceker ayam. Yang membuatnya special adalah tambahan sejenis
siomay bungkus dadar yang ditata menyerupai bunga. Oleh masyarakat Jogja siomay
jenis ini disebut siomay kembang waru. Jadi, Anda salah kalau mengira sop satu
ini ditambahkan kembang waru betulan alias bunga dari pohon waru.
Dengan ceker
atau tetelan daging sapi yang dimasak dengan sangat tanak, sop ini menjadi
sangat nikmat sembari mengunyah ceker dan tetelan yang seolah lumer begitu saja
di dalam mulut. Warung sop kembang waru di sini buka pukul 09.00 WIB hingga
17.00 WIB. Satu porsinya hanya Rp15.000. Namun, harga itu belum termasuk minum,
hanya sop dan sepiring nasi. Meski terbilang mahal, tentu kesegaran icip-icip
sop langka ini layak dihargai Rp15.000.
4. Tempe Benguk
Tempe benguk
adalah tempe yang sangat berbeda dengan tempe-tempe lain pada umumnya. Tempe
ini terbuat dari biji benguk. Benguk sendiri adalah sejenis tanaman koro. Tempe
benguk diolah menggunakan santan dan bumbu khusus yang dapat membuat makanan
yang satu ini begitu gurih dan lezat. empe Benguk adalah olahan makanan sejenis
tempe yang terbuat dari kacang benguk atau kacang koro. Bentuknya hampir sama
dengan tempe kedelai, hanya saja kacang benguk ukurannya lebih besar dan
memiliki rasa yang sangat khas. Makanan ini merupakan salah satu makanan
tradisional di Yogyakarta, khususnya daerah Kulon Progo.
Benguk
sendiri merupakan tanaman jenis kacang – kacangan yang tumbuh secara merambat.
Tanaman kacang benguk ini bisa tumbuh di semua tempat di dataran rendah atau di
dataran tinggi. Untuk menanamnya tidak memerlukan cara khusus, melainkan hanya
di tanam di tanah kosong dan dibiarkan hidup dengan sendirinya. Dalam Tempe Benguk
ini bahan yang digunakan adalah biji kacangnya. Bentuk kacanganya sedikit
lonjong dan pipih, biasanya memiliki warna kehitaman.
Dalam
membuat Tempe Benguk ini hampir sama dengan membuat tempe pada umumnya, namun
membutuhkan waktu yang lama dan membutuhkan kehati – hatian. Dalam proses
pembuatannya, tempe harus direndam terlebih dahulu selama sekitar 2 hari. Hal
ini dilakukan untuk menghilangkan bau apek pada kacang benguk dan membuat
kacang lebih lunak. Setelah itu kacang kemudian di rebus sampai matang dan
didinginkan. Kemudian kacang tersebut di campur dengan ragi dan di bungkus
menggunakan daun hingga tempe benar – benar jadi.
Tempe Benguk
ini bisa dibuat makanan dengan cara di goreng dengan bumbu atau di goreng tepung seperti mendoan.
Namun di Kulon Progo sendiri, Tempe Benguk ini sering dimasak menjadi
besengek. Besengek sendiri merupakan
cara olahan Tempe Benguk dengan cara seperti di bacem, namun menggunakan
santan. Dalam proses pembuatannya, tempe direbus terlebih dahulu hingga empuk
dan di buang airnya bila sudah empuk. Kemudian di masak bersama dengan santan
dan bumbu khusus hingga meresap dan santannya mengental.
Besengek
Tempe Benguk ini biasanya paling pas bila disajikan selagi hangat. Rasanya yang
gurih dari santan dan aroma rempah pada bumbu memberikan cita rasa yang khas
pada makanan satu ini. Bagi anda yang suka makanan pedas, besengek Tempe Benguk
ini sangat cocok bila di santap bersama dengan cabai rawit. Selain itu Tempe
Benguk ini memiliki tekstur yang sangat unik, walaupun empuk namun tetap
memiliki rasa renyah pada kacangnya, sehingga memberikan sensasi tersendiri
saat kita menyantapnya.
5. Oseng-oseng
Mercon
Oseng-oseng
mercon merupakan masakan tumis tetelan sapi. Tetelan sapi tersebut dimasak
dengan menggunakan cabai dan beberapa bumbu yang dapat membuat aroma dari
masakan ini begitu kuat. Jika anda pecinta masakan pedas mungkin ini adalah
salah makanan yang wajib anda cicipi. Karena oseng-oseng mercon ini adalah
salah satu makanan yang memiliki cita rasa pedas yang begitu kuat.
