BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Museum Dirgantara
Mandala terletak di daerah Janti. Di tempat ini sejumlah barang-barang,
khususnya alat tempur masa lalu disimpan dan menjadi bukti perjuangan merebut
dan mempertahankan kemerdekaan.
Melihat-lihat koleksi museum ini, terbayang bagaimana sosok TNI Angkatan Udara (AU) pada masa lalu. Di museum ini terdapat sekitar 40-an jenis pesawat beserta alutsista yang pernah digunakan AU pada era 1945-1970. Salah satunya jenis Tu-16 yang terletak di pelataran museum. Selain itu di tempat yang tidak terlalu jauh terdapat PBY-5A Catalina dan UF 1 Albatros IR-0117. Catalina buatan AS masuk ke jajaran Skadron V Lanud Abdulrachman Saleh pada 1950. AURI mendapatkan delapan Catalina bekas pakai AU Hindia Belanda sebagai realisasi Konferensi Meja Bundar, 1949.
Melihat-lihat koleksi museum ini, terbayang bagaimana sosok TNI Angkatan Udara (AU) pada masa lalu. Di museum ini terdapat sekitar 40-an jenis pesawat beserta alutsista yang pernah digunakan AU pada era 1945-1970. Salah satunya jenis Tu-16 yang terletak di pelataran museum. Selain itu di tempat yang tidak terlalu jauh terdapat PBY-5A Catalina dan UF 1 Albatros IR-0117. Catalina buatan AS masuk ke jajaran Skadron V Lanud Abdulrachman Saleh pada 1950. AURI mendapatkan delapan Catalina bekas pakai AU Hindia Belanda sebagai realisasi Konferensi Meja Bundar, 1949.
Sementara Albatros,
pesawat amfibi angkut sedang buatan AS juga masuk ke dalam jajaran Skadron V
Intai Laut AURI- Lanud Abdulrachman Saleh tahun 1955. AURI membeli sebanyak
delapan pesawat dari AS.
Selain, ketiga pesawat, di halaman masih ditempatkan rudal pertahanan udara jarak sedang SA-75 buatan Soviet alat ini sempat digunakan sebagai salah satu senjata untuk mempertahankan Ibu Kota. Museum Dirgantara Mandala sejarahnya berasal dari penggabungan dua museum yakni Museum Pusat AURI yang didirikan 1967 di Jakarta dan Museum Pendidikan atau Taruna yang sudah ada di komplek pendidikan AKABRI Bagian Udara Jogja. Pada 1977 keduanya kemudian digabungkan.
Selain, ketiga pesawat, di halaman masih ditempatkan rudal pertahanan udara jarak sedang SA-75 buatan Soviet alat ini sempat digunakan sebagai salah satu senjata untuk mempertahankan Ibu Kota. Museum Dirgantara Mandala sejarahnya berasal dari penggabungan dua museum yakni Museum Pusat AURI yang didirikan 1967 di Jakarta dan Museum Pendidikan atau Taruna yang sudah ada di komplek pendidikan AKABRI Bagian Udara Jogja. Pada 1977 keduanya kemudian digabungkan.
Museum dirgantara
terlengkap satu-satunya di Indonesia ini menempati Area lima hektar dengan luas
bangunan 7.600 m2. Gedungnya dibagi menjadi enam ruang. Yakni, RuangUtama,
Ruang Kronologi I dan II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas, Ruang Diorama, dan
Ruang Minat Dirgantara. Di dalam Ruang Utama, patung empat pahlawan nasional yang
menjadi perintis TNI AU dipajang. Mereka, Marsda Anumerta Agustimis
Adisutjipto, Marsda Anumerta Prof Abdulrachman Saleh, Marsda Anumerta Abdul
Halim Perdanakusuma, dan Marsma Anumerta Iswahjudi.
Begitu banyak manfaat
yang kita dapat dengan berkunjung ke museum. Untuk itu, pada kesempatan kali
ini, penulis ingin menyajikan karya tulis ini yang berjudul “ Museum Dirgantara
“. Semoga karya tulis ini dapat menambah wawasan kita mengenai sejarah
berdirinya museum dirgantara.
1.2 Rumusan Masalah
Supaya dalam penyusunan
karya tulis ini sesuai dengan apa yang diharapkan, maka penulis menyusunkan
rumusan masalahnya sebagai berikut
:
1.
Bagaimana sejarah berdirinya museum Dirgantara ?
2.
Apa saja koleksi museum dirgantara ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan dibuatnya
karya tulis ini adalah :
1.
Sebagai syarat untuk mengikuti ujuan nasional
2.
Mengetahui dan mengenal sejarah museum
dirgantara
3.
Menambah wawasan tentang sejarah bangsa
Indonesia
1.4
Metode Penulisan
Metode penulisan yang
diambil penyusun dalam menyusun karya tulis ini, adalah :
1. Mencari informasi dengan mengunjungi
museum.
2. Membaca buku yang ada
diperpustakaan sekolah yang mengenai museum dirgantara.
3. Mengunduh data – data tentang museum
dirgantara dari internet.
1.5 Sistematika Penulisan
1.
Bab I Pendahuluan
Pada bab ini, penulis menyajikan
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
2.
Bab II Kajian Teori
Dalam bab ini, penulis menyajikan pandangan
umum museum dirgantara, serta pembahasan yang dibagi menjadi beberapa sub
pembahasan, serta analisa tentang museum dirgantara.
3.
Bab III Pembahasan
Bab ini memuat Sejarah Museum
Dirgantara, Letak Museum Dirgantara, Ketimewaan Museum Dirgantara, Perkembangan
Museum Dirgantara, Koleksi Museum Dirgantara, Peranan Museum Dirgantara
4.
Bab III. Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan
dan saran
5.
Daftar Pustaka
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1 Pandangan Umum Museum Dirgantara
2.1.1
Selayang
Pandang Tentang Museum Dirgantara
Berminat mengetahui
sejarah perjuangan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU)?
Datanglah ke Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, atau yang biasa disingkat
Museum Dirgantara. Di museum ini, pengunjung bisa melihat berbagai peninggalan
sejarah perjuangan TNI-AU dengan total hampir 10.000 koleksi, meliputi dokumen
berupa foto maupun prasasti, patung para pioner TNI-AU, foto dokumentasi, model
pakaian dinas, dan diorama.
