Pencarian

Sunday, August 23, 2015

Makalah Penjajahan Kolonial Belanda di Indonesia

Tugas Makalah

Penjajahan Kolonial Belanda di Indonesia

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Kajian IPS SD

Dosen Pengampu: Nimas Puspitasari, M. Pd 




Disusun Oleh:
1.    Wahyu Erlin I.   (1B/ 09/ 1401414068)
2.    Nur Laili R.         (1B/ 11/ 1401414070)
3.    Siti Mafruroh     (1B/ 17/ 1401414081)
4.    Siti Konipah       (1B/ 28/ 1401414299) 
5.    Fatma Masita      (1B/ 34/ 1401414310)  


PGSD UPP TEGAL
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun Tugas Makalah Kajian IPS SD ini dengan baik dan tepat waktu.
Tugas ini kami buat untuk memberikan  penjelasan tentang Penjajahan Kolonial Belanda di Indonesia. Semoga makalah yang kami buat ini dapat membantu menambah wawasan kita menjadi lebih luas lagi dan dapat menengok kembali sejarah bangsa Indonesia pada masa lampau.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menyusun  makalah ini. Oleh karena itu,  kritik dan saran yang  membangun sangat kami  harapkan guna kesempurnaan makalah ini.
Atas perhatiannya, kami mengucapkan terima kasih.




                                                                                                          Tegal, 14 November 2014


                                                                                                                          Penulis





DAFTAR ISI
Contents






BAB I

PENDAHULUAN


I. 1          Latar Belakang

Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia adalah akibat meletusnya perang delapan puluh tahun antara Belanda dan Spanyol (1568-1648). Pada awalnya, perang antara Belanda dan Spanyol bersifat agama, karena Belanda mayoritas beragama kristen protestan sedangkan orang Spanyol beragama kristen katolik. Perang tersebut kemudian menjadi perang ekonomi dan politik. Raja Philip II dari Spanyol memerintahkan kota Lisabon tertutup bagi kapal Belanda pada tahun 1585 selain karena faktor tesebut, juga karena adanya petunjuk jalan ke Indonesia dari Jan Huygen Van Lischoten, mantan pelaut Belanda yang bekerja pada Portugis dan pernah sampai di Indonesia.
 Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan keuntungan yang besar, Belanda berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan menjajah. Untuk melancarkan usahanya, Belanda menempuh beberapa cara seperti pembentukan VOC dan pembentukan pemerintahan kolonial Hindia-Belanda.
Pada awal abad XIX Jawa setelah pemerintahan Inggris berakhir, yaitu pada tahun 1816, Indonesia kembali dikuasai oleh Pemerintahan Kolonial Belanda. Pada masa kedua penjajahan ini, yang sangat terkenal adalah sistem tanam paksa yang diterapkan oleh Van den Bosch. Pelaksanaannya pun dimulai pada tahun 1830. Terdapat ketentuan-ketentuan dalam pelaksanaan sistem tanam paksa tersebut. Namun pada akhirnya, dalam praktek sesungguhnya terdapat banyak penyimpangan-penyimpangan.
Terdapat perbedaan antara penerapan sistem sewa tanah yang dilaksanakan oleh Raffles serta sistem tanam paksa yang dilaksanakan oleh Van den Bosch. Keduanya membawa dampak yang tidak sedikit bagi kehidupan bangsa Indonesia.
Dalam perkembangan sampai  dengan paruh pertama abad ke-19, kebijakan selain bidang perekonomian, dalam bidang pendidikan juga tidak diabaikan oleh pemerintah Hindia-Belanda, tetapi itu hanya masih berupa rencana dari pada tindakan nyata. Dalam periode itu pemerintah harus melakukan penghematan anggaran, biaya untuk menumpas Perang Dipenogoro (1825-1830), dan untuk pelaksanaan Culturstelsel.
Dalam rangka usahanya menguasai Indonesia, Belanda secara licik menjalankan politik pecah belah, sehingga kerajaan-kerajaan yang saling bertentangan itu menjadi lemah. Kesempatan inilah digunakan oleh Belanda untuk menjajah Indonesia.

I. 2          Rumusan Masalah 

1.    Bagaimana sejarah kedatangan Kolonial Belanda di Indonesia?
2.    Bagaimana sejarah kemunculan VOC?
3.    Apa saja kegiatan VOC di Indonesia?
4.    Mengapa VOC dibubarkan?
5.    Bagaimana sejarah lahirnya pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia?
6.    Bagaimana sistem pemerintahan  Kolonial Belanda di Indonesia?
7.    Apa saja Perlawanan Rakyat terhadap pemerintahan Kolonial Belanda?
8.    Apa penyebab berakhirnya sistem pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia? 

I. 3          Tujuan Masalah

1.    Mengetahui sejarah kedatangan Kolonial Belanda di Indonesia. 
2.    Mengetahui sejarah kemunculan VOC. 
3.    Mengetahui kegiatan VOC di Indonesia. 
4.    Mengetahui alasan VOC dibubarkan. 
5.    Mengetahui sejarah lahirnya pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia. 
6.    Mengetahui sistem pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia. 
7.    Mengetahui perlawanan rakyat terhadap pemerintahan Kolonial Belanda
8.    Mengetahui penyebab berakhirnya sistem pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia.   









