KATA PENGANTAR
Puji sukur kami
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan
tugas ini. Makalah ini menyajikan rangkuman materi tentang “ KORUPSI “.
Kami tidak
lupa mengucapkan terima kasih kepada orang-oarang yang ikut membantu terutama
orang tua dalam segi materi dan pada guru yang telah membimbing kami.
Dan juga
kami mohon ma’af sebesar-besarnya karena sebaik-baiknya kami mengerjakan
makalah ini pasti ada kesalahan tapi kami sudah berusaha semaksimal mungkin.
Mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfa’at bagi orang yang membaca khususnya kami yang
mwmbuatnya. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………..
A. Latar Belakang …………………………………………………….
B. Rumusan Masalah ………………………………………………..
C. Tujuan …………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………….
A. Pengertian Korupsi ………………………………………………
B. Sebab-Sebab Yang Melatarbelakangi
Terjadinya Korupsi …………
1. Klasik …………………………………………………………
2. Modern ……………………………………………………….
C. Macam-Macam Korupsi ………………………………………….
1. Bentuk Korupsi ……………………………………………….
2. Berdasarkan Sifatnya ………………………………………….
3. Berdasarkan Tujuannya ……………………………………….
D. Dampak yang Diakibatkan Oleh Tindak
Pidana Korupsi …………
1. Bidang Demokrasi ……………………………………………
2. Bidang Ekonomi ……………………………………………..
3. Bidang Kesejahteraan Negara …………………………………
E. Cara Memberantas Tindak Pidana
Korupsi ……………………….
1. Strategi Preventif ……………………………………………..
2. Strategi Deduktif …………………………………………….
3. Strategi Represif ……………………………………………..
BAB III PENUTUP ………………………………………………………
A. Kesimpulan ………………………………………………………
B. Saran …………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan
oleh kemampuan dan keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan
sebagai suatu proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh
dua faktor, yaitu sumberdaya manusia, yakni (orang-orang yang terlibat sejak
dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantara dua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.
Indonesia merupakan salah satu negara
terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber daya alamnya.
Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara
yang miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas
sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan
atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya.
Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat penyelenggara negara
menyebabkan terjadinya korupsi.
Korupsi di Indonesia dewasa ini sudah
merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi
telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara yang sangat besar. Namun
yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya perampasan dan pengurasan
keuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh kalangan anggota legislatif
dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan lain sebagainya di luar
batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan keuangan negara demikian
terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air.
Hal itu merupakan cerminan rendahnya
moralitas dan rasa malu, sehingga yang menonjol adalah sikap kerakusan dan aji
mumpung. Persoalannya adalah dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban
lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi harus diberantas. Jika kita tidak
berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak mengurangi sampai pada titik
nadir yang paling rendah maka jangan harap Negara ini akan mampu mengejar
ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara yang
maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apakah pengertian dari
korupsi?
2.
Apa yang
melatarbelakangi terjadinya korupsi?
3.
Apakah macam-macam
dari korupsi?
4.
Apakah dampak dari
korupsi?
5.
Apa yang dapat
dilakukan untuk memberantas korupsi?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian korupsi.
2.
Untuk mengetahui
penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3.
Untuk mengetahui
macam-macam dari korupsi.
4.
Untuk mengetahui
dampak adanya korupsi.
5.
Untuk mengetahui
langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Korupsi
Menurut Prof. Subekti, korupsi adalah
suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara
atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua
aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek
penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
Sementara itu, Syed Hussen Alatas
memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi yang tidak jujur yang
dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari pihak lain. Korupsi
dapatberupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Disitu
ada istilah penyuapan, yaitu suatu tindakan melanggar hukum, melalui tindakan
tersebut si penyuap berharap mendapat perlakuan khusus dari pihak yang disuap.
Seseorang yang menyuap izin agar lebih mudah menyuap pejabat pembuat perizinan.
Agar mudah mengurus KTP menyuap bagian tata pemerintahan. Menyuap dosen agar memperoleh
nilai baik.
Pemerasan, suatu tindakan yang
menguntungkan diri sendiri yang dilakukan dengan menggunakan sarana tertentu
serta pihak lain dengan terpaksa memberikan apa yang diinginkan. Sarana
pemerasan bisa berupa kekuasaan. Pejabat tinggi yang memeras bawahannya.