Di samping itu, museum
ini juga menyediakan berbagai macam jenis Alutsista (Alat utama sistem
senjata), seperti beragam jenis senjata, puluhan model pesawat, hingga radio
pemancar dan radar. Ribuan koleksi Museum Dirgantara tersebut dipamerkan di
dalam tujuh ruangan yang berbeda, antara lain Ruang Utama, Ruang Kronologi I,
Ruang Kronologi II, Ruang Alutsista, Ruang Paskhas, Ruang Diorama, dan Ruang
Minat Dirgantara.
Gambar 2.1.1 Museum Dirgantara
Museum Dirgantara
Mandala adalah museum terbesar dan terlengkap mengenai sejarah keberadaan
TNI-AU di Indonesia. Lokasi museum sendiri berada di atas area seluas + 5
hektar, dengan luas bangunan sekitar 7.600 m2. Sebelum berlokasi di daerah
Wonocatur, Yogyakarta, Museum Pusat TNI-AU berada di Markas Komando Udara V, di
Jalan Tanah Abang Bukit Jakarta. Museum tersebut diresmikan oleh Panglima
Angkatan Udara Laksamana Roesmin Noerjadin, pada tanggal 4 April 1969.
Berdasarkan
pertimbangan bahwa Yogyakarta pada periode 1945-1949 mempunyai peranan penting
dalam kelahiran dan perjuangan TNI-AU, serta menjadi pusat pelatihan (kawah
candradimuka) bagi para Taruna Akademi Udara, maka museum tersebut akhirnya
dipindahkan ke Yogyakarta. Museum Pusat TNI-AU kemudian digabung dengan Museum
Ksatrian AAU (Akademi Angkatan Udara) yang sebelumnya sudah ada di Yogyakarta.
Peresmian museum baru tersebut dilakukan oleh Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi
menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala pada tanggal 29 Juli 1978 yang
bertepatan dengan peringatan Hari Bhakti TNI AU.
2.1.2
Manajemen
Museum
Manajemen museum
terdiri dari beberapa unsur.Manajemen adalah salah satu penentu dari
keberhasilan sebuah museum.Karena bisa di bilang sebuah manajemen adalah
tonggak dari museum yang akan didirikan. Di museum dirgantara mandala sendiri
ada beberapa manajemen antara lain :
1.
Manajemen Operasional
Museunm dirgantara
mandala tni au beroperasi mulai dari hari minggu sampai dengan kamis pukul
08.00 hingga 13.00 sedangkan untuk hari jumat dan hari sabtu beroperasi dari
pukul 08.00 hingga pukul 12.00 untuk hari senin dan hari libur nasional sendiri
museum ini tutup.
Sejauh ini manajemen
museum dirgantara mandala sudah berjalan baik.Petugas yang melayani pengunjung
cukup ramah dalam melayani pengunjung.bahkan dalam hal ini mereka telah
menyediakan guide untuk menuntun para pengunjung dalam menyusuri ruang-ruang
koleksi yang terdapat dalam museum ini.
Dalam upaya merawat
koleksipun para pengurus museum tidak ketinggalan.Karena semua koleksi museum
ini selalu dibersihkan setiap harinya oleh para penjaga museum.Dan re koleksi
benda-benda sejarah yang berhubungan dengan museum dirgantara mandala pun sudah
mulai dilakukan.
2.
Manajemen Pemasaran
Dalam melakukan
publikasi tentang eksistensi museum sebenarnya sudah lumayan bagus tetapi
publikasi masih terbatas dalam lingkungan kerja para militer.Karena publikasi
yang gencar dilakukan adalah di sebuah majalah yang di terbitkan oleh tni au.
tetapi selain itu museum ini sudah mengikuti berbagai festival dan mengikuti
pameran bersama BARASMUS.
Hal yang sangat menarik
adalah museum ini sudah memiliki buku panduan tentang koleksi,denah tata
ruang,dan berbagai informmasi umum lainnya yang membantu pengunjung dalam
memahami museum ini.Walaupun setiap bukunya harus dihargai dengan harga 5000
rupiah tetapi ini sangat memanjakan pengunjung karena tidak perlu repot repot
mengumpulkan informasi secara manual.Terutama ditujukan untuk para pelajar yang
sedang study tour.sedangkan untuk brosur bisa diambil secara gratis.
3.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam hal manajemen
sumber daya manusia museum ini memang agak kurang baik.terutama dengan sangat
terbatasnya para pegawaiu museum untuk ukuran museum sebesar itu.para pegawai
agaknya mengalami kesulitan ketika pengunjung museum memebludak.tetapi kalau
untuk hari-hari normal museum ini dapat membagi tugas dengan cukup apik.Hanya
saja kiranya perlu penambahan tenaga dalam pengoperasian museum ini.Dan juga
ada pelatihan untuk para pegawai agar dapat mengembangkan museum lebih baik
lagi ke depannya.
2.2 Analisa Untuk Museum Dirgantara Mandala
2.2.1
Kelebihan
Museum Dirgantara
Museum dirgantara
mandala adalah museum sejarah terbesar tentang penerbangan di indonesia.Hal ini
membuat fokus dalam hal sejarah penerbanagan akan jatuh langsung kepada museum
ini.selain itu museum dengan koleksi yang banyak dan terawat ini juga tidak
memungut uang yang terlalu mahal untuk sekali kunjungan.lokasi museum yang asri
dan sejuk serta kecakapan petugas museum dalamm memandu pengunjung pun tak
dapat diragukan lagi.
2.2.2
Kelemahan
Museum Dirgantara
Kelemahan dari museum
ini hampir sama dengan kelemahan pada museum umumnya.yang sangat terasa yaitu
adalah kelemahan dalam bidang :
1.
kurangnya pendanaan untuk museum yang
mengakibatkan pihak museum harus menarik uang kebersihan sebesar 3000 rupiah
per orang untuk mengunjungi museum ini.