BAB II

PEMBAHASAN

II. 1          Sejarah Kedatangan Kolonial Belanda di Indonesia

Bangsa belanda datang ke Indonesia pertama kali pada tahun 1596. Rombongan bangsa Belanda yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman dan Pieter Keyzer ini membawa empat buah kapal. Setelah menempuh perjalanan selama empat belas bulan, pada 22 Juni 1596, mereka berhasil mendarat di Pelabuhan Banten. Inilah titik awal kedatangan Belanda di Nusantara kunjungan pertama tidak berhasil karena sikap arogan Cornelis de Houtman. Pada 1 Mei 1598, Perseroan Amsterdam mengirim kembali rombongan perdagangannya ke Nusantara di bawah pimpinan Jacob van Neck, van Heemskerck, dan van Waerwijck. Dengan belajar dari kesalahan Cornelis de Houtman, mereka berhasil mengambil simpati penguasa Banten sehingga para pedagang Belanda ini diperbolehkan berdagang di Pelabuhan Banten.
Tujuan kedatangan belanda ke Indonesia adalah untuk berdagang rempah-rempah. Setelah berhasil menemukan daerah penghasil rempah-rempah dan keuntungan yang besar, Belanda berusaha untuk mengadakan monopoli perdagangan rempah-rempah dan menjajah.  

II. 2          Sejarah Kemunculan VOC di Indonesia

VOC (Verenigde Oost-Indische Compagnie) didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktifitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VWC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagiaan saham. Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena di dukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.VOC terdiri 6 bagian (kamers), yang terdapat di Amsterdam, Miiddelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoom dan Rotterdam.
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Tujuan utama dari pembentukan VOC adalah sebagai berikut:
1.    Menguasai pelabuhan penting.
2.    Menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia.
3.    Melaksanakan monopoli perdagangan di Indonesia.
4.    Mengatasi persaingan antara Belanda dengan pedagang Eropa lainnya
Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.

II. 3          Kegiatan-kegiatan VOC di Indonesia

Kegiatan VOC di Indonesia mulai diorganisasi dan dimonopoli perdagangan mulai diterapkan setelah ditetapkannya gubernur jendral yang  pertama yaitu Pieter Both. Pieter Both menentukan pusat kedudukan VOC di Ambon. Pilihan itu didasari pertimbangan bahwa dari Ambon kegiatan untuk menerapkan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku akan lebih mudah dilakukan. Dalam perkembangannya Pieter Both memindahkan pusat kedudukan VOC ke Jayakarta dengan alasan lebih srategis dan akan lebih mudah menyingkirkan portugis yang berkedudukan di Malaka.
Sejak tanggal 31 Mei 1691,VOC memperoleh hak penuh  atas Jayakarta, dan sejak itu Jayakarta berubah menjadi Batavia. Melalui Batavia VOC memperluas pengaruhnya ke berbagai wilayah di Indonesia. Perluasan pengaruh itu disertai penerapan monopoli perdagangan. Dengan kekuatan militer dan keahlian memecah belah, sejumlah wilayah tunduk pada pengaruh VOC. Untuk menjalankan monopoli perdagangan VOC membuat peraturan sebagai berikut:
1.    Petani rempah-rempah hanya boleh bertindak sebagai produsen, hak jual-beli hanya dimiliki VOC. 
2.    Panen rempah-rempah harus di jual kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
3.    Barang kebutuhan sehari-hari seperti peralatan rumah tangga, garam, dan kain harus dibeli dari VOC dengan harga yang ditentukan VOC.

VOC mempunyai hak ekstirpasi dan melakukan pelayaran hongi untuk mengendalikan monopoli perdagangan. Dua hal itu merupakan strategi VOC untuk mengendalikan monopolinya. Hak ekstirpasi adalah hak untuk menumpas pohon rempah-rempah yang dianggap berlebihan agar harga rempah-rempah di pasar mancanegara tetap tinggi. Sedangkan pelayaran hongi adalah pelayaran bersenjata lengkap untuk mengawasi pohon rempah-rempah yang berlebihan dan mencegah petani rempah-rempah berhubungan dengan pembeli lain.
Perluasan pengaruh VOC berlangsung setelah VOC berkedudukan di Batavia. Setelah menguasai Batavia,VOC menenamkan pengaruh politik di kerajaan Banten. Kemudian VOC bergerak ke timur dan berhasil memperlemah kerajaan mataram di Jawa Tengah melalui perjanjian Giyanti dan perjanjian Salatiga. Sedangkan Makassar VOC berhasil menenamkan pengaruh politiknya melalui perjanjian Bongaya. Di Maluku VOC menenamkan pengaruh politiknya melalui perjanjian dengan penguasa setempat. Dengan itu, VOC mengadakan perjanjian untuk saling membantu menghadang pengaruh Portugis. Dengan Ternate, VOC mengadakan perjanjian dalam rangka menanamkan pengaruhnya di Selat Barat, Luhu, Kambelo, dan Ludisi yang termasuk wilayah kekuasaan VOC.