Sedangkan nepotisme adalah bentuk
kerjasama yang dilakukan atas dasar kekerabatan, yang bertujuan untuk
kepentingan keluarga dalam bentuk kolaborasi dalam merugikan keuangan negara.
Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
1. Melibatkan
lebih dari satu orang. Setiap perbuatan korupsi tidak mungkin dilakukan
sendiri, pasti melibatkan lebih dari satu orang. Bahkan, pada perkembangannya
acapkali dilakukan secara bersama-sama untuk menyulitkan pengusutan.
2. Serba
kerahasiaan. Meski dilakukan bersama-sama, korupsi dilakukan dalam koridor
kerahasiaan yang sangat ketat. Masing-masing pihak yang terlibat akan berusaha
semaksimal mungkin menutupi apa yang telah dilakukan.
3. Melibat
elemen perizinan dan keuntungan timbal balik. Yang dimaksud elemen perizinan
adalah bidang strategis yang dikuasai oleh negara menyangkut pengembangan usaha
tertentu. Misalnya izin mendirikan bangunan, izin perusahaan,dan lain-lain.
4. Selalu
berusaha menyembunyikan perbuatan/maksud tertentu dibalik kebenaran.
5. Koruptor
menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan memiliki pengaruh. Senantiasa
berusaha mempengaruhi pengambil kebijakan agar berpihak padanya. Mengutamakan
kepentingannya dan melindungi segala apa yang diinginkan.
6. Tindakan
korupsi mengundang penipuan yang dilakukan oleh badan hukum publik dan
masyarakat umum. Badan hukum yang dimaksud suatu lembaga yang bergerak dalam
pelayanan publik atau penyedia barang dan jasa kepentingan publik.
7. Setiap
tindak korupsi adalah pengkhianatan kepercayaan. Ketika seseorang berjuang
meraih kedudukan tertentu, dia pasti berjanji akan melakukan hal yang terbaik
untuk kepentingan semua pihak. Tetapi setelah mendapat kepercayaanm kedudukan
tidak pernah melakukan apa yang telah dijanjikan.
8. Setiap
bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari koruptor sendiri.
Sikap dermawan dari koruptor yang acap ditampilkan di hadapan publik adalah
bentuk fungsi ganda yang kontradiktif. Di satu pihak sang koruptor menunjukkan
perilaku menyembunyikan tujuan untuk menyeret semua pihak untuk ikut
bertanggung jawab, di pihak lain dia menggunakan perilaku tadi untuk
meningkatkan posisi tawarannya.
B.
Sebab-Sebab
Yang Melatarbelakangi Terjadinya Korupsi
Korupsi dapat terjadi karena beberapa
factor yang mempengaruhi pelaku korupsi itu sendiri atau yang biasa kita sebut
koruptor. Adapun sebab-sebabnya, antara lain:
1. Klasik
a) Ketiadaan
dan kelemahan pemimpin. Ketidakmampuan pemimpin untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya, merupakan peluang bawahan melakukan korupsi. Pemimpin yang
bodoh tidak mungkin mampu melakukan kontrol manajemen lembaganya.kelemahan
pemimpin ini juga termasuk ke-leadership-an, artinya, seorang pemimpin yang
tidak memiliki karisma, akan mudah dipermainkan anak buahnya. Leadership
dibutuhkan untuk menumbuhkan rasa takut, ewuh poakewuh di kalangan staf untuk
melakukan penyimpangan.
b) Kelemahan
pengajaran dan etika. Hal ini terkait dengan sistem pendidikan dan substansi
pengajaran yang diberikan. Pola pengajaran etika dan moral lebih ditekankan
pada pemahaman teoritis, tanpa disertai dengan bentuk-bentuk
pengimplementasiannya.
c) Kolonialisme
dan penjajahan. Penjajah telah menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang
tergantung, lebih memilih pasrah daripada berusaha dan senantiasa menempatkan
diri sebagai bawahan. Sementara, dalam pengembangan usaha, mereka lebih
cenderung berlindung di balik kekuasaan (penjajah) dengan melakukan kolusi dan
nepotisme. Sifat dan kepribadian inilah yang menyebabkan munculnya
kecenderungan sebagian orang melakukan korupsi.
d) Rendahnya
pendidikan. Masalah ini sering pula sebagai penyebab timbulnya korupsi.