2.
letak museum. dalam hal letak atau lokasi
sebenarnya museum ini dapat ditempuh dengan mudah dikarenakan adanya akses
trans yogya yang beroperasi dengan tiket murah dan nyaman tetapi karena berada
dalam kompleks sebuah kemiliteran yang agak tersembunyi maka banyak orang yang
tidak tahu dengan keberadaan museum ini.
2.2.3
Peluang
Museum Dirgantara
Sebenarnya banyak
sekali peluang yang bisa diharapkan atau dikelola dari museum dirgantara
mandala ini antara lain:
1.
Koleksi yang lengkap merupakan peluang untuk
menarik pengunjung
2.
Banyaknya anak-anak sekolah yang tertarik dengan
keberadaan museum ini karena sejarah dan koleksinya
3.
Adanya perawatan dari koleksi yang baik dari
pihak manajemen museum
2.2.4
Ancaman
Museum Dirgantara
Pendanaan museum yang
sangat terbatas dalam hal ini merupakan ancaman besar untuk kelangsungan museum
ini karena dapat menghambat pihak museum untuk mengembangkan diri baik dalam perawatan
kleksi ataupun untuk pendanaan manajerial dan publishing.Hal ini akan
mempengaruhi eksistensi museum untuk masa yang akan datang.
BAB
III
PEMBAHASAN
MASALAH
3.1 Sejarah Museum Dirgantara
Perkembangan dunia
penerbangan di Indonesia tidak hanya dilihat dari perkembangan kemampuan
kedirgantaraan militer, tapi juga sipil. Bukankah Indonesia pernah sangat
mengagumi keberadaan perusahaan pembuat kapal terbang yang kini bernama PT
Dirgantara Indonesia? Untuk menelusuri hal tersebutlah maka melakukan napak tilas
sejarah museum dirgantara akan sangat menarik apalagi bila melakukan kunjungan
ke kedua tempat berikut. Pastinya akan semakin menarik dan menyenangkan.
Museum ini terletak di
Yogyakarta, tepatnya di sisi utara kabupaten Bantul. Museum ini berbatasan dengan
kabupaten Sleman, yakni di kawasan kompleks pangkalan udara TNI AU Adisucipto
Yogyakarta. Tak terlalu mengherankan mengapa museum ini didirikan di
Yogyakarta. Selain kota Yogyakarta dipandang sebagai kota perjuangan, Akademi
AURI juga ada di Yogyakarta. Untuk lebih memberikan pelajaran sejarah
kedirgantaraan juga sebagai upaya mewariskan semangat juang kepada generasi
yang akan datang.
Gambar 3.1 Prasasti Peresmian Musum Dirgantara
Inilah salah satu
pertimbangan penggabungan dua buah museum AURI - Museum Pusat TNI AU Roesmin
Nuryadin di Jakarta yang diresmikan pada tanggal 4 April 1969 dan Museum
pendidikan/ karbol Yogyakarta. Penggabungan tersebut setelah KASAU mengeluarkan
Surat Keputusan No. Kep/II’IV/1978 tanggal 17 April 1978 yang menetapkan bahwa
Museum Pusat AURI yang semula berkedudukan di Jakarta, dipindahkan ke
Yogyakarta.
Meskipun letaknya
tersembunyi di dalam kompleks TNI AU, museum ini mudah diakses. Dari Jalan
utama Janti Yogyakarta, Anda hanya perlu melaju hingga 200 meter. Jalan tersebut
juga jalan yang cukup ramai dan dilewati kendaraan umum, sehingga para
pengunjung tidak perlu khawatir jika tidak membawa kendaraan pribadi. Dengan
area seluas lima hektar dan bangunan seluas 7.600 m2, museum Dirgantara Mandala
merupakan museum dirgantara yang paling lengkap di seantero Indonesia.
3.2 Letak Museum Dirgantara
Museum Dirgantara
Mandala terletak di daerah Janti. Di tempat ini sejumlah barang-barang,
khususnya alat tempur masa lalu disimpan dan menjadi bukti perjuangan merebut
dan mempertahankan kemerdekaan. Melihat-lihat koleksi museum ini, terbayang
bagaimana sosok TNI Angkatan Udara (AU) pada masa lalu. Museum Dirgantara Mandala sejarahnya berasal
dari penggabungan dua museum yakni Museum Pusat AURI yang didirikan 1967 di
Jakarta dan Museum Pendidikan atau Taruna yang sudah ada di komplek pendidikan
AKABRI Bagian Udara Jogja. Pada 1977 keduanya kemudian digabungkan.
Tonggak dasar dalam
mendirikan museum di lingkungan TNI AU adalah
dengan dikeluarnya Surat Keputusan Menteri/Panglima Angkatan Udara Nomor
: 491 Tanggal 6 Agustus 1960 tentang Dokumentasi, Sejarah dan Museum Angkatan
Udara Republik Indonesia, namun realisasi bentuk museum belum berwujud secara
nyata sehingga para pemimpin TNI AU memandang perlu adanya usaha untuk
memajukan keberadaan museum dengan cara melengkapi sarana dan prasarana yang
diperlukan. Upaya ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Instruksi
Menteri/Panglima Angkatan Udara No. 2 Tahun 1967 tanggal 30 Juli 1967 tentang
Peningkatan Kegiatan Bidang Sejarah, Budaya dan Museum Angkatan Udara. Sejak
saat itu mulai ada titik terang dalam meletakkan rencana kerja bagi
perkembangannya.
Pada tanggal 4 April
1969 diresmikan berdirinya Museum Pusat Angkatan Udara Republik Indonesia oleh
Menteri Panglima Angkatan Udara Laksamana Udara Roesmin Nurjadin yang berlokasi
di kawasan Markas Komando Wilayah Udara V (Makowilu) Jalan Tanah Abang Bukit
Jakarta Pusat. Sebelumnya, bertepatan
dengan Hari Bakti TNI AU tanggal 29 Juli 1968 di Lembaga Pendidikan Akademi
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI) Bagian Udara Yogyakarta yang
saat ini bernama Akademi Angkatan Udara (AAU) telah diresmikan berdirinya
Museum Pendidikan Karbol oleh Men/Pangau Laksdya Udara Roesmin Nurjadin.