Oseng-oseng mercon, dari namanya
saja sudah terbayang bagaimana pedasnya. Saking pedasnya makanan ini, seperti
ada mercon (petasan) yang meledak-ledak dalam mulut. Maklum saja, bahan utama
di menu ini selain menggunakan tetelan (koyoran)/kulit sapi sebagai bahan
utamanya, tentu saja menggunakan cabe rawit merah segar, beberapa juga ada yang
menggunakan merica sebagai penambah rasa pedasnya. Bahkan kalau dilihat-lihat,
lebih banyak terlihat irisan cabe rawitnya dibanding kikil/tetelan sapinya
sendiri. Penggunaan kata ‘mercon’ ini sendiri awalnya dipopulerkan oleh M. H
Ainun Najib.
Dari namanya, kita sudah bisa tau
kalau menu ini diolah dengan cara di oseng atau di tumis, tapi bedanya kalau
tumisan biasa, bumbunya digoreng dengan sedikit minyak, sedangkan oseng-oseng
mercon, bumbunya digoreng dalam minyak. Sedangkan perbandingan kikil/tetelan
sapi yang digunakan sekitar 10:2. Bagi anda yang tak suka pedas atau bahkan tak
bisa makan pedas, jangan pernah mencoba makanan ini.
Di Jogja, kuliner ini punya tempat
mangkalnya sendiri. Kalau anda main ke daerah sekitar malioboro atau titik nol
kilmeter, dari titik nol kilometer, anda tingal menuju ke arah barat, tepatnya
di daerah JL. K.H Ahmad Dahlan. Disana anda akan menemukan banyak
tenda-tenda/warung makan pinggir jalan yang menjajakan oseng-oseng mercon
sebagai menu andalannya. Salah satu yang paling legendaris adalah oseng-oseng
mercon Bu Narti. Warung tersebut merupakan pelopor oseng-oseng mercon di
Yogyakarta yang dikenal sejak 1997. Untuk menikmati seporsi oseng-oseng mercon
lengkap dengan nasi hangatnya, anda merogoh kocek tak lebih dari 20 ribu
rupiah. Untuk seporsi makanan lezat dengan pedas super, cukup untuk memuaskan
diri anda akan rasa pedas.
7.
Angkringan
Angkringan sebenarnya adalah bukan
nama dari menu makanan melainkan sejenis tempat penjual sajian kuliner ala kota
Yogyakarta. Angkringan dapat anda temui dengan mudah diberbagai penjuru kota
Yogyakarta. Menu yang dapat anda nikmati di angkringan adalah nasi kucing yang
menjadi daya tarik dari angkringan itu sendiri selain itu anda bisa menimati
berbagai menu lainnya seperti satu usus, sate telur puyuh, sate kerang, oseng
tempe, oseng teri dan masih banyak menu sederhana lainnya. Angkringan biasanya
buka hanya pada malam hari namun dalam beberapa tempat di Yogyakarta ada juga
yang berdagang pada pagi hari.
Sejarah
Angkringan (berasal dari bahasa Jawa
' Angkring' yang berarti alat dan tempat jualan makanan keliling yang
pikulannya berbentuk melngkung ke atas) adalah sebuah gerobag dorong yang
menjual berbagai macam makanan dan minuman yang biasa terdapat di setiap
pinggir ruas jalan di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Di Solo dikenal sebagai
warung hik ("hidangan istimewa a la kampung") atau wedangan. Gerobag
angkringan biasa ditutupi dengan kain terpal plastik dan bisa memuat sekitar 8
orang pembeli. Beroperasi mulai sore hari, ia mengandalkan penerangan
tradisional yaitu senthir (ind.lentera, penerangan sangat sederhana tanpa kaca
semprong dibanding dengan lampu tempel atau teplok yang terdiri dari botol
biasanya berukuran pendek lengkap dengan sumbu dan minyak tanah atau minyak
kelentik sebagai bahan bakarnya), dan juga dibantu oleh terangnya lampu jalan.
Makanan yang dijual meliputi nasi
kucing, gorengan, sate usus (ayam), sate telur puyuh, keripik dan lain-lain.
Minuman yang dijualpun beraneka macam seperti teh, jeruk, kopi, tape, wedang
jahe dan susu. Semua dijual dengan harga yang sangat terjangkau. Meski harganya
murah, namun konsumen warung ini sangat bervariasi. Mulai dari tukang becak,
tukang bangunan, pegawai kantor, mahasiswa, seniman, bahkan hingga pejabat dan
eksekutif. Antar pembeli dan penjual sering terlihat mengobrol dengan santai
dalam suasana penuh kekeluargaan.
