TEORI PEMEROLEHAN BAHASA ANAK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia di SD
Dosen Pengampu : Drs. Suwandi, M. Pd
Disusun oleh :
1. Asri Wiji Astuti (1401414059)
2. Nurhidayah Rahmawati (1401414427)
3. Laili Arifah Ahnis (1401414069)
4. Dely Rahmawati (1401414276)
5. Moch Yusuf Mabruri (1401414290)
6. Tegar Maulana Prasetyo (1401414301)
Rombel : 1B
JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pemerolehan Bahasa
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa ibunya. Untuk dapat melekukan kajian tenteng pemerolehan bahasa, perlu kita memahami konsep pemerolehan bahasa. Pemerolehan bahasa dibagi menjadi dua, yaitu pemerolehan bahasa pertama ( first laguage acquisition) yang biasa disebut dengan bahasa ibu atau B1 dan pemerolehan bahasa kedua (second laguage acquisition) yaitu kajian tentang bagaimana pembelajra mempelajari sebuah bahasa lain setelah dia memperoleh bahasa ibunya.
Mengikuti penelitan secara empiris, tedapat dua teori utama tentang bagaimana manusia memperoleh bahasa pertamanya yang diperbincangkan dikalangan para peneliti. Teori pertama menyebutkan bahwa manusia memeperoleh bahasanya secara alami. Teori ini kemudian dikenal dengan istilah Nativist Theory. Sedangkan teori kedua, menyatakan bahwa manusia memperoleh bahasa melalaui proses mempelajari, dan teori kedua ini dikenal dengan Learning Theory.
a. Nativist Theory
Nativist Theory adalah teori yang menyebutkan bahwa manusia mmemperoleh bahasa secara alamiteori ini kemudian dikenal dengan hipotesis nurani yang dipelopri oleh leneberg dan chomsky. Hipotesis nurani lahir dari sebuah pertanyaan, sebenarnya alat apa yang digunakan anak dalam memperoleh bahasanya yang kemudian dijadikan bahan penelitian oleh kedua pelopor tersebut.hasil penelitan tersebut adalah sbb:
a) Semua anak normal akan memperoleh bahasa ibunya asalkan dia dikenalkan dengan bahasa iitu.
b) Pemerolehan bahasa tidak ada hubungan nya dengan kecerdasan
c) Kalimat yang digunakan anak cenderung tanpa menggunakan gramatikal, tidak lengkap dan jumlahnya sedikit.
d) Hanya manusia yang bisa berbahasa.
e) Perkembangan bahsa anak sejalan dengan perkembangan lain.
f) Srtuktur bahsa sangat rumit, komoleks dan istimewa.
Teori chomsky ini menegaskan bahwa bahasa merupakan warisan, manusia sejak lahir sudah dibekali genetik untuk berbahasa.maka hipoesis naluri berbahsa merupakan suatu asumsi yag menyatakan bahwa sebagian atau semua bagian bahasa tidaklah diperoleh atau dipelajari, akan tetapi ditentukan oleh fitur fitur nurani yang khusus dariorganisme manusia.hiptesis ini menekankan bahwa ada nya suatu benda yang dibawa manusa sejak lahir yaitu laguage acquisition device (LAD ). Cara kerja dari LAD ini bisa dijelaskan apabila sejumlah ucapan yang cukuo memadai dari suatu bahasa ditangkap atau diberikan kepada LAD, maka LAD akan membentuk masukan itu menjadi tata bahas formal sebagi keluaran.
stai raden qosim lamongan
b. Learning teory
Teori yang menyatakan bahwa pemerolehan bahasa melalui proses mempelajari. Teori ini lahir dai pakar psikologi dari harvard B.f Skiner . skiner adalah seorang toko behaviorisme yang menyatakan bahasa adalah perilaku verbal. Behaviorisme adalah aliran psikologi yang mempelajari tentang perilaku yang nyata yang bisa diuukur secara objektiv.Blomfeed dalam bukunya “ laguage” dalam parera (1986: 80) menerapkan pikiran pikirn pokok behaviorisme dalam analis bahas asebagai berikut:
Bahasa adalah bentuk dari tingkah laku fisik.
Orang harus bisa membedakan antara sesuatu yang mendahului bahasa, bahasa dan peristiwa yang mengikuti bahasa.
S r s R
r : merupakan respon pengganti
s : merupakan stimulus pengganti
Bloom Field lebih menekankan proses mekanisme bahasa bukan proses mentalisme.