Upaya-upaya untuk mengintegrasikan kedua museum tersebut mulai dilakukan.
Lokasi yang
direncanakan adalah Yogyakarta, dengan dasar pertimbangan penentuan lokasi
museum berada di Yogyakarta adalah sebagai berikut :
1.
Pada tahun 1945-1949 Yogyakarta memegang peranan
penting sebagai tempat lahir dan pusat perjuangan TNI Angkatan Udara.
2.
Yogyakarta adalah tempat penggodokan
Taruna-taruna Angkatan Udara (Karbol) sebagai calon perwira TNI AU.
3.
Perlu pemupukan semangat minat dirgantara,
nilai-nilai 45 dan tradisi juang TNI AU yang mengacu pada semangat Maguwo.
Atas dasar pertimbangan tersebut, Kepala Staf TNI Angkatan
Udara mengeluarkan keputusan No. Kep/11/IV/1978 tanggal 17 April 1978 yang
menetapkan bahwa Museum Pusat AURI yang semula berkedudukan di Jakarta
dipindahkan ke Yogyakarta, diintegrasikan dengan Museum Pendidikan/Museum
Karbol menjadi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala dengan memanfaatkan bekas
gedung Link Trainer yang berada di kawasan kesatrian AKABRI Bagian Udara.
Operasi boyong perpindahan benda-benda koleksi museum dari Museum Pusat AURI di
Jakarta ke Yogyakarta (AKABRI Bagian Udara) telah mulai sejak Nopember 1977.
Penyempurnaan selanjutnya setelah pengintegrasian adalah keluarnya Keputusan
Kasau Nomor : Skep/04/IV/1978 tanggal 17 April 1978, tentang pemberian nama
Museum Pusat TNI AU ”Dirgantara Mandala”.
Hal ini dilaksanakan bersamaan dengan peresmian Museum Sekbang Pertama
1945 yang berlokasi di dekat Base Ops Lanud Adisutjipto.
Koleksi-koleksi Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala terus
berkembang terutama alutsista udara berupa pesawat terbang, sehingga gedung
museum di Kesatrian AKABRI Bagian Udara
tidak dapat menampung. Pimpinan TNI AU memutuskan untuk memindahkan lagi,
selanjutnya museum dipindahkan menempati gedung bekas pabrik gula di Wonocatur
Lanud Adistujipto.
Sebagai tanda dimulainya pembangunan/rehabilitasi gedung
tersebut, maka pada tanggal 17 Desember 1982 Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI
Ashadi Tjahjadi menandatangani sebuah prasasti. Hal ini diperkuat dengan Surat Perintah Kepala Staf TNI AU No.
Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April 1984 tentang rehabilitasi gedung bekas pabrik
gula tersebut untuk dipersiapkan sebagai gedung permanen Museum Pusat TNI AU
Dirgantara Mandala, yang kemudian diresmikan pada tanggal 29 Juli 1984 oleh
Kepala Staf TNI AU Marsekal TNI Sukardi, dengan luas area museum seluruhnya +
8,2 Ha. Luas bangunan seluruhnya yang digunakan 8.765 M2. Tempat ini yang
hingga sekarang dipergunakan sebagai museum dan telah dilakukan beberapa kali
renovasi dalam rangka penyempurnaan sehingga menjadi tempat yang layak sebagai
sebuah museum.
Museum ini dapat dijangkau dengan sarana transportasi sebagai
berikut :
1.
Kendaraan pribadi dapat langsung ke lokasi
museum dengan pintu masuk tepat di sebelah SD Angkasa Lanud Adisutjipto di tepi
jalan raya rute Yogya-Solo.
2.
Dari terminal bus Yogyakarta, dapat menggunakan bus jurusan Solo atau bus kota jalur 7 menuju museum
dengan cek point SD Angkasa.
3.
Dari stasiun Tugu Yogyakarta, menggunakan bus kota ke terminal bus dan
dilanjutkan menuju museum dengan cek point SD Angkasa seperti tersebut pada
butir 2.
4.
Dari Bandara Adisutjipto menuju museum kurang
lebih 3 km, dapat menggunakan taksi atau
kendaraan umum/bus-colt menuju ke Yogya, dengan cek point SD Angkasa.
3.3
Ketimewaan Museum Dirgantara
Mengunjungi
Museum Dirgantara, wisatawan akan disambut oleh beberapa pesawat tempur dan
pesawat angkut yang dipajang di halaman museum. Salah satu koleksi terbaru
museum ini adalah pesawat tempur tipe A4-E Skyhawk yang dipajang di muka gedung
museum. Hingga tahun 2003, TNI-AU telah mengoperasikan sebanyak 37 pesawat A4-E
Skyhawk, sebelum akhirnya beberapa pesawat digantikan oleh pesawat Sukhoi tipe
Su-27SK dan Su-30MK.
Memasuki gedung
museum, pengunjung akan disambut oleh patung empat tokoh perintis TNI-AU, yaitu
Marsekal Muda Anumerta Agustinus Adisutjipto, Marsekal Muda Anumerta Prof. Dr.
Abdulrachman Saleh, Marsekal Muda Anumerta Abdul Halim Perdanakusuma, dan
Marsekal Muda Anumerta Iswahjudi. Para perintis TNI-AU ini telah ditetapkan
sebagai pahlawan nasional, dan diabadikan menjadi nama bandar udara di berbagai
kota di tanah air.
Gambar 3.2.a Patung para perintis TNI AU
Pada ruangan
selanjutnya, pengunjung akan dikenalkan pada sejarah awal pembentukan angkatan
udara di Indonesia. Di Ruang Kronologi I ini, Anda dapat melihat foto dan
informasi yang berhubungan dengan pembentukan angkatan udara indonesia, semisal
'Penerbangan Pertama Pesawat Merah Putih' pada 27 Oktober 1945 yang melakukan
misi pembalasan atas serangan Belanda, berdirinya 'Sekolah Penerbangan Pertama
di Maguwo' pada 7 November 1945 yang dipimpin oleh A. Adisutjipto, berdirinya
Tentara Rakyat Indonesia (TRI) Angkatan Udara pada 9 April 1946, serta berbagai
perlawanan udara untuk melawan agresi militer Belanda lainnya.