II. 4          Bubarnya VOC di Indonesia

Hampir  2 abad VOC mengalami kejayaan dan berkuasa mutlak di Indonesia (abad ke-17 dan ke-18) banyak keuntungan dari monopoli perdagangan rempah-rempah dan campur tangan secara politis di berbagai wilayah.
 Pada akhir abad ke-18 organisasi ini mengalami kebangkrutan, dan tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan. Bangkrutnya VOC itu ditandai oleh buruknya kondisi keuangan serikat dagang tersebut. Dengan kas yang kosong dan utang yang menumpuk,VOC kemudian tidak dapat lagi menjalankan kegiatannya. Berikut ini faktor-faktor penyebab bangkrutnya VOC:
1.    Para pegawai VOC banyak yang melakukan korupsi.
2.    Banyak pegawai VOC yang tidak cakap sehingga pengendalian monopoli perdagangan tidak berjalan sebagaimana mestinya.
3.    VOC banyak menanggung utang akibat peperangan yang dilakukan baik dengan rakyat Indonesia maupun dengan Inggris.
4.    Kemrosotan moral dikalangan para penguasa akibat sistem monopoli perdagangan.
5.     Tidak berjalannya verplichte leveranti (penyerahan wajib) dan preanger stelsel (aturan pringan) yang dimaksudkan untuk mengisi kas VOC yang kosong. 
6.    Banyak prajurit VOC yang mati akibat menghadapi perlawanan rakyat.

II. 5          Lahirnya Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia

Setelah VOC dibubarkan, Kaisar Prancis Napoleon Bonaparte mengangkat saudaranya untuk dijadikan raja di Belanda. Saudaranya tersebut bernama Louis Bonaparte. Atas kehendak Louis Bonaparte, diangkatlah Herman Willem Daendels sebagai gubernur jendral di Indonesia. Tugas-tugas Daendels sebagai gubernr di Indonesia adalah mempertahankan Pulau Jawa dari serangan Inggris, mengatur pemerintahan di Indonesia dan membereskan keuangan. Untuk melaksanakan tugas-tugasnya Daendels mengambil kebijakan menyangkut bidang pertahanan, pemerintahan dan keuangan.
Tindakan Daendels menjual tanah-tanah negara kepada orang-orang partikelir (swasta) dianggap telah melanggar undang-undang. Oleh karena itu, pada tahun 1811 Daendels ditarik ke Eropa oleh Napoleon. Alasan yang dikemukakan oleh Napoleon adalah Daendels akan diikutsertakan dalam penyerbuan ke Rusia pada tahun 1812. Daendels kemudian digantikan oleh Jansens. Akan tetapi Jansens belum sempat melaksanakan tugas-tugasnya, Belanda sudah dikalahkan oleh Inggris. Pada tanggal 18 September 1811, Belanda dan Inggris menyepakati suatu Perjanjian yang disebut Kapitulasi Tuntang.

II. 6          Sistem Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia

 

1.    Struktur  Pemerintahan Kolonial Belanda di Indonesia

a)    Sistem Pemerintahan Desentralisasi

Pemerintahan Kolonial Belanda berupaya menggunakan sistem pemerintahan desentralisasi untuk mengatur kekuasaan di wilayah jajahannya. Pada dasarnya pemerintahan desentralisasi Kolonial Belanda bertujuan untuk membuka kemungkinan diadakannya daerah-daerah yang memiliki pemerintahan sendiri namun tetap memiliki tanggung jawab dan berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. 
Pada awalnya gubernur jenderal yang merupakan wakil ratu Belanda memiliki kekuasaan yang sangat luas, sehingga untuk melaksanakan tugasnya dibantu oleh organisasi-organisasi pemerintah yang diisi oleh pejabat-pejabat baik pusat maupun daerah. Namun kekuasaan yang tak terbatas menuai protes dari komunitas-komunitas pengusaha Belanda, karena mereka juga ingin menyuarakan pendapatnya dalam menentukan kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu diusulkan untuk membentuk gewestelijk raden, yaitu suatu dewan dimana warga Eropa dapat berbicara untuk menyuarakan isi hatinya. Inilah yang mengawali terbentukany decentralisatie wet, kurang lebih pasalnya berisi tentang pemerintah di daerah-daerah jajahan kerajaan Belanda. 