Minimnya ketrampilan, skill, dan kemampuan membuka peluang usaha adalah wujud
rendahnya pendidikan. Dengan berbagai keterbatasan itulah mereka berupaya
mencsri peluang dengan menggunakan kedudukannya untuk memperoleh keuntungan
yang besar. Yang dimaksud rendahnya pendidikan di sini adalah komitmen terhadap
pendidikan yang dimiliki. Karena pada kenyataannya, para koruptor rata-rata
memiliki tingkat pendidikan yang
memadai, kemampuan,
dan skill.
e) Kemiskinan.
Keinginan yang berlebihan tanpa disertai instropeksi diri atas kemampuan dan
modal yang dimiliki mengantarkan seseorang cenderung melakukan apa saja yang
dapat mengangkat derajatnya. Atas keinginannya yang berlebihan ini, orang akan
menggunakan kesempatan untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya.
f)
Tidak adanya hukuman
yang keras, seperti hukuman mati, seumur hidup atau di buang ke Pulau
Nusakambangan. Hukuman seperti itulah yang diperlukan untuk menuntaskan tindak
korupsi.
g) Kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi.
2. Modern
a) Rendahnya
Sumber Daya Manusia.
Penyebab
korupsi yang tergolong modern itu sebagai akibat rendahnya sumber daya manusia.
Kelemahan SDM ada empat komponen, sebagai berikut:
·
Bagian kepala, yakni
menyangkut kemampuan seseorang menguasai permasalahan yang berkaitan dengan
sains dan knowledge.
·
Bagian hati,
menyangkut komitmen moral masing-masing komponen bangsa, baik dirinya maupun
untuk kepentingan bangsa dan negara, kepentingan dunia usaha, dan kepentingan
seluruh umat manusia.komitmen mengandung tanggung jawab untuk melakukan sesuatu
hanya yang terbaik dan menguntungkan semua pihak.
·
Aspek skill atau
keterampilan, yakni kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya.
·
Fisik atau kesehatan.
Ini menyangkut kemanpuan seseorang mengemban tanggung jawab yang diberikan.
Betapa pun memiliki kemampuan dan komitmen tinggi, tetapi bila tidak ditunjang
dengan kesehatan yang prima, tidak mungkin standar dalam mencapai tujuann.
b) Struktur
Ekonomi
Pada masa lalu
struktur ekonomi yang terkait dengan kebijakan ekonomi dan pengembangannya
dilakukan secara bertahap. Sekarang tidak ada konsep itu lagi. Dihapus tanpa
ada penggantinya, sehingga semuanya tidak karuan, tidak dijamin. Jadi, kita
terlalu memporak-perandakan produk lama yang bagus.
C.
Macam-Macam
Korupsi
Tindak pidana korupsi yang dilakukan
cukup beragam bentuk dan jenisnya. Namun, bila diklasifikasikan ada tiga jenis
atau macamnya, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan.
1. Bentuk
Korupsi
Bentuk korupsi
terdiri atas dua macam, yaitu materiil dan immateriil. Jadi korupsi tidak
selamanya berkaitan dengan penyalahgunaan uang negara.
Korupsi yang
berkaitan dengan uang termasuk jenis korupsi materiil. Seorang pejabat yang
dipercaya atasan untuk melaksanakan proyek pembangunan, karena tergoda untuk
mendapatkan keuntungan besar proyek yang nilainya Rp 1.000.000,00 di mark-up
(dinaikkan) menjadi Rp 2.000.000,00 bentuknya jelas penggelembungan nilai
proyek yang terkait dengan keuntungan uang.
Sedangkan yang
immaterial adalah korupsi yang berkaitan dengan pengkhianatan kepercayaan,
tugas, dan tanggung jawab. Tidak disiplin kerja adalah salah satu bentuk
korupsi immaterial. Memang negara tidak dirugikan secara langsung dalam praktik
ini. Tetapi, akibat perbuatan itu, pelayanan yang seharusnya dilakukan negara
akhirnya terhambat. Keterlambatan pelayanan inilah kerugian immaterial yang
harus ditanggung negara atau lembaga swasta. Begitu juga dengan mereka yang
secara sengaja memanfaatkan kedudukan atau tanggung jawab yang dimiliki untuk
mengeruk keuntungan pribadi.
2. Berdasarkan
Sifatnya
a) Korupsi
Publik
Dari
segi publik menyangkut nepotisme, fraus, bribery, dan birokrasi. Nepotisme itu
terkait dengan kerabat terdekat. Segala peluang dan kesempatan yang ada
sebesar-besarnya digunakan untuk kemenangan kerabat dekat. Kerabat dekat bisa
keponakan, adik-kakak, nenek atau kroni. Fraus, artinya, berusaha
mempertahankan posisinya dari pengaruh luar.
Berbagai
cara dilakukan untuk kepentingan ini. Sodok kanan, sikut kiri, suap kanan, suap
kiri, semua dilakukan agar posisi yang telah dicapai/diduduki tidak diambil pihak
lain atau direbut orang lain. Bribery, artinya pemberian upeti pada orang yang
diharapkan dapat memberikan perlindungan atau pertolongan bagi kemudahan
usahanya. Bribery juga memiliki dampak yang cukup signifikan bagi kemajuan
usaha.
Namun,
sasarannya, lebih tertuju pada out put (hasil kerja). Birokrasi juga bagian tak
terpisahkan dari praktik korupsi. Birokrasi yang seharusnya berfungsi
mempermudah memberikan pelayanan pada masyarakat, justru berubah menjadi
kendala pelayanan. Orang yang datang meminta pelayanan pada birokrat seharusnya
mendapat peta yang jelas dari pintu mana dia memulai usahanya. Tetapi,
sebaliknya, orang langsung melihat ketidakjelasan terhadap apa yang diharapkan.
Birokrasi tidak diciptakan untuk kepentingan masyarakat, tetapi kepentingan
birokrat.
b) Korupsi
Privat
Sisilain
korupsi ditinjau dari privat, yang dimaksud privat ada dua, yaitu badan hukum
privat dan masyarakat. Praktik korupsi terjadi di badan umum privat dan
masyarakat terjadi karena adanya interaksi antara badan hukum privat dengan
birokrasi, antara masyarakat dengan birokrasi.
Jadi, sifat
interaksi yang terjadi adalah timbal balik. Interaksi tersebut menghasilkan
deal-deal tertentu yang saling menguntungkan. Jadi, korupsi tidak hanya di
lembaga-lembaga institusi negara, tetapi dengan swasta bergulir, karena ada
interaksi. Tanpa ada interaksi antar swasta dengan pemerintah tidak akan
terjadi.
Ada dua model
korupsi, yaitu: pertama internal, yakni korupsi yang dilakukan oleh orang
dalam. Kedua internal-eksternal, yakni kolaborasi antara sektok privat dengan
publik.
3. Berdasarkan
Tujuannya
Pada
umumnya tujuan korupsi, untuk memperoleh keuntungan pribadi, tetapi secara
spesifik meliputi empat tujuan sebagai berikut:
a) Politik,
orang melakukan korupsi karena bertujuan politik. Praktik korupsi dilakukan
bersamaan dengan kegiatan politik praktis. Tujuan utama korupsi jenis ini untuk
mencapai kedudukan.
b) Di
bidang ekonomi, dilakukan pun untuk kesuksesan bisnisnya. Kurang lebih wujudnya
sama, praktik korupsi disini juga dilakukan dengan segala cara. Tetapi,
sasarannya adalah pemegang kekuasaan. Tujuannya ada dua, yaitu: pertama,
mendapat kemudahan di bidang perizinan dan pengembangan usaha. Kedua, untuk
memperoleh akses pasar. Monopoli adalah bentuk kongkret permainan korupsi di
bidang ekonomi.
c) Di
bidang pendidikan. Lembaga yang seharusnya sebagai kawahcandradimuka, tempat
menggodok para calon penerus bangsa, ternyata juga bisa menjadi lahan yang
subur untuk praktik korupsi. Fenomena jual beli gelar dan nilai adalah bukti
kuat bahwa di lembaga ini juga terjangkit korupsi.
d) Di
bidang hukum, praktik korupsi ditujukan untuk memperoleh fasilitas dan
perlindungan hukum. Fasilitas disini berupa kepastian hukum terhadap bisnis
atau usaha koruptor. Sedangkan, perlindungan hukum menyangkut upaya dari si
koruptor memainkan hukum hingga bisa terbebas dari segala ancaman hukum pidana.
D.
Dampak
yang Diakibatkan Oleh Tindak Pidana Korupsi
1. Bidang
Demokrasi
Korupsi
menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik,
korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses
formal.
