SEMANTIK BAHASA INDONESIA
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Drs. Suwandi, M.Pd.
Penyusun :
- Hilda Isma Hidayati (1401414057)
- Nurlita Rindaniyatmi (1401414085)
- Shelly Ambarwati (1401414066)
- Siti Konipah (1401414299)
- Putri Indah Lestari (1401414309)
- Yulfira Nara Pratika (1401414428)
PGSD UPP TEGAL
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. Wb
Kami ucapkan puji syukur sebesar- besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karna Beliaulah kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik dan lancar. Terimakasih atas semua dukungan dari berbagai pihak dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini kami membahas tentang masalah semantik bahasa indonesia.
Makalah ini tidak luput dari keurangan – kekurangan, dengan adanya kekurangan tersebut saya memohon maaf. Saya harap makalah ini dapat menambah wawasan pembacanya.
Wasalamualaikum. Wr. Wb.
Tegal, 1 Desember 1996
Penyusun
DAFRAR ISI
Halaman cover........................................................................................................... 1
Kata Pengantar........................................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan................................................................................................... 4
- Latar Belakang....................................................................... 4
- Tujuan.................................................................................... 4
- Rumusan Masalah.................................................................. 4
BAB II Pembahasan.................................................................................................. 5
- Pengertian Semantik.............................................................. 5
- Pengertian diksi...................................................................... 5
- Jenis – Jenis makna................................................................ 9
- Relasi Makna.......................................................................... 13
- Perubahan Makna................................................................... 15
BAB III Penutup....................................................................................................... 17
- Kesimpulan............................................................................ 17
- Saran...................................................................................... 17
Baftar Pustaka............................................................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semantik dalam Bahasa Indonesia berasal dari Bahasa Yunani ‘sema’ (kata benda) yang berarti ‘tanda’ . Pemakaian dasar Semantik dan Sintaksis Bahasa Indonesia tentunya masih di perlukan untuk memahami dunia yang penuh dengan informasi dan lalu-lintas kebahasaan yang terus berkembang. Bagi para pengajar sastra, pengetahuan semantik akan memberi manfaat teoritis, maupun praktis. Secara teoritis, teori-teori semantik akan membantu dalam memahami dengan lebih baik bahasa yang akan di ajarkannya. Dan manfaat praktisnya adalah kemudahan untuk mengajarkannya.
Istilah Semantik lebih umum di gunakan dalam studi linguistik daripada istilah untuk ilmu makna lainnya seperti Semiotika, Semiologi, Sememik, dansemik. Ini dikarenakan istilah-istilah yang lainnya itu mempunyai cakupan objek yang cukup luas, yakni mencakup makna tanda atau lambang pada umumnya. Termasuk tanda lalulintas, morse, tanda matematika, dan juga tanda-tanda yang lain sedangkan batasan cakupan dari semantik adalah makna atau arti yang berkenaan dengan bahasa sebagai alat komunikasi verbal.
Berlainan dengan tatanan analisis bahasa lain, semantik adalah cabang ilmu linguistic yang memiliki hubungan dengan ilmu social, seperti Sosiologi dan Antropologi. Bahkan juga dengan filsafat dan Psikologi.
B. Tujuan
Pembuatan makalah ini mempunyai tujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Bahasa Indonesia.selain itu untuk memperdalam ilmu tentang materi semantik Bahasa Indonesia.
C. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian semantik?
2. Apa yang dimaksud dengan diksi?
3. Apa saja jenis – jenis semantik atau juga makna?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Semantik
Kata semantikberasal dari bahasa Yunani sema atau semantikosyang artinya tanda atau lambang (sign). “Semantik” pertama kali digunakan oleh seorang filolog Perancis bernama Michel Breal pada tahun 1883. Kata semantik kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik (Chaer, 1994: 2).
Sedangkan menurutKatz (1971:3) semantik adalah studi tentang makna bahasa. Sementara itu semantik menurut Kridalaksana dalam Kamus Linguistik adalah bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara. Secara singkat, semantik ini mengkaji tata makna secara formal (bentuk) yang tidak dikaitkan dengan konteks.
B. Diksi
Dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ) diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan.
Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dari itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda.
Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dari itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda.
Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efek agar sesuai.
Diksi menyangkut kecermatan dan ketelitian memilih sejumlah kata yang relatif sinonim dalam konteks tertentu sehingga dapat memberikan kesan yang khusus,estetis,dan tepat.
Misalnya: Penggunaan kata mati, meninggal dunia, wafat, tewas, mangkat, pulang ke rahatullah, mampus, tutup usia, tutup mata.