Angkringan juga terkenal sebagai
tempat yang egaliter karena bervariasinya pembeli yang datang tanpa
membeda-bedakan strata sosial atau SARA. Mereka menikmati makanan sambil bebas
mengobrol hingga larut malam meskipun tak saling kenal tentang berbagai hal
atau kadang berdiskusi tentang topik-topik yang serius. Harganya yang murah dan
tempatnya yang santai membuat angkringan sangat populer di tengah kota sebagai
tempat persinggahan untuk mengusir lapar atau sekadar melepas lelah.
Akrabnya susana dalam angkringan
membuat nama angkringan tak hanya merujuk kedalam tempat tetapi ke suasana,
beberapa acara menadopsi kata angkringan untuk menggambarkan suasana yang akrab
saling berbagi dan menjembatani perbedaan, seperti Angkringan JTF yang diadakan
oleh Litbang dan juga Angkringan Ramadhan yang sering digelar di kampus-kampus
menjelang buka puasa.
8.
Sego Pecel
Sego pecel atau nasi pecel adalah
makanan yang tebuat dari berbagai sayuran seperti kangkung, bayam, kacang
panjang, tauge, dan disiram dengan menggunakan bumbu pecel. Selain itu ada juga
pelengkap menu yang satu ini sepeti tahu, tempe, kerupuk, telur ceplok, dan
menu pelengkap lainnya. Di Yogyakarta banyak tempat yang menyediakan menu ini
dalam daftar list menunya. Makanan ini sudah ada semenjak masa penjajahan
Belanda.Buktinya, di Suriname, wilayah bekas jajahan Belanda juga terdapat
pecel, meskipun ada perbedaan rasa di bumbu dan isinya, karena mengikuti selera
dan keadaan di sana (Suriname). Di negeri Belanda di pasar Albequeque, juga di
restoran-retoran Indonesia di Amsterdam.
Memang tidak susah mencari masakan
atau makanan Jawa di Suriname. Masuk saja ke sembarang ”waroeng”— sebutan untuk
tempat makan di Suriname. Dan kita akan menemukan menu seperti pitjel atawa
pecel, nasi goreng dan bakmie goreng, saoto, sate pitik (ayam), sampai minuman
dawet alias cendol.”Tiyang cemeng nggih jajan pitjel wonten mriki. Nggih remen
kok—orang kulit hitam juga makan pecel di sini. Suka juga kok,” kata Markati
(62), pemilik Waroeng Toeti di Tamanredjo, daerah setingkat kecamatan di
Distrik Commewijne, Suriname. Rombongan delegasi Kebudayaan Indonesia yang
datang ke Suriname pada akhir September lalu penasaran dengan rasa pitjel ”van”
Suriname itu. Mereka mampir ke Waroeng Toeti dan rupanya rasanya sami mawon.
9.
Bakpia
Bakpia
adalah makanan yang terbuat dari campuran kacang hijau dengan gula, yang dibungkus
dengan tepung, lalu dipanggang. Istilah bakpia sendiri adalah berasal dari
dialek Hokkian (Hanzi: 肉餅), yaitu dari
kata "bak" yang berarti daging babi dan "pia" yang berarti
kue, yang secara harfiah berarti roti berisikan daging. Di beberapa daerah di
Indonesia, makanan yang terasa legit ini dikenal dengan nama pia atau kue pia.
Bakpia
termasuk salah satu masakan yang populer dari keluarga Cina atau Tionghoa.
Bakpia yang cukup dikenal salah satunya berasal dari daerah Pathuk (Pathok),
Yogyakarta, sehingga dikenal dengan sebutan Bakpia Pathuk. Mengingat masyarakat
Yogyakarta mayoritas beragama Islam, pada perkembangannya, isi bakpia yang
semula daging babi pun diubah menjadi kacang hijau. Kemudian rasa-rasa dari
bakpia dikembangkan menjadi cokelat, keju, kumbu hijau, dan kumbu hitam.
Di
kampung Pathuk, dulunya penduduk tidak mengenal istilah "merek",
sehingga bakpia yang dijual hingga saat ini berlabel "nomor rumah
produsen", misalnya nomor 75, 25, 531, 125, dan lain sebagainya. Lalu
muncul beberapa merek bakpia yang bukan dari nomor rumah, seperti Djava, Ayu,
Vista, dan lain-lain. Lezatnya rasa bakpia menjadikan kue ini menjadi salah
satu favorit para wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta. Bakpia bisa
didapatkan di toko bakpia atau toko yang menjual oleh-oleh khas Yogyakarta. Ada
lebih dari 100 merek bakpia. Di antara bakpia yang sering dicari oleh pembeli
ialah Bakpia Kurniasari, Bakpia 145, Bakpia 75, Bakpia 25, Bakpia Merlino,
Bakpia Djava, Snack It Pia 100 (biasanya dijual di minimarket terkemuka), dan
Bakpia Kencana. Masing-masing merek memiliki ciri khas yang unik.