Korupsi di
pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan
di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan
ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan
ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis
kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
2.
Bidang Ekonomi
Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dan mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi dengan membuat
distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi
meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan.
Walaupun ada yang menyatakan bahwa
korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang
baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi
(kekacauan) di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas
proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya
menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan
syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
Korupsi juga mengurangi
kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan
menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat
bahwa salah satu faktor keterbelakangan
pembangunan ekonomi di Afrika
dan Asia, terutama di Afrika, adalah
korupsi yang berbentuk penagihan sewa
yang menyebabkan perpindahan penanaman
modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam
negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang
memiliki rekening bank di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia,
seperti Soeharto yang sering mengambil
satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi
untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan
lain-lain. Pakar dari Universitas
Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari
30 negara sub-Sahara berjumlah US $187
triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya,
dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya
dalam satu teori oleh ekonomis Mancur
Olson).
Dalam kasus Afrika, salah satu
faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan
baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari
korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka
di luar negeri, diluar jangkauan dari
ekspropriasi di masa depan.
3.
Bidang Kesejahteraan
Negara
Korupsi politis ada dibanyak negara,
dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti
kebijaksanaan pemerintah sering
menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah
bagaimana politikus membuat peraturan
yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan
kecil (SME). Politikus-politikus
"pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan
besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.
E.
Cara
Memberantas Tindak Pidana Korupsi
1. Strategi
Preventif
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya
korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya,
sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya
yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini
melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu
mencegah adanya korupsi.
2.
Strategi Deduktif
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu perbuatan korupsi
terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu
yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi,
sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup
tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat
membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun
ilmu politik dan sosial.
3.
Strategi Represif
Strategi ini harus dibuat dan
dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang
setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi.
Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji
untuk dapat disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan
tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun implementasinya harus dilakukan
secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan
yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak dilaksanakan. Bahkan
dari masyarakat dan para pemerhati / pengamat masalah korupsi banyak memberikan
sumbangan pemikiran
dan opini strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara
represif antara lain :
1. Konsep
“carrot and stick” yaitu konsep pemberantasan korupsi yang sederhana yang
keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan Singapura. Carrot adalah
pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri yang cukup untuk hidup dengan
standar sesuai pendidikan, pengetahuan, kepemimpinan, pangkat dan martabatnya,
sehingga dapat hidup layak bahkan cukup untuk hidup dengan “gaya” dan “gagah”.
Sedangkan Stick adalah bila semua sudah dicukupi dan masih ada yang berani
korupsi, maka hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan
sedikitpun untuk melakukan korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.
2. Gerakan “Masyarakat
Anti Korupsi” yaitu
pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini perlu adanya tekanan
kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi,
LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu bekerjasama
dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari
partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya
dari partai politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk
menekan pemerintah dan sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah
bangkit memberantas korupsi.
3. Gerakan “Pembersihan” yaitu
menciptakan semua aparat
hukum (Kepolisian,
Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta
memiliki komitmen yang tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa
memandang status sosial untuk menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat
dilakukan dengan membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan
prosedur structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi
yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang sesuai
posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
4. Gerakan
“Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia.
Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat
yang sangat menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan
menerima, mendukung, dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara
lain dapat dilakukan melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau
seluruh lapisan masyarakat terutama generasi muda sebagai langlah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
5. Gerakan
“Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan
orang yang sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada
pegawai yang melakukan korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada
mereka yang telah terbukti bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena
korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang
melakukan korupsi berarti
melanggar harkat dan martabat kehidupan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana
yang memperkaya diri yang secara langsung merugikan negara atau perekonomian
negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang
memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang
negara untuk kepentingannya.
Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras,
kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya
manusia, serta struktur ekonomi.
Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi
tiga jenis, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan.
Dampak korupsi dapat terjadi di
berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan
negara.
B.
Saran
Sikap
untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan
korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil.
DAFTAR PUSTAKA
3.
Muzadi,
H. 2004. Menuju Indonesia Baru, Strategi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Malang : Bayumedia Publishing.
4.
Lamintang,
PAF dan Samosir, Djisman. 1985. Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Penerbit
Sinar Baru.
5.
Saleh,
Wantjik. 1978. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia.
1 comment:
terima kasih, sangat membantu.
Post a Comment