Adapun mengenai ketepatan dan kesesuaian penggunaan diksi. Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalah ketepatan memiliki kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Ketepatan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya.
Agar dapat memilih kata-kata yang tepat, maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan berikut ini.
1. Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim; kata-kata yang mirip dalam ejaannya, seperti : bawa-bawah, koorperasi-korporasi, interfensi-interferensi,
2. Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum diterima di masyarakat.
3. Waspadalah dalam menggunaan kata-kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing, seperti: Kultur-kultural, biologi-biologis, idiom-idiomatik, strategi-strategis, dan lain-lain
4. Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatik, seperti kata ingat harus ingat akan bukan ingat terhadap, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi, takut akan bukan takut sesuatu.
5. Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum.
6. Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
7. Kita harus memperhatikan kelangsungan pilihan kata. Makna kata itu banyak yang sama, tetapi penggunaanya tidak sama. Seperti kata penelitian, penyelidikan. Kata-kata tersebut bersinonim (mempunyai arti yang sama), tetapi tidak bisa ditempatkan dalam kalimat yang sama. Contoh : Mahasiswa tingkat akhir harus mengadakan penelitian untuk membuat karya ilmiah sebagai tugas akhir dalam studinya. Penyelidikan kasus penggelapan uang negara sudah dimulai. Berdasarkan pengamatan saya situasi belajar di kelas A cukup kondusif. Berdasarkan hasil penyidikan polisi, ditemukan fakta-fakta yang memperkuat dia menjadi tersangka. Dari segi kesopanan, kata mati, meninggal, gugur, mangkat, wafat, dan pulang ke rahmatullah,dipilih berdasarkan jenis mahluk, tingkat sosial, dan waktu. Contoh : Kucing saya mati setelah makan ikan busuk; Ayahnya meninggal tadi malam;. Kita pernah mendengar orang berkata, “Setelah menjadi Islam dia rajin bersedekah”. Seharusnya, “Setelah masuk Islam dia rajin bersedekah”. Kalau mau menggunakan kata menjadi maka selanjutnya harus menggunakan kata muslim. Contoh, “Setelah menjadi muslim dia rajin bersedekah”. Islam adalah nama agama yang berarti lembaga, sedangkan muslim adalah orang yang beragama Islam. Kata menjadi dapat dipasangkan dengan orangnya dan kata masuk tepat dipasangkan dengan lembaganya.
Kaitannya dengan diksi atau pilihan kata, perlu dipahami dengan baik tentang perbedaan antara :
a. Kata baku dan nonbaku
Kata baku ialah kata yang sesuai kaidah tatabahasa dan nonbaku ialah kata yang tidak sejalan standar kaidah bahasa yang tepat,misalnya :
BAKU TIDAK BAKU
Rapi rapih
Imbau imbau
Andal handal
Objek obyek
Izin izin
b. Kata abstrak dan konkret
Kata abstrak adalah kata yang tidah mempunyai rujukan /objek yang jelas secara inderawi, sedang kata konkret ialah kata yang rujukaanya berupa objek yang dapat diserap pancaindera,atau nyata,misalnya, abstrak : kesehatan,keadilan,dan kecintaan,dan sebagainya. Konkret : berdiskusi,buku,pesawat terbang,dan sebagainya.
c. Sinonim, antonim, homonim, homofon, homograf
Pengertian kelima istilah yang ada di atas menurut Keraf (1980) dan Tarigan (1986) adalah sebagai berikut:
· Sinonim terbagi atas sin ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasar arti harfiah tersebut sinonim adalah kata yang tulisan dan lafalnya berbeda namun maknanya relatif mirip atau sama. Misalnya:
− cerdas,
− pintar,
− cakap,
− pandai.
· Antonim terdiri atas anti ‘lawan’ dan onim ‘nama’ . Berdasar dari arti harfiah antonim adalah kata yang tulisan dan ucapannya sama sedang maknanya berlawanan. Misalnya:
− besar >< kecil.
− tinggi >< rendah,
· Homograf terdiri atas homo ‘sama’ dan onim ‘nama’. Berdasar dari arti harfiah tersebut, homograf ialah kata yang sama tulisan tetapi berbeda ucapan dan maknanya. Misalnya:
− mental (terpelanting) dengan mental (jiwa)
− dekan (ulat) dengan dekan (pimpinan fakultas)
− tabel (keranda mayat) dengan tabel (kolom)
· Homofon terdiri atas homo ‘sama’ dan fon ‘bunyi. Berdasar pada arti harfiah tersebut, homofon adalah kata yang relatif sama bunyinya tetapi tulisan dan maknanya berbeda. Misalnya:
- bang (Andi) dengan bank (BRI).
· Homonim terdiri atas homo ‘sama’ dan onim ‘nama’ . Berdasarkan arti harfiah tersebut homonim adalah kata yang tulisan dan ucapan sama tetapi maknanya berbeda. Misalnya:
- bisa (dapat) dengan bisa (racun)
C. Jenis – Jenis Makna
Berikut adalah penjelasan dari bagan di atas.
1. Makna Leksikal
Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Atau makna leksikal adalah makna sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indra kita, makna apa adanya, dan makna yang ada dalam kamus. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang konret. Misalnya leksem “Kuda” memiliki makna sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, “Pensil” bermakna leksikal sejenis alat tulis yang terbuat dari kayu dan arang.
· Makna Konseptual
Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas/bebas dari Konteks atau asosiasi apa pun. Kata “Kuda” memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai”, dan kata “Rumah” memiliki makna konseptual “bangunan tempat tinggal manusia”.
a. Makna generik
Makna generik adalah makna konseptual yang luas, umum, yang mencakup beberapa makna konseptual yang khusus maupun umum. Contoh kata ‘sekolah’ dalam kalimat “Sekolah kami menang”, bukan hanya gedung sekolahnya saja yang menang, tetapi juga mencakup guru-gurunya, muridnya, dan warga sekolah lainnya. Bila kita berkata, “Ani sekolah di Lampung”, hal ini sudah tidak dapat dikaitkan dengan makna konseptual sekolah, tetapi sudah lebih luas yaitu Ani belajar di gedung yang namanya sekolah dan sekolah tersebut berada di Lampung.
b. Makna spesifik
Makna spesifikadalah makna konseptual yang khusus, khas, dan sempit. Contoh pada kalimat “Pertandingan sepak bola itu berakhir dengan kemenangan Bandung”, yang dimaksud hanya beberapa orang yang bertanding saja, bukan seluruh penduduk Bandung.
· Makna Asosiatif
Makna asosiasi adalah makna kata yang berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa (makna kiasan). Misalnya, kata ‘melati’ berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian, kata ‘merah’ berasosiasi berani, kata ‘buaya’ berasosiasi dengan jahat atau kejahatan, kata ‘bunglon’ berasosiasi dengan makna ‘orang yang tidak berpendirian’, dan kata ‘lintah darat’ berasosiasi dengan makna ‘orang yang suka memeras (pemeras) atau pemakan riba’.. Makna asosiasi ini sebenarnya sama dengan lambang atau perlambangan yang digunakan oleh suatu masyarakat pengguna bahasa untuk menyatakan konsep lain, yang mempunyai kemiripan dengan sifat keadaan, atau ciri yang ada konsep asal tersebut.
a. Makna konotatif adalah makna yang digunakan untuk mengacu bentuk atau makna lain yang terdapat di luar leksikalnya. Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ”nilai rasa”, baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramahdulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif. Kata ‘burung garuda’ karena dijadikan lambang negara republik Indonesia maka menjadi bernilai rasa positif sedangkan makna konotasi yang bernilai rasa negatif seperti ‘buaya’ yang dijadikan lambang kejahatan. Padahal binatang buaya itu sendiri tidak tahu menahu kalau dunia manusia Indonesia menjadikan mereka lambang yang tidak baik.
b. Makna afekktif adalah makna yang muncul akibat reaksi pendengar atua pembaca terhadap penggunaan bahasa. Contoh “datanglah ke pondok buruk kami”, gadungan ‘pondok baru kami’ mengandung makna afektif ‘merendahkan diri’.
c. Makna stilistika adalah makna yang timbul akibat pemakaian bahasa. Makna stilistika berhubungan dengan pemakaian bahasa yang menimbulkan efek terutama kepada pembaca. Makna stilistika lebih dirasakan di dalam karya sastra.Makna stilistika ini berkenaan dengan gaya pemilihan kata sehubungan dengan adanya perbedaan sosial dan bidang kegiatan di dalam masyarakat. Contoh: rumah, pondok, istana, keraton, kediaman, tempat tinggal, dan residensi.
d. Makna kolokatif adalah makna yang berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Contoh kata-kata ikan, gurame, sayur, tomat, minyak, bawang, telur, garam, dan cabai tentunya akan muncul di lingkungan dapur. Contoh lain yaitu bantal, kasur, bantal guling, seprei, boneka, selimut, dan lemari pakaian tentu akan muncul di lingkungan kamar tidur.Makna kolokatif adalah makna yang berkenaan dengan ciri-ciri makna tertentu yang dimliki sebuah kata dari sejumlah kata-kata yang bersinonim, sehingga kata tersebut hanya cocok untuk digunakan berpasangan dengan kata tertentu lainnya. Jadi makna kolokatif harus sepadan dan pada tempatnya. Contoh: kata tampan identik dengan laki-laki, kata gadis identik dengan cantik.
e. Makna idiomatik adalah makna yang ada dalam idiom, makna yang menyimpang dari makna konseptual dan gramatikal unsur-unsur pembentuknya. Dalam Bahasa Indonesia ada dua macam idiom yaitu IDIOM PENUH dan IDIOM SEBAGIAN. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan merupakan satu-kesatuan dengan satu makna. Contoh “Orang tua itu membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan anaknya”, ungkapan ‘membanting tulang’ dalam kalimat tersebut tentu memiliki satu kesatuan makna yaitu ‘kerja keras’. Idiom sebagian adalah idiom yang di dalam unsur-unsurnya masih terdapat unsur yang memilikii makna leksikal. Contoh ‘daftar hitam’ yang berarti ‘daftar yang berisi nama-nama orang yang dicurigai atau dianggap bersalah’.
Makna idiom adalah makna yang tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun gramatikal. Contoh, secara gramatikal bentuk “Menjual rumah” bermakna “yang menjual menerima uang dan yang membelimenerima rumahnya”, tetapi dalam bahasa Indonesia bentuk “Menjual gigi” tidak memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna “tertawa keras-keras”. Jadi makna tersebutlah yang disebut makna idiomatik.
2. Makna Kontekstual
Makna kontekstual adalah makna sebuah laksem atau kata yang berada didalam suatu konteks. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :
a. Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
b. Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
c. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
· Makna Gramatikal
Makna gramatikal adalah makna yang terjadi setelah proses gramatikal (Afikasi, Reduplikasi, Kalimatisasi). Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal adalah Makna leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan makna gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat.
Contoh: kata “kuda” bermakna leksikal binatang sedangkan makna gramatikalnya bisa menjadi alat transportasi atau sejenis. Saya berangkat ke pasar dengan kuda. Bentuk dan latar fungsi dengan anggota golongan yang sama. Contoh lainnya yaitu pada proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’.
· Makna Tematikal
Makna Tematikal, yaitu makna yang dikomunikasikan menurut cara penutur atau penulis menata pesannya, dalam arti urutan, fokus dan penekanan. Nilai komunikatif itu juga dipengaruhi oleh penggunaan kalimat aktif dan kalimat pasif. Contohnya sebagai berikut:
a. Apakah yang diajarkan oleh dosen itu? Dan
b. Oleh siapakah semantik diajarkan?
Kalimat yang pertama ingin lebih mengetahui objeknya, sedangkan kalimat kedua lebih menekankan siapakah subjeknya.
D. Relasi Makna
Relasi maknaadalah hubungan antara makna kata yang satu dengan makna kata yang lainnya. Prinsip relasi makna ada empat yaitu prinsip kontiguitas, prinsip komplementasi, prinsip overlaping, dan prinsip inklusi.
a. Prinsip Kontiguitas adalah prinsip yang menjelaskan bahwa beberapa kata dapat memiliki makna yang sama/mirip; prinsip ini dapat menimbulkan relasi makna yang disebut SINONIMI. Secara semantik Verhaar (1978) mendefinisikan sinonimi sebagai ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yang maknanuya kurang lebih sama dengan makna ungkapan lain. Umpamanya kata buruk dan jelek adalah du buah kata yang bersinonim; bunga, kembang, dan puspa adalah tiga kata yang yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Namun, dua buah kata yang bersinonim itu; kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih saja. Kesamaannya tidak bersifat mutlak.