Di ruangan ini
juga dipamerkan berbagai peralatan radio dan foto penumpasan berbagai
pemberontakan di tanah air, seperti pemberontakan DI/TII, Penumpasan G 30
S/PKI, serta Operasi Seroja. Pada ruangan selanjutnya, dipajang berbagai jenis
pakaian dinas yang biasa digunakan oleh para personel TNI-AU, meliputi pakaian
tempur, pakaian dinas sehari-hari, hingga pakaian untuk tugas penerbangan.
Gambar 3.2.b Ruang Kronologi I dan Ruang Kronologi II
Ruangan yang
akan membuat Anda berdecak kagum adalah Ruangan Alutsista atau Alat Utama
Sistem Senjata yang pernah digunakan oleh TNI-AU. Alutsista ini meliputi
pesawat tempur dan pesawat angkut, model mesin-mesin pesawat, radar pemantau
wilayah udara, serta senjata jarak jauh seperti rudal. Koleksi pesawat di
ruangan ini mencapai puluhan, mulai dari pesawat buatan Amerika, Eropa, hingga
buatan dalam negeri. Salah satu pesawat pemburu taktis yang cukup terkenal
adalah pesawat P-51 Mustang buatan Amerika Serikat.
Dalam
sejarahnya, pesawat ini telah digunakan dalam berbagai operasi menjaga keutuhan
negara, terutama dalam penumpasan pemberontakan DI/TII, Permesta, dan G 30
S/PKI, serta ikut andil dalam Operasi Trikora dan Operasi Dwikora. Pesawat
lainnya yang tak kalah menarik adalah pesawat buatan Inggris, namanya Vampire
tipe DH-115. Pesawat ini merupakan pesawat jet pertama yang diterbangkan di
Indonesia pada tahun 1956 oleh Letnan Udara I Leo Wattimena.
Gambar 3.2.c Ruang Alutsista dan pesawat P-51 Mustang
Koleksi lainnya
yang sangat penting dalam sejarah TNI-AU adalah replika pesawat C-47 Dakota
dengan nomor registrasi VT-CLA yang ditembak jatuh di daerah Ngoto, Bantul,
oleh Belanda ketika hendak mendarat di Maguwo Yogyakarta pada 29 Juli 1947.
Pesawat ini semula berangkat dari Singapura dengan misi kemanusiaan, yaitu
mengangkut bantuan obat-obatan. Penerbangan tersebut sebetulnya telah diumumkan
dan disetujui oleh kedua belah-pihak (Belanda-Indonesia).
Namun, oleh
Belanda pesawat tersebut kemudian ditembak jatuh dan menewaskan para pionir
Angkatan Udara, antara lain Komodor Muda Udara Adisutjipto, Komodor Muda Udara
Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, serta Opsir Muda Udara I Adisumarmo Wirjokoesoemo.
Gambar 3.2.d Replika bekas potongan pesawat C-47 Dakota
Seperti
diutarakan oleh F Djoko Poerwoko, untuk menghormati gugurnya para pahlawan
udara tersebut, maka nama-nama pioner TNI-AU itu kemudian diabadikan sebagai
nama pangkalan udara di Jawa sejak tahun 1952, antara lain Adisutjipto di
Yogyakarta, Abdulrahman Saleh di Malang, dan Adisumarmo di Solo. Tanggal 29
Juli sebagai tanggal gugurnya para pahlawan TNI-AU tersebut juga diperingati
sebagai 'Hari Berkabung AURI' sejak tahun 1955, kemudian diganti menjadi 'Hari
Bhakti Angkatan Udara' sejak tahun 1961.
3.4 Perkembangan Museum Dirgantara
Dengan
pertimbangan bahwa koleksi Museum Dirgantara Mandala terus berkembang dan
bertambah, terutama alut sistra udara berupa pesawat terbang, sehingga gedung
Museum di Ksatrian AKABRI Pagian Udara tidak dapat menampung, serta lokasinya
sukar di jangkau pengunjung, maka pimpinan TNI AU memutuskan untuk
memindahkannya lagi.
Pada tanggal 17
Desember 1982, KASAU Marsekal TNI Ashadi Tjahjadi menandatangani prasasti
sebagai tanda dimulainya pembangunan atau rehab bangunan tersebut. Hal itu juga
diperkuat dengan Surat Perintah KASAU No. Sprin/05/IV/1984 tanggal 11 April
1984 tentang Rehabilitasi Gedung tersebut untuk mempersiapkan sebagai gedung
permanen Museum.
Selanjutnya
tanggal 29 Juli 1984 KASAU Sukardi meresmikan penggunaan gedung tersebut
sebagai Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandal, yang hingga saat ini dari 4.200
m2 bangunan induk yang ada, telah digunakan seluas 3.600 m2 untuk pameran dan
600 m2 lainya untuk gudang dan mushola.
3.5 Koleksi Museum Dirgantara
Secara
keseluruhan, gedung museum dirgantara di Yogyakarta ini memiliki 6 ruangan
besar. Keenam ruangan tersebut adalah ruang utama, ruang alutsista, ruang
kronologi I dan II, ruang diorama, ruang paskhas, dan ruang minat dirgantara.
Inilah beberapa di antaranya:
1. Ruang Utama
Ruangan ini
memiliki beberapa koleksi foto mantan pemimpin TNI AU, seperti Laksamana Udara
Suryadi (kepala staf TNI AU di tahun 1946 – 1962), Laksamana Muda Udara Sri
Muljono Herlambang (menteri panglima angkatan udara di tahun 1965 – 1966),
Laksamana Udara Omar Dani (menteri panglima angkatan udara di tahun 1962 –
1965), Laksamana Muda Udara Roesmin Nurjadin (menteri panglima angkatan udara
di tahun 1966 – 1969), Marsekal TNI Saleh Basarah (kepala staf TNI AU di tahun
1973 – 1976).