b)   Birokrasi Pada Masa Pemerintah Kolonial Belanda

Sebagai bangsa pendatang yang ingin menguasai wilayah nusantara, baik secara politik maupun ekonomi, pemerintah kolonial menyadari bahwa keberadaannya tidak selalu aman. Untuk itu pemerintah kolonial menjalin hubungan politik dengan pemerintah kerajaan yang masih disegani, hal ini bertujuan untuk menanamkan pengaruh politiknya terhadap elite politik kerajaan.
Terjadi dualisme sistem birokrasi pemerintahan pada saat pemerintahan kolonial berlangsung, yaitu mulai diperkenalkannya sistem administrasi kolonial (Binnenlandsche Bestuur) yang memperkenalkan sistem administrasi dan birokrasi modern yang puncaknya pada ratu Belanda dan sistem administrasi tradisional (inheemche Bestuur) masih dipertahankan oleh pemerintah kolonial.
Dalam struktur pemerintahan di nusantara, Belanda menempatkan Gubernur Jenderal yang dibantu oleh gubernur dan residen. Gubernur merupakan wakil pemerintah pusat yang berkedudukan di batavia, setingkat wilayah propinsi. Sedangkan untuk tingkat kabupaten terdapat asisten residen dan pengawas (Controleur). Keberadaan asisten residen diangkat oleh gubernur jenderal untuk mengawasi bupati dan wedana dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Pengawasan hanya ditunjukkan pada saat-saat tertentu, seperti pengiriman upeti kepada raja. Bupati tidak memiliki kekuasaan yang otonom lagi, akan tetapi selalu mendapat kontrol dari pengawas yang ditunjuk pemerintah pusat. Perubahan birokrasi pemerintahan tersebut mendorong Belanda untuk mengadakan perubahan hak pemakaian tanah.
Struktur administrasi pemerintah kolonial belanda di Indonesia sebagai berikut:  gubernur jenderal memegang kekuasaan tertinggi sebagai wakil dari Ratu Belanda yang berkedudukan di propinsi. Di kabupaten diperintah oleh gubernur, sub kabupaten oleh residen, dibawahnya ada asisten residen yang mengawasi para patih dan bupati, dibawahnya ada pengawas yang bertugas mengawasi wedana dan asisten wedana.

2.    Kebijakan-kebijakan pada Pemerintahan Kolonial Belanda

a)   Kebijakan Pemerintahan pada Masa Daendels   
Setelah VOC bubar, Herman Wiiliam Daendels menjadi Gubernur Jenderal di Indonesia, dengan tugas pokoknya, antara lain:
a.    Mempertahankan pulau Jawa dari serangan Inggris
b.    Mengatur pemerintahan di Indonesia
Untuk menjalankan tugas-tugasnya Daendels melakukan beberapa tindakan,antara lain sebagai berikut:
1)   Membentuk pasukan dari orang-orang Indonesia.
2)   Mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya.
3)   Membangun pangkalan armada di Merak dan Ujung kulon.
4)   Mendirikan benteng-benteng pertahanan.
5)   Membangun Jalan Raya Anyer- Panarukan.

Beberapa cara yang di lakukan Daendels untuk mendapatkan dana agar dapat menjalankan tugasnya antara lain:
a.       Contingenten: mewajibkan penduduk untuk menyerahkan sebagian hasil buminya sebagai pajak.
b.      Verplichte  Leverentie: mewajibkan penduduk menjual hasil buminya kepada pemerintahan Belanda dengan harga yang ditentukan.
c.       Menjual tanah negara kepada pihak swasta.
d.      Pringer Stelsel: mewajibkan penduduk priangan untuk menanam kopi yang hasilnya di serahkan kepada pemerintahan Belanda.

Pemerintahan Daendels di Indonesia menimbulkan penderitaan rakyat karena Daendels bertindak kejam terhadap rakyat. Daendels mengeksploitasi kekayaan alam dan tenaga rakyat Indonesia yang menimbulkan kebencian rakyat. Selain itu Daendels melakukan kesalahan dengan menjual tanah pemerintahan kepada para pengusaha swasta. Akibatnya pada tahun 1811 Daendels di tarik kembali ke Belanda dan di gantikan oleh Janssens.

b)   Kebijakan Pemerintahan Pada Masa JANSSENS
Gubernur Jendral Janssens ternyata seorang Gubernur Jendral yang lemah, buktinya ketika Inggris menyerang Janssens terpaksa harus menyerah dan menandatangani perjanjian Kapitulasi Tuntang 17 Desember 1811.
Isi perjanjian Kapitulasi Tuntang adalah:
a.    Seluruh militer Belanda menjadi tawanan Inggris.
b.    Utang pemerintahan Belanda tidak di akui Inggris.
c.    Indonesia harus diserahkan kepada Inggris.

Kekalahan Janssens disebabkan oleh :
a.    Tidak terjalinnya hubungan kerjasama dengan raja-raja di Indonesia.
b.    Angkatan perang warisan Daendels kurang kuat.
c.    Janssens kurang cakap memimpin pemerintahan.

c)    Kebijakan Pemerintahan pada Masa RAFFLES
Dengan penandatangan Kapitulasi Tuntang tanggal 17 Desember 1811, Belanda harus menyerahkan Indonesia kepada Inggris di bawah pimpinan Stamoford Raffles yang berkedudukan di Batavia.
Raffles menerapkan kebijakan-kebijakan antara lain :
a.    Membagi pulau Jawa menjadi 16 karesidenan.
b.    Melarang perdagangan budak
c.     Menghapus segala bentuk penyerahan wajib semasa Daendels
d.   Menghapus peran Bupati sebagai pemungut pajak
e.    Memberlakukan sistem sewa tanah (Landrent)

Akan tetapi sistem pajak sewa tanah (Land rent) pada masa Raffles mengalami kegagalan,sebab:
a.    Sulit menentukan jumlah pajak yang harus di bayar
b.    Tidak ada dukungan dari para Bupati
c.    Pajak sewa tanah harus dibayar dengan uang, padahal rakyat belum mengenal sistem peredaran uang.

Pemerintahan Raffles berakhir tahun 1816 dikarenakan berdasar perjanjian London yang di tandatangani Inggris dan Belanda tahun 1814, Inggris harus menyerahkan kembali tanah jajahan yang direbut dari Belanda termasuk Indonesia. Pada tanggal 19 Agustus 1816 Inggris di wakili John Fendell dan pihak Belanda di wakili oleh Boyskes, Elout,dan Van Der Cappelen.
Dalam pemerintahannya yang singkat Raffles juga berjasa,yaitu :
a.    Menyusun buku History of Java
b.     Menemukan Bunga Rafflesia 
c.    Merintis terbentuknya Kebun Raya Bogor.

d)   Sistem Tanam Paksa di Indonesia
Abad ke-19 pemerintahan Belanda mengalami kesulitan keuangan yang disebabkan oleh :
a.    Banyaknya hutang luar negeri yang di tanggung pemerintahan Belanda.
b.    Banyaknya biaya yang dikeluarkan pemerintahan Belanda untuk perang melawan rakyat Indonesia dan pemberontakan rakyat Belgia yang ingin memerdekaan diri dari Belanda.

Untuk mengatasi Van Den Bosch mengusulkan pelaksanaan sistem tanam paksa/ Cultuur Stelsel di Indonesia, Dalam pelaksanaan tanam paksa telah diatur beberapa pokok ketentuaan, akan tetapi dalam pelaksanaan sistem tanam paksa menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Penyimpangan itu disebabkan oleh adanya culture proceten yang diberlakukan pemerintah Belanda. Culture proceten adalah hadiah/ persen bagi setiap pegawai tanam paksa yang dapat menyetorkan hasil tanaman melebihi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal tersebut mengakibatkan para pegawai tanam paksa berusaha memaksa dan memeras rakyat.
Pelaksanaan sistem tanam paksa menimbulkan akibat yaitu :
a.    Bagi Indonesia, menimbulkan penderitaan, kelaparan, kemiskinan bagi rakyat Indonesia terutama di daerah Demak, Grobogan, dan Cirebon.
b.    Bagi Belanda, sistem tanam paksa menyebabkan pemerintahan Belanda mengalami surplus keuangan.
Pelaksanaan sistem tanam yang menimbulkan penderitaan rakyat Indonesia mendapat kritik keras dari tokoh liberal dan humanis Belanda.

Tokoh-tokoh penentang sistem tanam paksa adalah:
a.    Douwes Dekker dengan nama samaran Empu Tatuli yang melukiskan penderitaan rakyat Indonesia akibat sistem tanam paksa.
b.    Frans Van der Putte yang menentang sistem tanam paksa dengan menulis buku berjudul Suiker Contraction. Bersama dengan Baron Van Hoevel berjuang menghapus sistem tanam paksa melalui parlemen Belanda.

Adanya kritikan-kritikan terhadap pelaksanaan sistem tanam paksa akhirnya mendorong pemerintahan Belanda menghapus sistem tanam paksa secara resmi tahun 1870.

e)    Kebijakan Pelaksanaan Politik Pintu Terbuka

Sistem tanam paksa secara resmi dihapus tahun 1870 sejak saat itu perekonomian Hindia-Belanda memasuki zaman liberal. Menurut kaum liberal kehidupan perekonomian dan pihak swasta bebas melakukan tindakan ekonomi.
Pada tahun 1870 politik pintu terbuka/ politik colonial liberal diberlakukan di Indonesia yang ditandai dengan keluarnya undang-undang Agraria (Agrasche Wet) tahun 1870. Tujuan dikeluarkan undang-undang Agraria adalah :
a.    Memberikan kesempatan kepada para pengusaha swasta asing untuk menyewa tanah dari rakyat Indonesia.
b.    Melindungi hak milik petani pribumi atas tanahnya dari penguasaan orang asing.