10. Brem
Brem adalah makanan yang berasal dari
sari ketan yang dimasak dan dikeringkan, merupakan hasil dari fermentasi ketan
hitam yang diambil sarinya saja yang kemudian diendapkan dalam waktu sekitar
sehari semalam. Sensasi makanan ini muncul ketika makanan dimasukkan ke dalam
mulut akan langsung mencair dan lenyap meninggalkan rasa 'semriwing' di lidah.
Dikenal beberapa bentuk brem yang
dikenal di pasaran, berupa makanan dan minuman. Brem berupa makanan terkenal
dari Madiun dan Wonogiri, sedangkan yang berupa cairan berasal dari pulau Bali
dan Nusa Tenggara. Bentuk pertama yang lebih dulu dikenal adalah makanan
tradisional khas yang berasal dari kecamatan Caruban, Kabupaten Madiun, dan
berasal dari dua desa penghasil: Bancong dan Kaliabu. Brem dikemas berbentuk
lempengan agak kekuningan, rata-rata berukuran kurang lebih 15 cm x 5 cm x 0,5
cm. Untuk lebih memaksimalkan pemasarannya, brem kini dikemas dalam bentuk
kecil kecil seukuran permen, sehingga mudah untuk dikantongi. Biasanya pada
sekitar tahun 80-an, brem dalam bentuk ini dijual asongan oleh para pedagang di
sekitar stasiun-stasiun di kereta api di daerah Jawa Timur[1].
Brem bentuk kedua berasal dari Wonogiri, Jawa
Tengah, berbentuk lempeng pipih bundar dengan diameter rata-rata 5 cm dan
ketebalan sekitar 0,3 cm. Brem asal Wonogiri berwarna putih dan proses
pengeringannya melalui dijemur langsung di bawah panas terik matahari selama
tiga hari.
3.2
Pengaruh Makanan Khas Yogyakarta Terhadap Daya Tarik
Wisatawan
Keragaman kuliner tradisional di Yogyakarta seperti
ditampilkan dalam Festival Makanan Tradisional di Kampung Wisata Prawirotaman
Yogyakarta mampu menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke
Yogyakarta. "Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan jumlah
kunjungan wisata ke Yogyakarta, khususnya wisatawan yang gemar melakukan wisata
kuliner. Apalagi, kegiatan ini digelar di Kampung Wisata Prawirotaman yang
memang sudah menjadi tujuan wisatawan asing maupun domestik," kata Kepala
Dinas Pariwisata DIY Aris Riyanta saat memberikan sambutan dalam Festival
Makanan Tradisional di Yogyakarta, Sabtu (13/6) malam.
Festival makanan tradisional itu diisi dengan
kegiatan lomba memasak makanan dan membuat minuman tradisional Yogyakarta.
Peserta dituntut membuat makanan tradisional yang kreatif dan inovatif. Selain
mendukung pengembangan industri pariwisata di DIY, lanjut dia, kegiatan
tersebut juga ditujukan untuk meningkatkan kualitas dan keragaman pangan lokal
serta mendorong ketahanan pangan di Yogyakarta. "Peserta diminta membuat
makanan dan minuman tradisional dari bahan non gandum dan non beras. Hasilnya
terbukti enak, sehat, aman dan memiliki nilai ekonomi," katanya.
Ia berharap, kegiatan festival itu akan semakin
semarak dengan seni dan budaya tradisional, misalnya pentas kesenian tradisi
dari Prawirotaman. "Kegiatan ini bisa ditiru oleh kampung wisata
lainnya," katanya. Sementara itu, Asisten Sekretaris Daerah Bidang
Administrasi Umum Pemerintah Kota Yogyakarta, Pontjosiwi, yang membacakan
sambutan Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, mengatakan, Yogyakarta memiliki
potensi kuliner yang bisa dikembangkan untuk menarik minat wisatawan. "Salah
satu cara yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan teknologi informasi untuk mempromosikan
kekayaan makanan tradisional Yogyakarta. Dengan demikian, banyak masyarakat
yang mengenal dan kemudian tertarik datang ke Yogyakarta untuk mencoba makanan
tersebut," katanya. Ia berharap, kuliner bisa menjadi ikon wisata di Kota
Yogyakarta karena pariwisata adalah penggerak ekonomi utama di kota tersebut.