Contoh sinonim:
• Pintar, pandai, cerdik, cerdas, cakap
• Cantik, molek, bagus, indah, permai
• Bunga, kembang, puspa
• Aku, saya, beta, hamba
• Pintar, pandai, cerdik, cerdas, cakap
• Cantik, molek, bagus, indah, permai
• Bunga, kembang, puspa
• Aku, saya, beta, hamba
b. Prinsip Komplementasi adalah prinsip yang menjelaskan bahwa makna kata yang satu berlawanan dengan makna kata yang lainnya; prinsip ini dapat menimbulkan relasi makna yang disebut ANTONIMI. Secara semantik Verhaar (1978) mendefenisikan antonimi sebagai: Ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula dalam bentuk frase atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya kata bagus yang berantonimi dengan kata buruk; kata besar berantonimi dengan kata kecil. Sama halnya dengan sinonim, antonim pun tidak bersifat mutlak. Itulah sebabnya dalam batasan di atas, Verhaar menyatakan ”…yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain” Jadi, hanya dianggap kebalikan. Bukan mutlak berlawanan
c. Prinsip Overlapingadalah prinsip yang menjelaskan bahwa satu kata memiliki makna yang berbeda, atau kata-kata yang sama bunyinya tetapi berbeda maknanya; prinsip ini menimbulkan adanya relasi makna yang disebut HOMONIMI dan POLISEMI. Homonimi adalah kata-kata yang sama bunyi dan bentuknya tetapi mengandung makna dan pengertian yang berbeda.
d. Prinsip Inklusi adalah prinsip yang menjelaskan bahwa makna satu kata mencakup beberapa mekna kata lain; prinsip ini dapat menimbulkan adanya relasi makna yang disebut HIPONIMI.
Hiponimi adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang’. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang.
Hiponimi adalah ‘relasi makna yang berkaitan dengan peliputan makna spesifik dalam makna generis, seperti makna anggrek dalam makna bunga, makna kucing dalam makna binatang’. Anggrek, mawar, dan tulip berhiponimi dengan bunga, sedangkan kucing, kambing, dan kuda berhiponimi dengan binatang.
E. Perubahan Makna
Kata tertentu biasanya mengalami perubahan makna tertentu karena adanya perkembangan kondisi masyarakat dalam situasi tertentu. Keraf (1982) mengemukakan perubahan makna terdiri atas enam jenis. Keenam jenis perubahan makna tersebut adalah sebagai berikut:
1) Meluas ialah kata yang maknanya menjadi luas pemakaiannya.
Contoh:
− ikan dahulu hanya menunjuk jenis binatang yang hidup di air tetapi sekarang meluas menjadi lauk pauk.
− Ibu dahulu hanya menunjukkan ibu kandung tetapi sekarang juga digunakan untuk semua perempuan dewasa
− Bapak dahulu hanya menunjukkan ayah kandung tetapi sekarang juga digunakan untuk semua pria yang sudah dewasa
2) Menyempit ialah kata yang maknanya semakin dan pengalami proses penyempitan penggunaannya.
Contoh:
− berlayar dahulu hanya digunakan dalam konteks perahu yang menggunakan layar, tetapi sekarang juga digunakan untuk kapal besi yang menggunakan mesin atau motor.
− Sarjana dahulu hanya digunakan untuk semua orang cedekiawan tetapi sekarang hanya untuk lulusan universitas
3) Amelioratif berasal dari bahasa Latin melior ‘semakin baik’. Dari kata tesebut dapat dikatakan bawah ameliorative ialah makna suatu kata yang semakin positif atau baik.
Contoh:
- kata gendut dan gemuk. Gemuk mengalami peninggian makna dibanding gendut.
4) Peyoratif berasal dari bahasa Latin peyor ‘jelek’. Maka peyoratif dapat dikatakan sebagai makna suatu kata yang mengalami penurunan nilai atau semakin jelek. Misalnya:
5) − buta dianggap lebih perubahan makna yang terjadi akibat pertukaran tanggapan antara dua indera yang berbeda. Misalnya:
− kata “manis” (pengecap) tetapi dapat pula dipakai pada kalimat “Perkataannya sangat manis’ (pendengaran)
6) Asosiasi ialah perubahan makna yang terjadi akibat persamaan sifat antara makna yang lama dengan makna yang baru, misalnya kursi dapat pula dipakai dengan makna “jabatan”.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sintaksis ialah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase. Sedangkan semantik bahasa Indonesia merupakan bagian dari tatabahasa yang mengkaji makna suatu kata dan perubahan atau pengembangan makna kata yang mungkin terjadi. Bagian-bagian yang dibahas dalam bidang semantik meliputi diksi, jenis makna, dan perubahan makna.
B. Saran
Pemahaman satuan sintaksis dan semantik bahasa Indonesia bagi guru, selain dapat menjadi bekal dalam pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari juga dapat bermanfaat dalam pembinaan kemampuan berbahasa siswa. Sehingga, materi ini menjadi modalawal bagi Anda yang ingin menjadi pengajar bahasa Indonesia yang baik SD, karena dengan dikuasainya materi ini Anda telah memiliki kemampuan yang dapat mendukung tugasnya dalam membimbing anak didiknya sehingga semakin mampu berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment