Kalau
kita tengok ke belakang, ”Toy Story” (1995), film debutan
Pixar yang dibiayai dan dipasarkan The Walt Disney Company
itu sukses besar sebagai film pertama yang secara penuh
menggunakan teknologi komputer. Sejak saat itu studio animasi digital
lain seperti Blue Sky Studios (Fox), DNA Productions
(Paramount Pictures and Warner Bros.), Onation Studios
(Paramount Pictures), Sony Pictures Animation (Columbia Pictures),
DreamWorks, dan yang lainnya tak mau ketinggalan untuk
memproduksi film sejenis.
Tentu tak sedikit dari
kita yang mempertanyakan dengan teknologi apa dan bagaimana
film-film kreatif ini dibuat. Ternyata, kunci pembuatan film-film ini
adalah sebuah aplikasi komputer grafis yang disebut computer generated imagery
(CGI). Dengan perangkat lunak ini bisa diciptakan gambar
3D lengkap dengan berbagai efek yang dikehendaki. Beberapa software CGI populer antara lain Art of Illusion (bisa di-download di sourceforce.net), Maya, Blender, dan lain-lain.
CGI 2D dipakai pertama kali pada film ”Westworld” (1973) karya novelis scifi
Michael Crichton dan sekuelnya ”Futureworld” (1976) menggunakan CGI 3D
untuk membuat tangan dan wajah yang dikerjakan oleh Edwin
Catmull, ahli komputer grafik dari New York Institute of
Technology (NYIT). Tapi, tidak semua film berhasil memberikan sentuhan
animasi yang bagus. Film ”Tron” (1982) dan ”The Last
Starfighter” (1984) termasuk yang gagal karena efek yang
mereka berikan kelihatan sekali buatan komputer.
Revolusi ”Jurassik Park”
Teknologi
CGI biasa dipakai dalam pembuatan film, program televisi, dan beberapa
iklan komersial, termasuk media cetak. Aplikasi ini
memberikan kualitas grafis yang sangat tinggi dengan efek
yang lebih terkontrol daripada metode konvensional seperti membuat
miniatur untuk pembuatan adegan kecelakaan yang dramatis atau
menambah aktor figuran untuk menggambarkan suasana
keramaian penuh sesak.
Di tahun 1991 film
”Terminator 2: Judgement Day” yang dibintangi Gubernur
California sekarang Arnold Schwarzeneger membuat decak kagum penonton
dengan efek morphing (perubahan dari satu wajah/bentuk ke wajah/bentuk yang lain secara halus) dan liquid metal
si penjahat pada beberapa aksinya. Dua tahun kemudian film legendaris
tentang dinosaurus, ”Jurassic Park” juga memberikan efek
visual yang mengagumkan pada makhluk purba itu sehingga
tampak betul-betul hidup. ”Jurassic Park” membawa revolusi
pada industri perfilman dan Hollywood bertransisi dari animasi
konvensional menjadi teknik digital.
Tahun
berikutnya, ”Forrest Gump”, film drama dengan aktor tersohor Tom Hanks,
juga memanfaatkan teknologi CGI untuk efek menghilangkan
salah satu kaki Letnan Dan (dimainkan Gary Sinise) agar
tampak pincang betulan. Efek lainnya adalah pergerakan bola
ping-pong yang sangat cepat ketika dimainkan oleh Tom Hanks. Bahkan,
adegan dengan efek bulu melayang di udara merupakan garapan
sebuah studio animasi di Bandung.
”Digital grading”
CGI
pun semakin mendarah daging dalam industri perfilman modern
selanjutnya. Mulai tahun 2000-an, CGI memegang peran
dominan untuk pemberian efek visual pada sebuah film.
Teknologinya
pun berkembang sehingga memungkinkan dalam sebuah adegan berbahaya,
sang aktor digantikan oleh aktor ciptaan komputer dengan
perbedaan yang tidak kentara. Figuran yang diciptakan
dengan komputer seperti pada triloginya Peter Jackson, ”Lord of The
Ring”, pun banyak dipakai untuk menciptakan adegan keramaian
penuh sesak, tentu dengan bantuan perangkat lunak simulasi.