Tidak hanya
koleksi foto para tokoh TNI Angkatan Udara, di ruangan utama ini Anda juga bisa
melihat koleksi berbagai lambang dan motto koprs TNI AU. Beberapa di antaranya
adalah lambang TNI AU yang disebut “Swa Bhuwana” (artinya “sayap tanah air”),
motto Pataka Komando Operasi TNI AU (Koopsai) yang berbunyi “Abhibuti
Antarikhse” (artinya “keunggulan di udara adalah tujuan utama”), motto Komando
Panduan Tempur Udara (Kopatdara) yang berbunyi “Nitya Smakta Maarwati
Sarwabaya” (artinya “senantiasa siaga bertindak terhadap segala ancaman
bahaya”), dan motto Pataka Komando Pertahanan Udara (Kohadud) yang berbunyi
“Surakhsita Nabhastata” (artinya “udara yang dipertahankan dengan baik”).
2. Ruang kronologi I dan II
Jika ingin
melihat-lihat diorama sejarah serta dokumen-dokumen dari masa proklamasi
kemerdekaan, pendirian AURI, peristiwa serangan udara pertama di wilayah
Semarang – Salatiga – Ambarawa, operasi militer penumpasan PKI di Madiun,
operasi lintas udara, pembentukan Skadron AURI di tahun 1950, penumpasan
gerakan DI/TII-PRRI, operasi non-militer dari TNI AU, dan operasi-operasi
lainnya, masukilah ruangan ini.
3. Ruang Alutsista
Sesuai namanya,
di ruangan ini Anda bisa melihat-lihat koleksi peralatan tempur milik TNI AU.
Beberapa jenis peralatan tempur yang bisa Anda jumpai adalah senjata penangkis
serangan udara, rudal anti-pesawat, dan berbagai jenis senapan yang digunakan
untuk menumpas penjajah Belanda. Anda juga bisa melihat pesawat-pesawat.
Jika ingin
mencoba menaiki pesawat-pesawat tersebut, silakan saja. Setiap pengunjung
diperbolehkan duduk di pesawat untuk mengamati lebih dekat teknologi pesawat
tempur di masa lalu. Pesawat-pesawat yang berada di museum ini adalah pesawat
jenis TU-16, PBY-5A Catalina, UF 1 Albatros IR-0117. Ketiga pesawat tersebut
memiliki nilai sejarah tersendiri terkait perjuangan kemerdekaan Indonesia.
4. Ruang Diorama
Ruangan diorama
dipenuhi berbagai jenis diorama, dari diorama pesawat sampai diorama
peristiwa-peristiwa bersejarah. Beberapa diorama yang bisa Anda lihat di
ruangan ini adalah diorama peristiwa 29 Juli 1947, diorama penerbangan pertama
pesawat merah putih, diorama pasca-penerbangan pesawat merah putih, serta
diorama satelit palapa.
3.6 Peranan Museum Dirgantara
1. Peranan Museum Dirgantara Bagi Dunia
Pendidikan
Pemanfaatan
museum sebagai media pembelajaran dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman
pelajar terhadap materi zaman prasejarah. Hal ini dikarenakan dalam museum
terdapat berbagai macam media yang membantu siswa memahami materi tentang zaman
prasejarah secara nyata. Melalui museum, pelajar belajar secara langsung
tentang zaman prasejarah baik melalui realita, model, grafis, dan sistem
multimedia, sehingga informasi yang didapatkan tidak bersifat verbalistis dan
abstrak, tetapi besifat konkret. Adanya informasi konkret dari media ini, akan
membantu tewujudnya konsep visualisasi, intrepretasi, dan generalisasi pelajar
terhadap materi zaman prasejarah. Dengan tercapainya tiga aspek tersebut, yaitu
visualisasi, interpretasi, dan generalisasi maka pemahaman pelajar terhadap
materi zaman prasejarah telah terwujud.
Pembelajaran
berbasis media merupakan model pembelajaran dengan optimalisasi penggunaan
media sebagai sarana peningkatan pemahaman pelajar tentang materi tertentu.
Dalam pembelajaran sejarah, media pembelajaran memegang peranan penting
(Kasmadi, 1996; Widja, 1989). Salah satu bentuk pembelajaran berbasis media
adalah dengan penggunaan museum sebagai media pembelajaran. Dalam pembelajaran
sejarah, museum berfungsi untuk mewujudkan visualisasi, interpretasi, dan
generalisasi. Hal ini dikarenakan terdapat banyak media yang menyampaikan
berbagai informasi kepada pelajar, khususnya tentang zaman prasejarah. Media
yang terdapat dalam museum yang dapat menjelaskan tentang materi zaman
prasejarah antara lain bagan, grafik, gambar, diorama, sistem multimedia, serta
replika dan model. Oleh karena itu, dengan optimalisasi penggunaan media
pembelajaran akan terwujud kegiatan pembelajaran yang efektif, sehingga
pemahaman pelajar tentang materi zaman prasejarah akan terwujud.
Tidak dapat
lepas dari kegiatan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah, media
pembelajaran merupakan hal penting yang harus digunakan. Hal ini disebabkan
sejarah merupakan peristiwa atau kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada masa
lampau, sehingga untuk mempermudah pemahaman pelajar tentang peristiwa sejarah,
khususnya zaman prasejarah penggunaan media mutlak digunakan. Penggunaan museum
merupakan salah satu cara yang efektif dalam mewujudkan pemahaman pelajar
tentang zaman prasejarah. Hal ini dikarenakan dalam museum terdapat berbagai
macam media yang memberikan informasi konkret kepada pelajar tentang zaman
prasejarah. Adapun media yang terdapat dalam museum antara lain diorama, media
grafis, foto dan gambar, serta media elektronik. Dengan demikian museum sebagai
media pembelajaran berfungsi untuk mewujudkan visualisasi, intepretasi, dan
generalisasi pelajar.
Dalam
menjalankan fungsi pendidikan Sejarah di Museum harus bisa memberikan
pengalaman dari koleksi-koleksi benda Museum sehingga mendukung untuk
memudahkan para peserta didik mengerti akan setiap rentang waktu yang terjadi
baik di zaman prasejarah maupun zaman sejarah.
2. Peranan Museum Dirgantara Bagi
Masyarakat
a.