Skinner mengatakan bahwa berbahasa haruslah ditanggapi sebagai satu respon berkondisi terhadap stimulus stimulus tersembunyi baik yang internal atau eksternal. Hal ini bisa dijelaskan bahwa semua pengetahuan bahasa yang dimiliki oleh manusia yang tampak dalam perilaku berbahasa merupakan hasil integrasi dari peristiwa linguistik yang dialami dan diamati oleh manusia. Karena itulah kemudian teori ini dikenal dengan istilah teori pembelajran bahasa pengkondisian opera. Dalam teori ini dinyatakan bahwa perilaku berbahasa seseorang dibentuk oleh serentetan peristiwa beragam yang muncul dari sekitar orang itu.
Sebagai penjelasan lebih lanjut dari teori ini bisa digambarkan tentang bagaimana seorang bayi mulai berbahasa. Pada tahapan ketika anak memperoleh sistem sistem bunyi bahasa ibunya, semula dia mengucapkan sistem bunyi yang ada disemua bahasa yang ada didunia ini.akan tetapi karena lingkungan telah memberikan contoh terus menerus terhadap sistem bunyi yang ada pada bahasa ibunya, dan dimotivasi terus untuk menirukan sistem bahasa ibunya, maka yang akhirnya dikuasai adalah sistem bahasa ibunya.
B. Tahap Pemerolehan Bahasa Anak
Berbagai penelitian membuktikan bahwa manusia normal mengalami tahapan yang hampir sama dalam pemerolehan bahasa pertamanya. Dalam hal ini, peneliti mengambil teori dari tiga orang ahli yaitu Aitchison, Schaerlaekens, dan Ruqayyah.
Ø Perkembangan Bahasa Menurut Aitchison
Menurut Aitchison dalam Harras dan Andika (2009: 50-56), tahap kemampuan bahasa anak terdiri atas hal-hal berikut.
Tahap Perkembangan Bahasa | Usia |
Menangis | Lahir |
Mendekur | 6 minggu |
Meraban | 6 bulan |
Pola intonasi | 8 bulan |
Tuturan satu kata | 1 tahun |
Tuturan dua kata | 18 bulan |
Infleksi kata | 2 tahun |
Kalimat tanya dan ingkar | 2 ¼ tahun |
Konstruksi yang jarang dan kompleks | 5 tahun |
Tuturan yang matang | 10 tahun |
1) Menangis
Menangis pada bayi ternyata memiliki beberapa tipe makna. Ada tangisan untuk minta minum, minta makan, kesakitan, dan sebagainya. Tangisan merupakan komunikasi yang bersifat instingtif seperti halnya sistem panggil pada binatang. Hasil penelitian membuktikan bahwa makna tangisan itu bersifat universal.
2) Mendekur
Fase yang mirip dekuran merpati ini dimulai saat anak berusia sekitar enam tahun. Mendekur sebenarnya sulit dideskripsikan. Bunyi yang dihasilkannya mirip dengan bunyi vokal, tetapi hasil penelitian menggunakan spektogram menunjukkan bahwa hasil bunyi itu tidak sama dengan bunyi vokal yang dihasilkan orang dewasa. Beberapa buku menyebut fase ini sebagai gurgling atau mewling. Mendekur pun bersifat universal.
3) Meraban
Secara bertahap, bunyi konsonan akan muncul pada waktu anak mendekur, dan ketika usia anak mendekati enam bulan, ia memasuki fase meraban. Secara impresif anak menghasilkan vokal dan konsonan secara serentak. Awalnya, ia mengucapkan sebagai suku kata, tetapi akhirnya vokal dan konsonan itu menyatu.
Pada fase meraban, anak menikmati eksperimennya dengan mulut dan lidahnya, sehingga fase ini merupakan fase pelatihan bagi alat ucap. Bunyi yang biasanya dikeluarkan berupa mama, papapa, dan dadada.
4) Pola Intonasi
Anak-anak mulai menirukan pola-pola intonasi sejak usia delapan atau sembilan bulan. Hasil tuturan anak mirip dengan tuturan ibunya. Anak tampaknya menirukan tuturan orang tuanya tetapi hasilnya tidak dipahami oleh orang sekelilingnya. Ibu-ibu sering mengidentifikasikan bahwa anaknya menggunakan intonasi tanya dengan nada tinggi pada akhir kalimatnya, sehingga orang tua sering melatih anaknya berbicara dengan bertanya "Kamu mau apa?" dan sebagainya.
5) Tuturan satu kata
Sekitar umur dua belas sampai delapan belas bulan anak mulai mengucapkan tuturan satu kata. Jumlah kata yang diperoleh anak bervariasi. Lazimnya, rata-rata anak memperoleh sekitar lima belas kata. Kata-kata yang biasanya dituturkan misalnya papa, mama, bobo, meong, dan sebagainya.
6) Tuturan dua kata
Ciri yang paling menonjol dalam fase ini ialah kenaikan kosakata anak yang muncul secara drastis. Ketika usianya menginjak dua setengah tahun, kosakatanya mencapai hampir ratusan kata.
Pada awal tahap dua kata ini tuturan anak cenderung disebut telegrafis. Ia berbicara seperti orang mengirim telegram, yakni hanya kata-kata penting saja yang disampaikan. Tuturan yang awalnya Ani susu berubah menjadi Ani mau minum susu.
7) Infleksi kata
Kata-kata yang awalnya dianggap remeh oleh anak akhirnya dimunculkan juga. Dalam bahasa Indonesia, kata yang biasanya muncul ialah afiks, misalnya anak sebelumnya hanya mengatakan Kakak mukul adik menjadi Kakak memukul adik atau Adik dipukul kakak.Dalam tahap ini pun anak mulai memperoleh kata majemuk, seperti orang tua, namun pemerolehan tersebut tidaklah signifikan karena kemampuan setiap anak bervariasi.
8) Kalimat tanya dan ingkar
Dalam bahasa Indonesia, anak mulai memperoleh kalimat tanya seperti apa, siapa, dan kapan pada kalimat seperti Apa ini?, Siapa orang itu?, dan Kapan ayah pulang?, sedangkan kalimat ingkar biasanya berupa kalimat-kalimat seperti Kakak tidak nakal, Saya tidak mau makan, Kue ini tidak enak, dan Ini bukan punya adik.
9) Konstruksi yang jarang atau kompleks
Pada usia lima tahun, anak secara mengesankan memperoleh bahasa yang terus berlanjut meskipun agak lamban. Tuturan anak usia lima tahun berbeda dengan tuturan atau tata bahasa orang dewasa, tetapi mereka tidak menyadari kekurangan mereka itu. Mereka selalu menganggap bahwa tuturannya sama dengan orang dewasa dan akan selalu menyamakannya. Dalam tes pemahaman, anak-anak siap untuk mengerjakan dan menafsirkan struktur yang diberikan kepadanya, tetapi sering mereka menafsirkannya secara keliru. Hal tersebut tampak dalam kalimat majemuk setara atau kalimat majemuk bertingkat yang biasanya mereka tuturkan seperti Ali dan kakaknya pergi ke sekolah meskipun hujan. Tahap inilah yang dianggap tahap rumit dalam fase perkembangan bahasa anak.
10) Tuturan matang
Perbedaan tuturan anak-anak dengan orang dewasa secara perlahan akan berkurang ketika usia anak semakin bertambah. Ketika usianya mencapai sebelas tahun, anak mampu menghasilkan kalimat perintah yang sama dengan kalimat perintah orang dewasa, misalnya Tolong ambilkan buku itu!.
Ketika meningkat usia pubertas, perkembangan bahasa anak dikatakan sudah lengkap. Tentu saja ia akan terus mengembangkan perbendaharaan kosakatanya, dan kaidah tata bahasanya pun akan berubah.
Menurut Yulianti (2002), semua tahap ini pasti dilalui setiap anak normal, sedangkan anak yang memiliki gangguan fisik hanya melewati beberapa tahap perkembangan bahasa saja. Hal itu menunjukkan bahwa kematangan berbahasa dipengaruhi pula oleh kematangan fisik.
Ø Perkembangan Bahasa Menurut Schaerlaekens
Tahapan perkembangan bahasa yang dialami anak menurut Schaerlaekens dalam Mar’at (2005: 61) terdiri atas beberapa hal sebagai berikut.
1) Periode pralingual
Umumnya tahap ini dialami anak pada usia 0-1 tahun, ketika anak hanya mengeluarkan bunyi-bunyi yang merupakan reaksi terhadap situasi tertentu dengan tahapan sebagai berikut.
a. Tahap mendekut (cooing). Anak mengeluarkan bunyi yang mirip vokal atau konsonan (/a/).
b. Tahap berceloteh (babbling). Anak mengeluarkan gabungan mirip vokal dan konsonan (/p/, /b/, /m/).
2) Periode lingual
Tahap ini umumnya dialami anak pada usia 1-2,5 tahun, ketika anak mulai mengucapkan kata-kata dengan tahapan sebagai berikut.
a. Tahap ujaran holofrastik. Anak mampu memproduksi satu kata yang dapat menyatakan lebih dari satu maksud.
b. Tahap ujaran telegrafik. Anak mampu memproduksi dua kata sebagai pernyataan suatu maksud.
c. Tahap lebih dari dua kata. Anak mulai memproduksi lebih dari dua kata dan menunjukkan perkembangan morfologis. Komunikasinya pun tidak lagi bersifat egosentris.
3) Periode diferensiasi
Umumnya dialami anak pada usia 2,5-5 tahun, ketika anak dianggap telah menguasai bahasa ibu dengan penguasaan tata bahasa pokok. Fungsi bahasa sebagai alat komunikasi mulai berjalan baik. Anak juga mulai mampu mengomunikasikan persepsi dan pengalamannya kepada orang lain. Perkembangan aspek fonologi telah berakhir walaupun masih ada kesukaran tertentu. Aspek kosakata berkembang baik secara kualitatif dan kuantitatif. Anak juga telah mampu membedakan nomina dan verba serta menggunakan pronomina dan preposisi.
Ø Perkembangan Bahasa Menurut Ruqayyah
Menurut Ruqayyah (2008) dalam perkembangan pemerolehan bahasa anak dapat dibagi atas tiga bagian penting yaitu sebagai berikut.
1) Perkembangan prasekolah
Perkembangan pemerolehan bahasa anak pada masa prasekolah dapat dibagi lagi atas perkembangan pralinguistik, yaitu anak mengembangkan konsep dirinya. Ia berusaha membedakan dirinya dengan subjek, dirinya dengan orang lain, serta hubungan dengan objek dan tindakan.
Selain itu ada pula tahap satu kata, yaitu anak terus-menerus berupaya mengumpulkan nama benda-benda dan orang yang ia jumpai. Kata-kata yang pertama diperoleh lazimnya adalah kata yang menyatakan perbuatan, sosialisasi, dan tempat. Tiga sarana ekspresif yang dipakai oleh anak-anak yang dapat membuat kalimat-kalimat mereka menjadi lebih panjang, yaitu kemunculan morfem-morfem gramatikal secara inklusif dalam ujaran anak, pengertian atau penyambungan bersama-sama hubungan dua hal tersebut, dan perluasan istilah dalam suatu hubungan atau relasi.
Perkembangan pemerolehan bunyi anak-anak berawal dari membuat bunyi menuju arah membuat pengertian. Anak biasanya membuat pembedaan bunyi perseptual yang penting selama periode ini, misalnya membedakan antara bunyi suara manusia dan bukan manusia, bunyi ekspresi marah dengan yang bersikap bersahabat, antara suara anak-anak dengan orang dewasa, dan antara intonasi yang beragam. Anak-anak mengenali makna-makna berdasarkan persepsi mereka sendiri terhadap bunyi kata-kata yang didengarnya. Anak-anak menukar atau mengganti ucapan mereka sendiri dari waktu ke waktu menuju ucapan orang dewasa, dan apabila anak-anak mulai menghasilkan segmen bunyi tertentu, hal ini menjadi perbendaharaan mereka.
Menurut Nuraeni (2009: 5), panjang ucapan anak kecil merupakan indikator atau petunjuk perkembangan bahasa yang lebih baik dari pada urutan usianya. Jumlah morfem rata-rata per ucapan dapat digunakan sebagai ukuran panjangnya.
2) Perkembangan ujaran kombinatori
Perkembangan ujaran kombinatori anak-anak dapat dibagi dalam empat bagian, yaitu perkembangan negatif, interogatif, penggabungan kalimat, dan perkembangan sistem bunyi. Perkembangan beberapa proposisi menjadi sebuah kalimat tunggal memerlukan rentang masa selama beberapa tahun dalam perkembangan bahasa anak-anak.
3) Perkembangan masa sekolah
Pada perkembangan masa sekolah, orientasi seorang anak dapat berbeda-beda. Ada anak yang lebih impulsif dari pada anak yang lain, lebih refleksif dan berhati-hati, cenderung lebih jelas dan nyata dalam berekspresi, lebih senang belajar dengan bermain-main, sementara yang lain lebih pragmatis dalam pemakaian bahasa. Setiap bahasa anak akan mencerminkan kepribadiannya sendiri pada masa ini.
Selama masa sekolah, anak mengembangkan dan memakai bahasa secara unik dan universal. Pada saat itu anak menandai atau memberinya ciri sebagai pribadi yang ada dalam masyarakat itu. Perkembangan bahasa pada masa sekolah dapat dibedakan dengan jelas dalam tiga bidang, yaitu struktur bahasa, pemakaian bahasa dan kesadaran meta linguistik.
C. Posisi Pemerolehan Bahasa Dalam Pembelajaran Bahasa
Dalam pembelajaran bahasa tentulah seorang pebelajar telah memiliki modal awal, yakni bahasa ibu yang diperoleh melalui proses pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa, yakni proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa berbeda dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167).
stai raden qosim lamongan
Sehingga dalam proses pembelajaran bahasa kedua, tentulah bahasa pertama yang telah dikuasainya memberikan pengaruh yang significant. Mengenai seberapa jauh peran pemerolehan bahasa dalam pembelajaran bahasa dapat terinterpretasikan dalam kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh pebelajar dalam mempelajari bahasa kedua. Berikut hirarki kesulitan menurut Clifford Paton:
1) Transfer Nol, yakni di mana B1 sama persis dengan B2
Dalam tahap ini, pemerolehan bahasa pertama memberikan satu kemudahan tersendiri dalam pembelajaran bahasa kedua. Seperti contoh dalam fonologi: B1 (bahasa Indonesia) J = ج B2 (bahasa Arab), B1 A = أَ B2
2) Perpaduan, yakni di mana 2 item dalam B1 bersatu dengan B2
Contoh: U-O dalam bahasa Arab ـُ
3) Subdiferensiasi, yakni B1 ada dan B2 tidak ada
Contoh: C, Ny, Ng, P tidk ditemukan dalam bahasa Arab
4) Reinterpretasi, di mana ia terdapat di B1 hanya saja berubah saat di B2
Contoh: huruf (Q – t – b – j – d) dibaca tidak memantul dalam B1, Huruf (ق- ط - ب - ج - د) dibaca memantul.
5) Overdiferensiasi, di mana ia tidak ada di B1 namun ada di B2
Contoh: hukum bacaan mad tidak terdapat di B1, كتاب، كراسة، قلم.
6) Pembelahan, di mana ia hanya ada 1 jenis di B1 dan bermacam jenis di B2
Contoh: Z = ظ – ذ – ز, T = ت – ط, H = ح – ه,
Beberapa penelitian membuktikan bahwa pembelajar yang lebih dewasa dapat memperoleh bahasa kedua lebih cepat dibandingkan pembelajar muda pada setting non tutorial(Snow dalam Gleason dan Ratner) Penelitian lain juga menyebutkan bahwa pembelajar dewasa juga bermasalah dalam hal aksen yang sudah terpola B1 sehingga pemerolehan B2 juga terpengaruh. Untuk waktu yang diperlukan dalam mempelajari bahasa kedua, pengajar asing beranggapan bahwa diperlukan waktu lebih banyak untuk mempelajari bahasa yang jauh daripada yang dekat perbedaannya dengan B1 sebagai hasil dari pemerolehan bahasa.
Baik peneliti bahasa anak maupun ahli psikolinguistik mengemukakan bahwa kondisi pemerolehan B2 menyerupai B1. Pengajar bahasa asing menekankan pada perbedaan yang diakibatkan pengetahuan awal tentang B1, sedangkan bahasawan menekankan adanya perbedaan pembelajaran B2 yang melampaui masa pembelajaran emas dibandingkan B1.teori sosiokultur memandang bahwa pemerolehan B1 dan B2 ditunjang kebutuhan komunikatif dan social.
Pengajar bahasa asing dan bahasawan mengungkapkan adanya efek transfer dari B1 ke B2. Sama halnya dengan pendapat ahli psikolinguistik dan teoisi sosiokultur tentang adanya kecendrungan dalam pemrosesan bahasa dan menggunakan pengetahuan tentang aturan bahasa. Peneliti bahasa anak tidak mengungkapkan adanya pengaruh B1kecuali adanya pengaruh proses pembelajaran area kesulitan tertentu pembelajaran B2.
Baik bahasawn maupun peneliti bahasa asing menyepakati adanya pengaruh B1 terhadap B2. Peneliti bahasa anak, di pihak lain lebih mengangkat kasus pengurangan penggunaan bahasa dan sebaliknya memandang efek positif mempelajari B2 dengan cara membandingkan dengan B1.ahli psikolinguistik mendokumentasikan adanyadwibahasawan yang dapat menggabungkan system B1 dan B2, meskipun dengan adanya perbedaan dalam hal kecepata pemrosesan B1 dan B2.
Pendapat yang dilontarkan para pengajar asing, peneliti bahasa anak, bahasawan, ahli psikolinguistik dan teorisi sosiokultur diatas menunjukkan adanya keberagaman minat dalam aspek yang berbeda terkait dengan fenomna pemerolehan dwibahasa dan pemerolehan B2. Diharapkan dimasa yang akan datang peneliti lain akan dapat menggabungkan dua atau tiga dari perspektif tersebut yang menitikberatkan pada peran pembelajar, lingkungan dan konteks social yang lebih luas untuk memahami apa sebenarnya pemerolehan B2 dan bagaimana pembelajar memperolehnya.
D. Gangguan Perkembangan Bahasa pada Anak
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab terhambatnya tumbuh-kembang anak yang sering ditemui. Adapun gangguan yang sering dikeluhkan orangtua yaitu :
1. Disfasia
Adalah gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan anak seharusnya. Ditengarai gangguan ini muncul karena adanya ketidaknormalan pada pusat bicara yang ada di otak. Anak dengan gangguan ini pada usia setahun belum bisa mengucapkan kata spontan yang bermakna, misalnya mama atau papa. Kemampuan bicara reseptif (menangkap pembicaraan orang lain) sudah baik tapi kemampuan bicara ekspresif (menyampaikan suatu maksud) mengalami keterlambatan. Karena organ bicara sama dengan organ makan, maka biasanya anak ini mempunyai masalah dengan makan atau menyedot susu dari botol.
2. Gangguan disintegratif pada kanak-kanak (Childhood Diintegrative Disorder/CDD)
Pada usia 1-2 tahun, anak tumbuh dan berkembang dengan normal, kemudian kehilangan kemampuan yang telah dikuasainya dengan baik. Anak berkembang normal pada usia 2 tahun pertama seperti kemampuan komunikasi, sosial, bermain dan perilaku. Namun, kemampuan itu terganggu sebelum usia 10 tahun, yang terganggu di antaranya adalah kemampuan bahasa, sosial, dan motorik.
3. Sindrom Asperger
Gejala khas yang timbul adalah gangguan interaksi sosial ditambah gejala keterbatasan dan pengulangan perilaku, ketertarikan, dan aktivitas. Anak dengan gangguan ini mempunyai gangguan kualitatif dalam interaksi sosial. Ditandai dengan gangguan penggunaan beberapa komunikasi nonverbal (mata, pandangan, ekspresi wajah, sikap badan), tidak bisa bermain dengan anak sebaya, kurang menguasai hubungan sosial dan emosional.
4. Gangguan Multisystem Development Disorder (MSDD)
MSDD digambarkan dengan ciri-ciri mengalami problem komunikasi, sosial, dan proses sensoris (proses penerimaan rangsang indrawi). Ciri-cirinya yang jelas adalah reaksi abnormal, bisa kurang sensitif atau hipersensitif terhadap suara, aroma, tekstur, gerakan, suhu, dan sensasi indera lainnya. Sulit berpartisipasi dalam kegiatan dengan baik, tetapi bukan karena tertarik, minat berkomunikasi dan interaksi tetap normal tetapi tidak bereaksi secara optimal dalam interaksinya. Ada masalah yang terkait dengan keteraturan tidur, selera makan, dan aktivitas rutin lainnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemerolehan bahasa (language acquisition) adalah proses-proses yang berlaku di dalam otak seorang anak ketika memperoleh bahasa. Pemerolehan bahasa atau akuisisi bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua.
B. Saran
Sebagai seorang mahasiswa, kita dianjurkan untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penalaran. Karena jika seseorang telah tahu apa yang dimaksud dengan penalaran, baik yang sifatnya deduktif atau induktif, akan mempengaruhi terhadap pola pikir yang ia kembangkan. Baik dalam menghadapi suatu masalah atau untuk menyimpilkan suatu masalah. Maka proses penalaran ini harus kita ketahui, bahkan pahami dengan sebenar-benarnya.
Daftar Pustaka
No comments:
Post a Comment