Salah satu efek CGI dalam film yang kurang dikenal, namun penting, adalah digital grading. Dengan efek ini warna asli hasil shooting
direvisi menggunakan perangkat lunak untuk memberikan
kesan sesuai dengan skenario. Contohnya wajah Sean Bean
(pemeran Boromir) dalam ”The Lord of the Rings: the Two Tower” ketika
mati dibuat lebih pucat. Jadi, tidak dengan trik kosmetik,
tetapi dengan polesan komputer.
Lantas, bagaimana
dengan mimik wajah yang bisa mengekspresikan perasaan haru, sedih,
ataupun gembira pada tokoh ciptaan komputer? Dalam
pembuatannya, animasi komputer mengkombinasikan vektor
grafik dengan pergerakan yang sudah terprogram. Bagian-bagian
utama seperti pada wajah, tangan, kaki, dll terdiri dari sejumlah
variabel animasi yang akan dikendalikan dengan pemberian
nilai tertentu untuk menampilkan ekspresi atau mimik wajah
yang dikehendaki.
Tokoh Woody dalam ”Toy Story”
terdiri dari 700 variabel animasi dengan 100 variabelnya
sendiri untuk wajahnya saja. Jadi, tidak heran berbagai ekspresi wajah
seperti tertawa, terkejut, dan sedih bisa dibuat dengan
mempermainkan 100 variabel tadi.
Cukup mahal
Sekumpulan variabel dengan nilai yang berubah pada setiap frame
yang ditampilkan berurutan menjadi kontrol pergerakan
figur tersebut. Hebatnya, animator ”Toy Story”
mengendalikan variabel-variabel animasinya secara manual. Bisa jadi,
bagi seorang animator yang berbakat, terampil dan
berpengalaman malah menghasilkan efek yang lebih bagus
dibanding acting orang asli.
Kalau dilihat dari ukurannya, satu frame
CGI untuk film biasanya dibuat berukuran 1,4–6 megapiksel.
Contohnya, ”Toy Story” berukuran 1536 x 922 (1,42
megapiksel). Bayangkan saja, ternyata waktu yang dibutuhkan untuk rendering tiap frame
sekira 2-3 jam, bahkan bisa 10 kali lebih lama untuk menciptakan adegan
yang sangat kompleks. Meskipun kecepatan CPU makin tinggi,
tidak banyak mengubah waktu yang dibutuhkan karena mereka
akan membuat adegan yang lebih kompleks lagi untuk hasil
yang lebih bagus lagi. Kendati demikian, dengan peningkatan eksponensial
kecepatan CPU, teknologi CGI juga makin potensial ke
depan.
Sebagai gambaran, untuk pembuatan film
”Madagascar”, para teknisi menggunakan 2.500 komputer Linux
Cluster yang dipasang di dua studio Dream Works dan lab penelitian
komputer Hewlett Packard di Palo Alto, California. Komputer
sebanyak itu digunakan untuk ”tugas besar” siang malam rendering frame demi frame
film berukuran gigabit. Untuk membuat film ”Madagascar”
sampai jadi, dibutuhkan waktu lebih dari 11 juta jam.
Menurut
Andy Hendrickson, kepala produksi DreamWorks, separuh dari anggaran
biaya produksi yang kabarnya mencapai 90 juta dolar AS
dipergunakan untuk animasi komputer. Dalam produksinya itu
DreamWorks sekaligus menciptakan beberapa teknik yang bisa digunakan
lagi untuk film-film animasi selanjutnya.
Penutup
Tidak semua film ciptaan komputer berjalan mulus menjadi box office di pasaran. Contohnya, film yang dikembangkan dari sebuah game
yaitu ”Final Fantasy: The Spirit Within” (2001). Meski
terkenal sebagai film pertama yang menciptakan tokoh
manusia dengan CGI, tapi pasar tak antusias menyambutnya. Tak heran bila
setelah produksi ke-2 ”Final Flight of the Osiris” sebuah
film pendek sebagai prolog film ”The Matrix Reloaded”,
Square Pictures gulung tikar.
Pengembangan
teknologi CGI terus dilaporkan setiap tahun pada konferensi tahunan
SIGGRAPH mengenai komputer grafis dan teknik interaktif yang
dihadiri oleh puluhan ribu profesional komputer. Di sini
para tokoh di balik penciptaan animasi-animasi bertemu.
Bukan hal yang tidak mungkin suatu hari kelak para animator Indonesia
pun akan banyak berbicara di pentas dunia.***
|
No comments:
Post a Comment