Pokok-pokok aturan dalam Undang-undang Agraria adalah:
1.    Gubernur Jendral tidak boleh menjual tanah pemerintah,tanah tersebut dapat disewakan paling lama 75 tahun.
2.    Gubernur Jendral tidak boleh mengambil tanah yang dibuka rakyat.
3.     Tanah milik pemerintah antara lain hutan yang belum dibuka, tanah yang berada diluar wilayah milik desa, tanah milik adat.
4.    Tanah milik penduduk antara lain semua sawah,ladang dan sejenisnya yang dimiliki oleh penduduk desa,boleh disewa pihak swasta jangka panjang waktu 5 sampai 20 tahun.
Dengan adanya politik pintu terbuka tersebut berarti bangsa Indonesia terbuka untuk penanaman modal asing. Pelaksanaan politik pintu terbuka di Indonesia menimbulkan akibat atau dampak yang luas antara lain:
a.    Tanah perkebunan semakin tambah luas. 
b.     Rakyat terutama dipulau Jawa hidup dalam kemiskinan dan penderitaan. 
c.     Usaha kerajinan rakyat terdesak oleh barang-barang impor. 
d.   Rakyat pedesaan mulai mengenal arti pentingnya peredaraan uang.
e.     Modal swasta asing mulai ditanam di Indonesia.

II. 7          Perlawanan Rakyat Indonesia Terhadap Pemerintah Kolonial Belanda


1.    Perang Patimura/ Perang Maluku (1817)
Sebab terjadinya perang Maluku adalah:
a.    Penindasan Belanda terhadap rakyat Maluku
b.    Kegelisahan rakyat Maluku terhadap Belanda yang diduga membebani rakyat dengan berbagi pihak
c.    Pendudukan Belanda atas bentang Duurtstede di Saparua

Dalam perjuangan Pattimura yang dikenal dengan Thomas Matullessy dibantu Thomas Pattiwael, Anthonie Rheboak, Said Parintah, Latumahina dan Christina Marta Tiahahu. Akan tetapi perjuangan Pattimura mengalami kegagalan. Tertangkapnya para pemimpin perjuangan rakyat Maluku perlawanan menjadi melemah dan akhirnya dapat dikuasai oleh Belanda.

2.    Perang Diponegoro (1825-1830)
Sebab-sebab umum terjadinya perang Diponegoro melawan pemerintah kolonial Belanda antara lain:
a.    Belanda turut campur dalam urusan keraton. 
b.    Penderitaan rakyat akibat perlakuan pemerintahaan kolonial Belanda yang sewenang-wenang. 
c.     Kebencian kalangan istana karena Belanda semakin mempersempit wilayah kerajaan. 
d.   Kekecewaan kaum ulama terhadap sikap orang-orang Belanda yang merendahkan.

Adapun penyebab khusus terjadinya perang Diponegoro adalah pemasangan tonggak-tonggak untuk membuat jalan yang melalui makan leluhur Pangeran Diponegoro di Tegalrejo tanpa ijin lebih dahulu.
Dalam perjuangan Pangeran Diponegoro antara lain dibantu Kyai Mojo, Sentot Prawirodirjo, dan Noto Projo menggunakan siasat gerilya. Untuk menghadapi perang Diponegoro Belanda menerapkan sistem benteng stelsel, dengan tujuan adalah:
a.    Mempersempit ruang gerak Pangeran Diponegoro. 
b.    Memecah belah pasukan Diponegoro. 
c.    Menekan pertahanan Diponegoro agar cepat menyerah. 

Adanya benteng stelsel menyebabkan kedudukan Pangeran Diponegoro menjadi terdesak. Tokoh-tokoh pemimpin pasukan Diponegoro satu-persatu ditangkap Belanda. Bahkan Pangeran Diponegoro juga ditangkap Belanda dalam perundingan tanggal 18 Maret 1830. Pangeran Diponegoro kemudian diasingkan di Makassar hingga wafat tanggal 8 Januari 1855.


3.    Perang Paderi (1821-1837)
Penyebab perang Paderi di Minangkabau Sumatera Barat adalah:
a.    Pertentangan antara kaum Adat dan kaum Paderi yang berusaha menegakkan agama Islam dari tidakan-tindakan yang menyimpang dari ajaran Islam.
b.    Belanda turut campur dalam pertentangan kaum Adat dan kaum Paderi dengan cara membantu kaum Adat.

4.    Perang Bali (1846-1863)
Penyebab terjadinya Perang Bali melawan pemerintah Belanda adalah:
a.    Belanda menuntut kerajaan-kerajaan di Bali mengakui kekuasaan pemerintah kolonial Belanda.
b.    Belanda menolak Hukum Tawan Karang ,yaitu hak raja-raja Bali merampas semua kapal asing yang terdampar di wilayah kerajaanya.
c.    Kerajaan-kerajaan di Bali menolak tunduk kepada pemerintah Belanda.

5.    Perang Banjar (1859-1863)
Penyebab terjadinya perang Banjar melawan kolonial Belanda adalah:
a.    Penangkapan Prabu Anom yang terkenal menentang VOC.
b.    Belanda campur tangan dalam urusan kerajaan Banjar dengan mengangkat Pangeran Tamjidillah sebagai raja Banjar menggantikan Sultan Adam.

Perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda dipimpin oleh Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayat yang dibantu Kyai Demang Leman, Haji Buyasin,dan Haji Nasrun. Akan tetapi perlawanan rakyat Banjar semakin lemah setelah tokoh-tokoh pemimpin Banjar ditangkap Belanda. Akibatnya Banjar menjadi wilayah kekuasaan Belanda.