Sedangkan Asisten Deputi Pemasaran Dalam Negeri
Kementerian Pariwisata, Tazbir, berharap, di dalam festival tersebut pengunjung
tidak hanya bisa melihat makanan yang ada tetapi juga bisa mencicipinya. "Mungkin
ada stan-stan untuk menjual makanan tradisional. Biro-biro perjalanan wisata
bisa mempromosikan agenda ini," katanya. Sementara itu, Ketua Paguyuban
Pengusaha Pariwista Prawirotaman Yogyakarta Suhartono mengatakan fesival
digelar untuk melestarikan manakan tradisional agar tidak punah akibat kalah
bersaing dengan makanan dari luar negeri.
BAB
IV
SIMPULAN
DAN SARAN
4.1
Kesimpulan
Pariwisata
merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya objek, dan daya tarik wisata di DIY
telah menyerap kunjungan wisatawan, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan
nusantara. Pada 2010 tercatat kunjungan wisatawan sebanyak 1.456.980 orang,
dengan rincian 152.843 dari mancanegara, dan 1.304.137 orang dari nusantara.
Bentuk wisata di DIY meliputi wisata MICE (Meeting, Incentive, Convention and
Exhibition), wisata budaya, wisata alam, wisata minat khusus, dan berbagai
fasilitas wisata lainnya, seperti resort, hotel, dan restoran. Tercatat ada 37
hotel berbintang, dan 1.011 hotel melati di seluruh DIY pada 2010. Adapun
penyelenggaraan MICE sebanyak 4.509 kali per tahun atau sekitar 12 kali per
hari.
Keanekaragaman
upacara keagamaan, dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh
kreativitas seni, dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu menciptakan
produk-produk budaya, dan pariwisata yang menjanjikan. Pada tahun 2010 tedapat
91 desa wisata dengan 51 di antaranya yang layak dikunjungi. Tiga desa wisata
di kabupaten Sleman hancur terkena erupsi gunung Merapi sedang 14 lainnya rusak
ringan [5]. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Yogyakarta pada September 2014,
angka kunjungan mencapai 2,4 juta wisatawan domestik dan 1,8 juta wisatawan
manca negara.
Yogyakarta memiliki berbagai macam kekayaan kuliner yang
memperkaya potensi wuisatanya. Banyak sekali kuliner menarik yang dapat
ditemukan di Kota Yogyakarta. Sate
adalah salah satu macam kekayaan kuliner tersebut. Tapi tunggu dulu, Terdapat
sate yang berasal dari Yogyakarta yang tidak bisa dijumpai di wilayah lain dan
bentuknya berbeda dengan sate-sate kebanyakan. Tersebutlah sate Klatak yang
berada di pasar Jejeran, Pleret, Bantul Yogyakarta. Karena lokasi yang
digunakan saat siang digunakan sebagai pasar tradisional, maka Sate Klatak ini
memanfaatkan lokasi pada malam hari mulai pukul 18.00 WIB.
Yogyakarta
adalah satu-satunya kota yang memiliki gelar Daerah Istimewa Yogyakarta. Kota
ini juga memiliki berbagai tempat wisata yang sangat terkenal maka dari itu tak
salah jika kota ini adalah salah satu kota pariwisata yang ada di Indonesia. Pesona
kota ini bukan hanya pada tempat dan pemandangan alamnya yang indah melainkan
budaya dan pastinya kuliner-kulinernya yang begitu menarik. Karena banyak orang
yang datang ke kota ini bukan hanya untuk berwisata alam tapi juga berwisata
kuliner. Berikut ini bebera menu makanan khas Yogyakarta yang wajib anda cicipi
setibanya di kota ini.
4.2 Saran
1. Pemerintah
seharusnya lebih memperhatikan tentang para produsen penghasil makanan khas
yogyakarta, agar semakin sejahtera kehidupannya.
2.
Keanekaragaman makanan khas Yogyakarta,
dapat menjadi salah satu daya tarik wisatawan lokal maupun mancanegara.
3.
Semoga apa yang ditulis ini, dapat
memberikan kita manfaat, pengetahuan, dan dapat memotifasi diri kita, agar
senantiasa melestarikan berbagai burung hantu yang ada di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.antaranews.com/berita/501364/yogyakarta-garap-masakan-sebagai-daya-tarik-wisata
LEMBAR KONSULTASI
Hari / Tanggal
|
Materi
|
Urian
|
Keterangan
|
Paraf
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
No comments:
Post a Comment