Pemahaman Kebudayaan Melalui Museum
Masyarakat dan
kebudayaan adalah ibarat mata uang yang satu sisinya berupa ungkapan sistem
sosial dan sisi lainnya adalah sistem budaya. Interaksi alam fisik dan manusia
melalui masa dan ruang membina pelbagai insitusi sosial dan budaya yang selaras
dengan keperluan hidup masyarakat, sedangkan pelbagai insitusi sosial dan
budaya adalah respon manusia untuk menyelesaikan pelbagai masalah dan memenuhi
desakan hidup sambil bersedia menghadapi tantangan mendatang. Bahan-bahan dari
segala macam institusi sosial tidak hanya dilihat sebagai himpunan warisan masa
lampau,. Tetapi petanda dinamika dan sumber daya yang mampu beradaptasi dengan
desakan, baik dalam maupun luar sistem sosial budaya itu sendiri.
Aspek
kebudayaan masyarakat secara universal dapat diamati kehadirannya di setiap
masyarakat. Kebudayaan adalah wujud daya cipta, rasa, dan karsa manusia. Kebudayaan
adalah hal penting yang menghubungkan manusia dengan lingkungannya. Kebudayaan
juga menjadi blue print atau pedoman bagi manusia. Dengan kebudayaan inilah
manusia tampak berbeda dengan binatang. Dengan kebudayaan, manusia dapat
bertahan dan melangsungkan hidupnya.
Ada beberapa
cara kita dapat mengetahui kebudayaan masyarakat. Salah satu cara yang
dilakukan seseorang atau kelompok untuk mengetahui gambaran kebudayaan
masyarakat setempat adalah dengan datang ke museum. Hal itu karena di museumlah
mereka dapat melihat gambaran tentang sebuah peradaban budaya daerah, baik
zaman purbakala maupun di zaman modern.
Perkembangan
museum di Indonesia saat ini dapat dikatakan cukup bagus, tetapi tentu
memerlukan peningkatan-peningkatan agar Indonesia sebagai bangsa yang
menghargai hasil karya pendahulunya dan melestarikan warisan budaya leluhur
sehingga museum sebagai fasilitator masyarakat dengan peradaban budaya dapat
diwujudkan. Museum juga diharapkan mampu menjadi mediator yang tidak membedakan
kebudayaan antardaerah, tetapi tercipta peradaban yang multikultural, yaitu
menjadikan perbedaan budaya menjadi suatu warna yang meramaikan khasanah
kebudayaan bangsa sebagai identitas bangsa. Itulah peran museum. Lalu, seberapa
besarkah peran museum saat ini?
Museum diharapkan
tidak hanya sekedar memantulkan perubahan-perubahan yang ada di lingkungan,
tetapi juga sebagai media untuk menunjukkan perubahan sosial serta pertumbuhan
budaya dan ekonomi. Museum berperan dalam proses transformasi yang mewujudkan
perkembangan struktur intelektual dan tingkat kehidupan yang membaik.
Perkembangan tersebut tentu disesuaikan dengan kondisi masyarakat yang
bersangkutan dalam bahasa dan budayanya masing-masing. Inilah makna yang ingin
disampaikan dan di transkripsikan oleh museum lewat benda yang disajikan atau
dipamerkan sebagai instrumen memahami masyarakat pendukungnya.
Museum dalam
bentuk apapun, baik secara ilmiah, seni maupun sejarah tentu tidak sekedar
dibicarakan dalam artian teoritis semata. Museum diharapkan berarti praktis yang
dapat diimplementasikan dengan kisaran jumlah publik yang tidak sedikit. Dengan
demikian, bicara mengenai museum sebagai media komunikasi massa harus
mendapatkan klaim dari semua golongan masyarakat. Museum tidak hanya diklaim
menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi sangat perlu didukung oleh
para akademisi, peneliti, bahkan pengusaha. Jadi, peran museum diharapkan dapat
mendukung pembangunan nasional, pembangunan masyarakat seluruhnya dan
seutuhnya. Kita harus terus ingat bahwa pembangunan ataupuin modernisasi bukan
sekedar know what, tetapi proses know how.
b.
Berperan dalam Memerankan Peran
Museum
Apa yang patut
segera dilakukan agar museum berperan demikian? Museum tidak boleh menjadi
lembaga yang pasif, tetapi sebaliknya museum harus peserta aktif dalam
pembangunan. Bisa diungkapkan atau menggunakan slogan museum –out-reach goal
dengan bahasa bahwa apabila publik tidak datang ke museum, maka museumlah yang
datang ke publik. Museum harus mampu menghadapi tantangan global di mana kontak
antarbudaya tidak dapat dielakkan, termasuk berani menghadapi ‘image” museum
yang dianggap kuna dan antik, kemudian mengubahnya menjadi sesuatu yang
menyenangkan. Mengubah image ibarat pepatah Bagai Mengubah Tekuk, yang berarti
mengubah kebiasaan tidaklah mudah, tetapi yakinlah bahwa jika itu dilakukan
terus menerus dilakukan akan berhasil ibarat pepatah Belakang Parang pun Kalau
Diasah Akan Tajam.
Benda-benda
koleksi yang dipamerkan harus dirancang sedemikian rupa termasuk menunjukkan
adanya isu-isu masa kini yang berjalan dengan fakta sejarah. Kegiatan yang
dilakukan di museum tidak sekedar melihat benda koleksi yang indah, tetapi
bagaimana agar yang datang ke museum pulang tetapi ingin kembali datang ke
museum karena museum dianggap mempunyai daya tarik tersendiri. Ada yang mem
buat saya cukup bangga saat ini, sudah cukup banyak pengelola museum yang
membolehkan museumnya digunakan untuk acara-acara kegiatan kemasyarakatan,
melakukan seminar untuk mengasah intelektual, dan yang terpenting museum tidak
digunakan untuk sebagian kecil orang saja.
Paradigma
tersebut tentu agak kontraversial dengan pemikiran terdahulu yang melihat
museum sebagai tempat yang dipenuhi roh-roh leluhur yang menyeramkan. Pada
hakikatnya museum dapat bersifat profan pada batas-batas tertentu tanpa harus
menghilangkan nilai sakral yang berada di dalamnya jika itu memang yang sesuai
dengan kondisi masyarakatnya. Pengelola museum tak perlu merasa terbebani
dengan peran museum yang meluas, tidak sekedar menjadi tempat barang-barang
sejarah itu diletakkan, karena ada yang lebih penting dari itu yaitu bagaimana
nilai sejarah dari benda itu dapat tersampaikan kepada masyarakat.