6.    Perang Aceh (1873-1904)
Penyebab terjadinya perang Aceh melawan pemerintah kolonial Belanda adalah:
a.    Belanda menuntut Aceh mengakui kekuasaan pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.
b.    Belanda turut campur dalam urusan luar negeri Aceh. Ditandatanganinya Traktat Sumatera tahun 1871 yang memberikan kebebasan, Belanda memperluas kekuasaan ke Sumatera termasuk Aceh.

Pemimpin perjuangan melawan Belanda antara lain: Teuku Umar, Teuku Cik Di Tiro, Panglima Polim, Cuk Nyak Dien, dan Cuk Meutia.
Meskipun perang sudah berlangsung lama Belanda belum sepenuhnya menguasai Aceh. Oleh karena itu Belanda mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk meneliti kehidupan sosial budaya Aceh. Dr. Snouck Hurgronje dalam bukunya De Atjeher menyarankan kepada pemerintah Belanda harus melakukan serangan besar-besaran dalam menghadapi perang Aceh.
Pada tahun 1899 pasukan Belanda (Pasukan Marsose) yang dipimpin kolonel Van Heutz menyerang Aceh secara besar-besaran sehingga para pemimpin Aceh satu-persatu gugur dan tertangkap. Akhirnya Sultan Muhammad Daud Syah dipaksa menandatangani perjanjian tersebut Aceh harus tunduk pada pemerintahan Kolonial Hindia-Belanda.

7.    Gerakan Protes Petani
Perjuangan rakyat Indonesia melawan Kolonial Belanda tidak hanya dilakukan dalam bentuk perang, tetapi juga dalam bentuk gerakan protes petani. Gerakan protes petani adalah gerakan yang dilakukan para petani sebagai ungkapan protes kebijakan pemerintah kolonial.

Faktor-faktor  pendorong timbulnya gerakan protes petani antara lain:
a.    Kebencian para petani,adanya pemberlakuan berbagai pajak yang memberatkan.
b.    Para pengusaha bertindak sewenang-wenang.
c.    Adanya praktek penindasan dan perbudakan.
d.   Adanya keyakinan datangnya ratu adil yang akan embebaskan mereka.

Gerakan protes petani,misalnya :
a.    Di Ciamis 1886 dipimpin oleh Mohammad Idris.
b.    Di Condet 1912 dipimpin oleh Entong Gendut.
c.    Di Surabaya 1916 dipimpin oleh Sadikin.

II. 1          Berakhirnya Pemerintahaan Kolonial Belanda


Sejarah panjang masa berakhirnya pemerintahan Hindia Belanda sebenarnya telah mulai muncul karena diberlakukannya Politik Etis. Dengan dilakukannya Politik Etis tersebut justru mengancam kedudukan pemerintahan Kolonial Belanda karena Politik Etis dapat menghadirkan lahirnya golongan terpelajar. Golongan terpelajar inilah yang mempelopori lahirnya Pergerakan Nasional, gerakan-gerakan anti penjajahan banyak bermunculan pada masa ini. Dimulai dari masa pembentukan (1908-1920) berdiri organisasi seperti Budi Utomo, Sarekat Islam dan Indische Partij, masa radikal /non kooperasi (1920-1930) berdiri organisasi seperti Partai Komunis Indonesia (PKI), Perhimpunan Indonesia (PI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI) serta pada masa moderat/kooperasi (1930-1942) berdiri organisasi seperti Parindra, Partindo, dan GAPI. Disamping itu juga berdiri organisasi keagamaan, organisasi pemuda, dan organisasi perempuan.
Pihak Hindia Belanda mulai menjalankan tingkat penindasan baru untuk menanggapi perkembangan tersebut. Dalam masalah politik, gerakan anti penjajahan melanjutkan langkah-langkah yang tidak menghasilkan apa-apa. Pemerintahan Hindia Belanda memasuki tahapan yang paling menindas dan paling konservatif dalam sejarahnya pada abad XX.
Tanda-tanda runtuhnya pemerintahan Hindia Belanda semakin menguat ketika berkobar Perang Dunia II di Eropa yang ditandai dengan penyerbuan Jerman atas Polandia pada tanggal 1 September 1939, kemudian Jerman yang pada saat itu dipimpin oleh Hitler menyerbu negeri Belanda pada tanggal 10 Mei 1940 yang menyebabkan pemerintah Belanda lari ke pengasingan ke London. Pada bulan September 1940, Pakta Tiga Pihak mengesahkan persekutuan Jepang-Jerman Italia. Prancis dikalahkan oleh Jerman pada bulan Juni 1940. Pada bulan September, pemerintah Prancis di Vichy yang bekerja sama dengan pihak Jerman memperbolehkan Jepang membangun pangkalan-pangkalan militer di Indo-Cina yang merupakan jajahan Prancis. Pada saat itu pemimpin-pemimpin Jepang mulai terang-terangan tentang “pembebasan” Indonesia. Di Den Haag sebelum jatuhnya negeri Belanda dan di Batavia sesudah itu, Jepang mendesak agar Belanda memperbolehkan memasuki Indonesia seperti mereka diperbolehkan di Indocina, tetapi perundingan-perundingan itu akhirnya mengalami kegagalan pada bulan Juni 1941 dan pada bulan Juli balatentara Jepang di Indocina diperkuat. Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.
Kini peperangan di Asia sudah diambang pintu. Admiral Isoroku Yamamoto, Panglima Angkatan Laut Jepang, mengembangkan strategi perang yang sangat berani yaitu mengerahkan seluruh kekuatan armadanya untuk dua operasi besar. Seluruh potensi Angkatan Laut Jepang mencakup 6 kapal induk (pengangkut pesawat tempur), 10 kapal perang, 18 kapal penjelajah berat, 20 kapal penjelajah ringan, 4 kapal pengangkut perlengkapan, 112 kapal perusak, 65 kapal selam serta 2.274 pesawat tempur. Kekuatan pertama, yaitu 6 kapal induk, 2 kapal perang, 11 kapal perusak serta lebih dari 1.400 pesawat tempur dan pada akhirnya pada tanggal 8 Desember 1941 (7 Desember di Hawaii), Jepang menyerang basis perang Amerika Serikat di Pearl Harbour, mereka juga menyerang Hongkong, Filipina dan Malaysia yang dilakukan oleh kekuatan kedua yaitu sisa kekuatan Angkatan Laut yang mereka miliki yang mendukung Angkatan Darat dalam Operasi Selatan atau Filipina dan Malaysia tersebut yang kemudian penyerangan itu akan dilanjutkan ke Jawa.
Karena penyerangan itu pulalah negeri Belanda mengikuti jejak sekutu-sekutunya menyatakan perang terhadap Jepang. Pada tanggal 10 Januari 1942 penyerbuan Jepang ke Indonesia dimulai. Pada tanggal 15 Februari, pangkalan Inggris di Singapura juga menyerah. Pada akhir bulan Februari tepatnya tanggal 27 Februari 1942 balatentara Jepang berhasil menghancurkan armada gabungan Belanda, Inggris, Australia dan Amerika dalam pertempuran di laut Jawa. Tanggal 28 Februari 1942, Tentara ke 16 di bawah pimpinan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura mendarat di tiga tempat di Jawa Banten, Eretan Wetan dan Kragan dan segera menggempur pertahanan tentara Belanda. Setelah merebut Pangkalan Udara Kalijati, Letnan Jenderal Imamura membuat markasnya di sana. Imamura memberikan ultimatum kepada Belanda, bahwa apabila tidak menyerah, maka tentara Jepang akan menghancurkan tentara Belanda.
Kemudian pada 8 Maret 1942, pihak Belanda di Jawa menyerah dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer ditawan oleh pihak Jepang. Dengan demikian, bukan saja de facto, melainkan juga de jure, seluruh wilayah bekas Hindia Belanda sejak itu berada di bawah kekuasaan dan administrasi Jepang. Dan pada saat itulah kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia berakhir.







BAB III

PENUTUP


III. 1          Kesimpulan

Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596-1811, dan yang kedua kalinya pada tahun 1814-1904. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Dan untuk melancarkan usahanya, Belanda menempuh beberapa cara yaitu membentuk VOC pada tahun 1902 dan membentuk pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Setelah masa penjajahan itu usai, Belanda meninggalkan kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang sebagian masih dipakai oleh Indonesia.
Indonesia pada masa pemerintahan Hindia-Belanda abad XIX sudah mengalami berbagai pergantian Gubernur Jendral tetapi yang paling menyengsarakan rakyat yaitu pada masa Gubjen, Rafles, Daendels, Van den Bosch, dan van Hogendrop. Yang menerapkan system tanam paksa, penyerahan wajib hasil pertanian, penyewaan tanah kepada rakyat, penyewaan desa pada pihak swasta dan pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan.

III. 2          Analisis

Indonesia pernah merasakan dijajah oleh negara lain, seperti Portugis dan Inggris. Akan tetapi penjajahan itu tidak begitu lama. Baru setelah itu bangsa Indonesia mulai dijajah kembali oleh bangsa barat yaitu Belanda yang kurang lebih selama 300 tahun lamanya. Pada awalnya Belanda hanya ingin melakukan perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Akan tetapi melihat kondisi Indonesia yang begitu kaya akan rempah-rempah VOC berniat melakukan monopoli perdagangan. VOC merupakan persatuan dari berbagai perseroan dan disahkan dengan suatu piagam yang memberi hak khusus untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan. Jadi pada saat pemerintahan Hindia-Belanda, masyarakat sangat tertindas karena adanya sistem tanam paksa dan kerja rodi dan pemerintahan yang hanya menguntungkan pemerintahan Belanda, tidak memperhatikan rakyat.



DAFTAR PUSTAKA





No comments:

Pencarian isi Blog