Dengan demikan,
tentu museum bukanlah komoditas privat bagi sebagian orang, tetapi milik
masyarakat bersama yang ingin mengetahui dan mendapatkan kepuasan mendalam dan
kenikmatan dengan datang ke museum. Museum dapat menjadi media yang efektif
untuk menyajikan proses pembangunan hasil-hasilnya dapat dimengerti oleh
masyarakat. Museum membantu mengintegrasikan perubahan dalam masyarakat dan
menciptakan keseimbangan dalam peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat dan
terus melestarikan kepribadian suatu bangsa melalui nilai-nilai dan pola-pola
budaya yang terkandung di dalamnya. Di sinilah peran museum yang tidak sekedar
sebagai sarana hiburan, tetapi media untuk menancapkan nilai dan semangat yang
mengakar umbi sebagai wadah patriotisme dan nasionalisme yang terancam dengan
landaan globalisasi.
Dalam
menghadapi krisis global, museum juga harus berani melangkah. Museum seharusnya
tidak membatasi diri dengan pengkategorian museum sebagai kebudayaan material
yang dimiliki segelintir orang yang menyukai keindahan, tetapi harus mampu
mengintegrasikan multidisiplin ilmu dalam menampilkan perkembangan dan
keterkaitan kebudayaan masyarakat sesuai dengan ekologi dunia, splendid
isolation yang tetap terbungkus menyenangkan . Kompleksitas dalam perkembangan
disiplin ilmu harus diakui dan dihadapi dengan bijak. Artinya, perlu pikiran
positif untuk mengakui keterkaitan disiplin ilmu satu sama lain sehingga dapat
terwujud kerjasama tim yang maksimal, termasuk dalam mengomunikasikan peran dan
fungsi museum. Bahkan, tak perlu fobia untuk menerapkan kretaivitas dan
menerima inovasi dalam ilmu permuseuman sehingga peran museum sebagai edukasi
yang bertanggung jawab bagi suatu bangsa dapat terwujud.
Sebagai contoh,
pandangan masyarakat terhadap museum yang mencerminkan teknologi tradisional
tidak menyangkal adanya teknologi modern dalam perkembangannya. Pengemasan
museum yang disesuaikan dengan konteks waktu dan ruang yang tepat dapat
membantu meningkatkan pengertian sebagai proses produksi dan pemenuhan
kebutuhan dengan menyajikan teknologi baru yang tepat guna yang mendukung
terpeliharanya keserasian dalam pembangunan. Di negara maju, seperti negara di
kawasan Eropa ataupun Amerika, museum memegang peranan yang berhasil
membangkitkan kesadaran yang kolektif dan tindakan kebijaksanaan yang baru
terhadap perkembangan industralisasi tetapi tetap mencerminkan keserasian
lingkungan.
Tugas museum
memang seharusnya dapat membantu proses pembangunan yang tetap bertanggung
jawab dengan permasalahan ekologi. Museum harus terus menjadi cermin identitas
suatu bangsa dan inspirasi bagi masyarakat. Museum dapat berpera serta secara
penuh untuk mengomunikasikan secara efektif pengaruh peradaban manusia bagi
ekosistem. Museum harus dapat menjadi proyeksi bagi perkembangan zaman, tetapi
tetap menjaga stabilitas dan produktivitas masyarakat. Museum perlu
merefleksikan diri sebagai tempat yang menggambarkan pusat penelitian, pusat
multi media, dan pusat pendidikan dalam melestarikan kebudayaan masyarakat.
Namun, harus diingat bahwa pelaksanaan pendidikan atau process of enculturation
di museum tidak dapat dijelaskan secara efektif tanpa kerja sama yang erat dan
koordinasi dengan lembaga-lembaga lainnya. Sekali lagi, dalam pelaksanaannya
memerlukan integrasi inter-disiplin, program, dan metode.
Museum dapat
bertindak sebagai fasilitator dan katalisator bagi riset kebudayaan masa lampau
sekaligus masa kini di semua ranah, baik lokal, nasional, regional, dan global.
Museum integral atau interdisiplin ini tidak untuk mengingkari nilai-nilai
museum yang telah ada dan juga tidak meninggalkan prinsip-prinsip museum.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, misalnya kemunculan internet
justru harus mampu mendukung pemasaran museum sebagai sumber informasi untuk
memberi penerangan dalam menyadarkan identitas suatu bangsa yang menghargai hasil
karyanya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari uraian pembahasan
karya tulis ini, penulis mengambil kesimpulan yaitu:
1.
Museum adalah suatu tempat menyimpan benda-benda
yang bernilai sejarah agar tidak hilang dan rusak sehingga dapat dinikmati
berbagai generasi, itu diharapkan mereka dapat mengetahui sejarah dan dapat
menghargai hasil yang telah dicapai generasi terdahulu sehingga mereka dapat
mengambil hikmah dan sejarah itu sendiri,
2.
Museum berfungsi menyimpan benda-benda yang
bernilai sejarah yang patut mendapat perhatian umum. Selain itu museum
merupakan sarana yang efektif untuk mewariskan nilai-nilai luhur perjuangan,
3.
Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala secara
visual menggambarkan perjuangan Bangsa Indonesia, khususnya TNI AU dalam
merebut dan mempertahankan kemerdekaan NKRI.
3.2 Saran
1.
Dengan mengenal benda-benda bersejarah,
tanamkanlah dalam diri kita jiwa dan semangat kepahlawanan,
2.
Lestarikan dan peliharalah
peninggalan-peninggalan sejarah agar tidak sampai hilang dan rusak,
3.
Binalah persatan dan kesatuan bangsa agar
peristiwa masa lalu tidak kembali,
4.
Teruskanlah perjuangan para pahlawan dengan
membangun Bangsa Indonesia lebih maju.
5.
Demikian saran-saran yang dapat penulis
kemukakan, semoga bermanfaat untuk kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment