Pencarian

Sunday, August 23, 2015

Makalah Usaha Mempertahankan Kemerdekaan

MAKALAH
KAJIAN IPS SD
“Usaha Mempertahankan Kemerdekaan”



Makalah ini ditujukan untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah

Kajian IPS SD

Dosen Pengampu: Nimas Puspitasari, M. Pd.

Disusun Oleh:
1.      Anas setiaji / 1401414074
2.      Indah Khoerunnisa /1401414077
3.      Nur Hidayati /1401414305
4.      Puput Ariyani /1401414296
5.      Shelly Ambarwati /1401414066


PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2014






KATA PENGANTAR

            Dengan mengucapkan puji dan syukur, penulis persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Oleh karena itu, penulis berhasil menyusun sebuah Makalah Kajian IPS SD tentang Usaha Mempertahankan Kemerdekaan.
            Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian IPS SD.
            Pada kesempatan kali ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Nimas Puspitasari, M. Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Kajian Bahasa Indonesia SD. Tak lupa juga penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan makalah ini.
            Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini. Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.





Tegal,   November 2014





Penulis







DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................................... i
Kata Pengantar.................................................................................................................... ii
Daftar Isi............................................................................................................................. iii
Bab I Pendahuluan.............................................................................................................. 1
A.    Latar Belakang........................................................................................................ 1
B.     Rumusan Masalah.................................................................................................... 2
C.     Tujuan Penulisan .....................................................................................................  2
D.    Manfaat Penulisan................................................................................................... 3
Bab II Pemabahasan............................................................................................................ 4
A.    Penyebab Terjadinya Konflik Indonesia-Belanda Pasca Kemerdekaan................. 4
B.     Peran Dunia Internasional dalam Penyelesaian Konflik Indonesia-Belanda.......... 6
C.     Perjuangan Perlawanan Bangsa Indonesia di Daerah-Daerah................................. 9
D.    Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam mempertahankan Kemerdekaan............... 13
E.     Faktor yang Memaksa Belanda Keluar dari Indonesia........................................... 20
Bab III Penutup................................................................................................................... 22
A.    Kesimpulan.............................................................................................................. 22
B.     Saran........................................................................................................................ 22
Daftar Pustaka..................................................................................................................... 23








BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebelum memperoleh kemedekaan, bangsa Indonesia terlebih dahulu memproklamasikan kemerdekaannya yang dikenal dengan “Proklamasi Kemerdekaan”. Proses ini berawal dari terdengarnya berita kekalahan Jepang dari pihak sekutu, seketika juga kelompok pemuda mendesak Soekarno-Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Bangsa Indonesia. Akan tetapi dengan alasan menunggu janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan Indonesia, Soekarno-Hatta tidak dengan segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Hal inilah yang mendorong para pemuda melakukan aksi penculikan terhadap Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok yang akhirnya dikenal dengan “Peristiwa Rengasdengklok”. Atas nama bangsa Indonesia Proklamasi Kemerdekaan telah dikumandangkan oleh Bung Karno didampingi oleh Bung Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Satu langkah maju sudah ada pada genggaman bangsa Indonesia melalui Proklamasi kemerdekaan tersebut. Sebagai negara yang baru memproklamasikan kemerdekaan, Indonesia mendapat simpati dari bangsa-bangsa di dunia. Hal ini tampak dari adanya pengakuan negara lain terhadap Proklamasi 17 Agustus 1945. Sebagai sebuah negara merdeka, maka pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan pemilihan Presiden yaitu Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Wakil Presiden. Kemerdekaan Indonesia sudah diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945. Meskipun demikian, Belanda tidak mengakui kemerdekaan itu dan terus berusaha untuk menjajah Indonesia kembali. Setelah kedatangan sekutu ke Indonesia dalam rangka mengambil alih kekuasaan dari tangan Jepang, ternyata diikuti oleh Belanda yang ingin menjajah kembali Indonesia, maka rakyat Indonesia di berbagai daerah mengangkat senjata untuk mempertahankan kemerdekaan.
Bangsa Indonesia berjuang dengan gigih untuk mempertahankan kemerdekaan. Ada dua bentuk perjuangan mempertahakan kemerdekaan, yaitu perjuangan fisik dan perjuangan diplomasi. Perjuangan fisik dilakukan dengan cara bertempur melawan musuh.  Perjuangan diplomasi dilakukan dengan cara menggalang dukungan dari negara-negara lain dan lewat perundingan-perundingan.  Kemerdekaan Indonesia tentu merupakan sebuah bencana bagi negara yang telah menjajah Indonesia.. Maka, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah akhir perjuangan bangsa Indonesia. Akan tetapi, ia adalah awal perjuangan baru bangsa ini dalam membangun sebuah tatanan berbangsa dan bernegara. Sebuah negara berdiri bukan hanya berdasarkan wilayah, namun juga membutuhkan perangkat pemerintahan, dan yang terpenting adalah pengakuan kedaulatan dari negara lain. Karena pada hakikatnya (seperti halnya manusia sebagai makhluk sosial), dalam kehidupan bernegara juga membutuhkan negara lain agar bangsa dan negara ini dapat bergaul dan tidak terkucilkan dalam hubungan internasional.

B.     Rumusan Masalah
Dalam penulisan Makalah Kajian IPS SD, penulis memiliki rumusan masalah yang digunakan dalam penyusunan makalah tersebut. Adapun rumusan masah dalam proses penyusunan makalah ini antara lain:
1.      Apa yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dan Belanda pasca Kemerdekaan Indonesia?
2.      Apa saja peran dunia internasional dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda?
3.      Bagaimana perjuangan perlawanan bangsa Indonesia di daerah-daerah dalam mempertahankan kemerdekaan?
4.      Bagaimana perjuangan diplomasi Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan?
5.      Apa saja faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia?
Rumusan masalah yang telah tersebut pada bagian atas diharapkan dapat menjadi patokan penulis dalam meyusun makalah Kajian IPS SD tentang Usaha Mempertahankan Kemerdekaan.

C.    Tujuan Penulisan
Melalui makalah Kajian IPS SD mengenai Usaha Mempertahankan Kemerdekaan, diharapkan mahasiswa PGSD memilki kemampuan sebagai berikut:
1.      Kemampuan untuk mengidentifikasi konflik yang terjadi antara Indonesia dan Belanda pasca Kemerdekaan Indonesia
2.      Kemampuan untuk mengidentifikasi peran dunia internasional dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda
3.      Kemampuan untuk mendeskripsikan perjuangan rakyat dan pemerintah di berbagai daerah
4.      Kemampuan untuk mengetahui perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh bangsa Indonesia demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia
5.      Kemampuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memaksa Belanda keluar dari Indonesia

D.    Manfaat Penulisan
Melalui makalah Kajian IPS SD mengenai Usaha Mempertahankan Kemerdekaan, diharapkan dapat memberikan kegunaan kepada pembaca maupun penulis. Adapun manfaat yang terdapat dalam makalah ini adalah:
1.      Pembaca dapat memahami penyebab terjadinya konflik antara Indonesia-Belanda pasca kemerdekaan Indonesia
2.      Pembaca dapat mengetahui peranan dunia internasional dalam penyelesaian konflik Indonesia Belanda
3.      Mengetahui pertempuran-pertempuran yang terjadi di daerah-daerah demi mempertahankan kemerdekaan
4.      Pembaca dapat mengetahui perjuangan-perjuangan diplomasi Bangsa Indonesia demi mempertahankan kemerdekaannya
5.      Pembaca mengetahui faktor yang menyebabkan Belanda keluar dari Indonesia





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyebab Terjadinya Konflik Indonesia-Belanda Pasca Kemerdekaan
Perjuangan bangsa Indonesia semenjak Proklamasi Kemerdekaan hari demi hari semakin nyata hasilnya. Akan tetapi tantangan yang dihadapi selalu silih berganti. Seperti telah kita ketahui bahwa Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Selanjutnya pada tanggal 18 Agustus 1945 ditetapkan Undang-Undang Dasar (UUD 1945) dan dipilih Ir. Soekarno sebagai Presiden sedangkan Drs. Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden. Perjuangan bangsa Indonesia selanjutnya semakin berat karena harus mempertahankan kemerdekaan dari rongrongan kekuasaan bangsa asing.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda sebagai berikut:
1.      Kedatangan Tentara Sekutu Diboncengi oleh NICA
Semenjak Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945 maka secara hukum jepang tidak lagi berkuasa di Indonesia. Hal ini mengakibatkan Indonesia berada dalam keadaan Vacum Of Power (tidak ada seorang pemerintah yang berkuasa) maka pada waktu itu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Pada tanggal 10 September 1945 Panglima Bala Tentara Kerajaan Jepang di Jawa mengumumkan bahwa pemerintahan akan diserahkan pada Sekutu bukan pada pihak Indonesia. Dan pada tanggal 14 September perwirwa Sekutu datang ke Jakarta untuk mempelajari dan melaporkan keadaan di Indonesia menjelang pendaratan rombongan Sekutu.
Pada tanggal 29 September 1945 akhirnya Sekutu mendarat di Indonesia yang bertugas melucuti tentara Jepang. Semula rakyat Indonesia menyambut dengan senang hati kedatangan Sekutu, karena mereka mengumandangkan perdamaian. Akan tetapi, setelah diketahui bahwa Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di bawah pimpinan Van der Plass dan Van Mook ikut di dalamnya, sikap rakyat Indonesia menjadi curiga dan bermusuhan. NICA adalah organisasi yang didirkan orang-orang Belanda yang melarikan diri ke Australia setelah Belanda menyerah pada Jepang. Organisasi ini semula didirikan dan berpusat di Australia. Keadaan bertambah buruk karena NICA mempersenjatai kembali KNIL setelah dilepas oleh Sekutu dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda berkuasa di Indonesia menimbulkan pertentangan, bahkan diman-mana terjadi pertempuran melawan NICA dan Sekutu.
Tugas yang diemban oleh Sekutu yang dalam hal ini dilakukan oleh Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) di bawah Letnan Sir Philip Christinson. Mereka memiliki keinginan untuk menghidupkan kembali Hindia Belanda. Adapun tugas AFNEI di Indonesia adalah sebagai berikut :
1.      Menerima penyerahan dari tangan Jepang.
2.      Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3.      Melucuti dan mengumpulkan orang Jepang untuk kemudian dipulangkan.
4.      Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
5.      Menghimpun keterangan tentang penjahat perang dan menuntut mereka di depan pengadilan.
Kedatangan pasukan Sekutu pada mulanya disambut dengan sikap netral oleh pihak Indonesia. Namun, setelah diketahui bahwa Sekutu membawa NICA(Netherland Indies Civil Administration) sikap masyarakat berubah menjadi curiga karena NICA adalah pegawai sipil pemerintah Hindia Belanda yang dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia. Para pemuda memberikan sambutan tembakan selamat datang. Situasi keamanan menjadi semakin buruk sejak NICA mempersenjatai kembali tentara KNIL yang baru dilepaskan dari tawanan Jepang.
Melihat kondisi yang kurang menguntungkan, Panglima AFNEI menyatakan pengakuan sedara de facto atas Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. Sejak saat itu, pasukan AFNEI diterima dengan tangan terbuka oleh pejabat-pejabat RI di daerah-daerah untuk membantu memperlancar tugas-tugas AFNEI.
Namun dalam kenyataannya di daerah-daerah yang didatangi Sekutu selalu terjadi insiden dan pertempuran dengan pihak RI. Hal itu disebabkan pasukan Sekutu tidak bersungguh-sungguh menghormati kedaulatan RI. Sebaliknya pihak Sekutu yang merasa kewalahan, menuduh pemerintah RI tidak mampu menegakkan keamanan dan ketertiban sehingga terorisme merajalela. Pihak Belanda yang bertujuan menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini dengan memberi dukungan kepada pihak Sekutu. Panglima Angkatan Perang Belanda, Laksamana Helfrich, memerintahkan pasukannya untuk membantu pasukan Sekutu.
Kedatangan tentara Sekutu yang diboncengi NICA menyebabkan terjadinya konflik dan pertempuran di berbagai daerah. Keinginan Belanda untuk kembali menjajah Indonesia berhadapan dengan rakyat Indonesia yang mempertahankan kemerdekaannya. Oleh karena itu, terjadi pertempuran di berbagai daerah di Indonesia. Konflik antara Indonesia-Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia internasional untuk menyelesaikannya.
2.      Kedatangan NICA (Belanda) Berupaya Untuk Menegakkan Kembali Kekuasaannya di Indonesia
NICA berusaha mempersenjatai kembali KNIL (Koninklijk Nerderlands Indisch Leger, yaitu Tentara Kerajaan Belanda yang ditempatkan di Indonesia). Orang-orang NICA dan KNIL di Jakarta, Surabaya dan Bandung mengadakan provokasi sehingga memancing kerusuhan. Sebagai pimpinan AFNEI, Christison menyadari bahwa untuk kelancaran tugasnya diperlukan bantuan dari Pemerintah Republik Indonesia. Oleh karena itu diadakanlah perundingan dengan pemerintah RI. Christison mengakui pemerintahan de facto Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945. la tidak akan mencampuri persoalan yang menyangkut status kenegaraaan Indonesia. Dalam kenyataannya pasukan Sekutu sering membuat hura-hara dan tidak menghormati kedaulatan bangsa Indonesia. Gerombolan NICA sering melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin kita. Dengan demikian bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang membonceng AFNEI adalah untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia. Oleh karena itu bangsa kita berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan senjata untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara Indonesia dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia intemasional untuk menyelesaikannya.

B.     Peran Dunia Internasional dalam Penyelesaian Konflik Indonesia-Belanda
Konflik yang terjadi antara Indonesia-Belanda pasca kemerdekaan Indonesia akhirnya melibatkan dunia Internasional untuk menyelesaikan masalah tersebut.
Adapun peran dunia internasional dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda yaitu:
1.      Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa
Pada tanggal 31 Juli 1947 India dan Australia mengajukan masalah Indonesia- Belanda ini kepada Dewan Keamanan PBB. Dalam Sidang Dewan Keamanan pada tanggal 1 Agustus 1947 dikeluarkan resolusi yang mengajak kedua belah pihak untuk menghentikan tembak menembak, menyelesaikan pertikaian melalui perwasitan (arbitrase) atau dengan cara damai yang lain. Menindaklanjuti ajakan PBB untuk penyelesaian dengan cara damai, maka Republik Indonesia menugaskan Sutan Syahrir dan H. Agus Salim sebagai duta yang berbicara dalam sidang Dewan Keamanan PBB. Sutan Syahrir menyatakan bahwa untuk mengakhiri konflik antara Indonesia dengan Belanda jalan satu-satunya adalah pembentukan Komisi Pengawas dalam pelaksanaan resolusi Dewan Keamanan. Ditambahkan pula agar Dewan Keamanan menerima usul Australia secara keseluruhan dan penarikan pasukan Belanda ke tempat kedudukan sebelum agresi militer. Usul ini didukung oleh Rusia dan Polandia. Di samping itu Rusia juga mengusulkan pembentukan Komisi Pengawas gencatan senjata.
Usul di atas didukung oleh Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia, dan Suriah tetapi diveto Perancis, sebab dianggap terlalu menguntungkan Indonesia. Pada tanggal 25 Agustus 1947 Dewan Keamanan PBB menerima usul Amerika Serikat tentang pembentukan Komisi Jasa-Jasa Baik (Committee of Good Offices) untuk membantu menyelesaikan pertikaian Indonesia-Belanda. Komisi inilah yang kemudian dikenal dengan Komisi Tiga Negara (KTN), yang terdiri atas :
a. Australia (diwakili oleh Richard C. Kirby), atas pilihan Indonesia,
b. Belgia (diwakili oleh Paul Van Zeeland), atas pilihan Belanda,
c. Amerika Serikat (diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham), atas pilihan Australia dan Belgia.
Pada tanggal 27 Oktober 1947 KTN tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya, KTN mengalami kesulitan karena Indonesia maupun Belanda tidak mau bertemu di wilayah yang dikuasai pihak lainnya. Akhirnya KTN berhasil mempertemukan Indonesia-Belanda dalam suatu perundingan yang berlangsung pada tanggal 8 Desember 1947 di atas kapal perang Amerika Serikat “Renville” yang berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini dikenal dengan perundingan Renville. Akibat dari perundingan Renville wilayah Rl semakin sempit dan kehilangan daerah-daerah yang kaya karena diduduki Belanda.
2.      Peranan Konferensi Asia dan Resolusi Dewan Keamanan PBB
Aksi militer Belanda tanggal 21 Juli 1947 terhadap Republik Indonesia menimbulkan reaksi dunia luar. Inggris dan Amerika Serikat tidak setuju dengan tindakan Belanda itu, tetapi ragu-ragu turun tangan. Di antara negara yang tampil mendukung Indonesia adalah Autralia dan India. Australia mendukung Indonesia karena ingin menegakkan perdamaian dan keamanan dunia sesuai dengan piagam PBB. Di samping itu Partai Buruh Australia yang sedang berkuasa sangat simpatik terhadap perjuangan kemerdekaan. Sedangkan India mendukung Indonesia karena solidaritas sama-sama bangsa Asia juga senasib karena sebagai bangsa yang menentang penjajahan. Hubungan Indonesia dengan India terjalin baik terbukti pada tahun 1946 Indonesia menawarkan bantuan padi sebanyak 500.000 ton untuk disumbangkan kepada India yang sedang dilanda bahaya kelaparan. Sebaliknya India juga menawarkan benang tenun, alat-alat pertanian, dan mobil. Pada waktu Belanda melakukan aksi militernya yang kedua yakni pada tanggal 19 Desember 1948, Perdana Menteri India Pandit Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Birma (Myanmar) U Aung San memprakarsai Konferensi Asia. Konferensi ini diselanggarakan di New Delhi dari tanggal 20 - 23 Januari 1949 yang dihadiri oleh utusan dari negara-negara Afganistan, Australia, Burma (Myanmar), Sri Langka, Ethiopia, India, Iran, Iraq, Libanon, Pakistan, Philipina, Saudi Arabia, Suriah dan Yaman. Hadir sebagai peninjau adalah wakil dari negara-negara Cina, Nepal, Selandia Baru, dan Muangthai. Wakil-wakil dari Indonesia yang hadir antara lain Mr. A.A. Maramis, Mr. Utojo, Dr. Surdarsono, H. Rasjidi, dan Dr. Soemitro Djojohadikusumo. Konferensi Asia tersebut menghasilkan resolusi yang kemudian disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB. Isi resolusinya antara lain sebagai berikut.
a. Pengembalian Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b. Pembentukan perintah ad interim yang mempunyai kemerdekaan dalam  politik luar negeri, sebelum tanggal 15 Maret 1949;
c. Penarikan tentara Belanda dari seluruh Indonesia
d. Penyerahan kedaulatan kepada pemerintah Indonesia Serikat paling lambat pada tanggal 1 Januari 1950.
Dengan adanya dukungan dari negara-negara di Asia, Afrika, Arab, dan Australia terhadap Indonesia, maka pada tanggal 28 Januari 1949 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang disampaikan kepada Indonesia dan Belanda sebagai berikut.

a. Mendesak Belanda untuk segera dan sungguh-sungguh menghentikan seluruh operasi militernya dan mendesak pemerintah RI untuk memerintahkan kesatuan-kesatuan gerilya supaya segera menghentikan aksi gerilya mereka.
b. Mendesak Belanda untuk membebaskan dengan segera tanpa syarat Presiden dan Wakil Presiden beserta tawanan politik yang ditahan sejak 17 Desember 1948 di wilayah RI; pengembalian pemerintahan RI ke Yogyakarta dan membantu pengembalian pegawai-pegawai RI ke Yogyakarta agar mereka dapat menjalankan tugasnya dalam suasana yang benar-benar bebas.
c. Menganjurkan agar RI dan Belanda membuka kembali perundingan atas dasar persetujuan Linggar jati dan Renville, dan terutama berdasarkan pembentukan suatu pemerintah ad interim federal paling lambat tanggal 15 Maret 1949, Pemilihan untuk Dewan Pembuatan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia Serikat selambat-Iambatnya pada tanggal l Juli 1949.
d. Sebagai tambahan dari putusan Dewan Keamanan, Komisi Tiga Negara diubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia = Komisi PBB untuk Indonesia dengan kekuasaan yang lebih besar dan dengan hak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar mayoritas. Tugas UNCI adalah membantu melancarkan perundingan-perundingan untuk mengurus pengembalian kekuasaan pemerintah Republik; untuk mengamati pemilihan dan berhak memajukan usul-usul mengenai berbagai hal yang dapat membantu tercapainya penyelesaian.
Resolusi itu dirasa oleh bangsa Indonesia masih ada kekurangan yakni bahwa Dewan Keamanan PBB tidak mendesak Belanda untuk mengosongkan daerah-daerah RI selain Yogyakarta. Di samping itu Dewan Keamanan tidak memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap resolusinya. Akan tetapi, bangsa Indonesia sebagai bangsa yang cinta damai maka selalu menaati semua isi resolusi sepanjang sesuai dengan prinsip Indonesia Merdeka dan sikap berperang untuk mempertahankan diri.

C.    Perjuangan Perlawanan bangsa Indonesia di Daerah-Daerah
Kehadiran pasukan Sekutu yang membawa orang-orang NICA pada tanggal 29 September 1945 sangat mencemaskan rakyat dan pemerintah RI. Keadaan ini semakin memanas ketika NICA mempersenjatai kembali bekas KNIL yang baru dilepaskan dari tahanan Jepang. Para pejabat Republik Indonesia yang menerima kedatangan pasukan ini karena menghormati tugas. Mereka menjadi sasaran teror dan percobaan pembunuhan. Oleh karena itu sikap pasukan Sekutu yang tidak menghormati kedaulatan negara dan bangsa Indonesia ini dihadapi dengan kekuatan senjata, oleh rakyat dan pemerintah. Di beberapa daerah muncul perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan sebagai berikut:
1.      Pertempuran 10 November di Surabaya
Pertempuran di Surabaya diawali dengan pendaratan pasukan Sekutu dibawah pimpinan Brigjen A.W.S. Mallaby pada tanggal 25 Oktober 1945. Pada tanggal 27 Oktober, mereka menyerbu penjara dan membebaskan perwira-perwira Sekutu yang sebelumnya ditawan oleh pejuang-pejuang republik. Pembebasan tanpa izin pemerintah RI telah menimbulkan kemarahan rakyat setempat, sehingga mereka secara serentak mengadakan serangan terhadap Sekutu.
Dalam suatu pertempuran, Mallaby terbunuh. Hal ini menimbulkan kemarahan Sekutu, sehingga komandan pasukan Sekutu di Jawa Timur, Mayjend R. Mansergh mengeluarkan ultimatum. Ultimatum tersebut berisi :
a.       Semua pemimpin Indonesia termasuk pemimpin pergerakan, pemuda, polisi, dan petugas radio harus melapor kepada Inggris dalam batas waktu sampai pukul 18.00 pada tanggal 9 November 1945
b.      Mereka harus berbaris satu-persatu dengan membawa senjata yang dimilikinya
c.       setelah meletakkan senjata, mereka harus berjalan dengan tangan di atas kepala menuju pos yang telah ditentukan
d.      jika ultimatum ini tidak ditaati, Inggris akan menghancurkan seluruh kota Surabaya
Ultimatum tersebut tidak digubris oleh rakyat Surabaya yang didukung juga oleh gubernurnya R. Soerjo. Semangat untuk membela dan mempertahankan kemerdekaan telah mendorong rakyat rela berkorban. Bung Tomo salah seorang pimpinan para pejuang selalu membangkitkan semangat perjuangan melalui radio agar rakyat Surabaya tidak menghiraukan ultimatum Inggris. Akhirnya, pasukan Inggris dan Belanda menggempur Surabaya dari segala jurusan dengan persenjatan berat dan lengkap pada tanggal 10 November 1945. Penduduk Surabaya bertempur mati-matian sehingga banyak korban yang tewas. Pertempuran di Surabaya bagi pasukan Inggris sendiri merupakan perang terbesar yang dialaminya setelah Perang Dunia II, sehingga mereka menyebutnya “neraka”. Peristiwa tanggal 10 November tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan.
2.      Bandung Lautan Api (23  Maret 1946)
Pada bulan Oktober 1945, Tentara Republik Indonesia (TRI) dan pemuda serta rakyat sedang berjuang melawan tentara Jepang untuk merebut senjata dari tangan Jepang. Pada saat itu, pasukan AFNEI sudah memasuki kota Bandung. Pasukan AFNEI menuntut pasukan Indonesia untuk menyerahkan senjata. Disamping itu, TRI harus mengosongkan kotra Bandung bagian utara paling lambat tanggal 29 Oktober 1945.
Tuntutan dari AFNEI tersebut tidak diindahkan oleh TRI maupun rakyat Bandung. Dipimpin oleh Arudji Kartawinata, TRI dan pemuda Bandung melakukan serangan terhadap kedudukan AFNEI. Pertempuran itu berlanjut hingga memasuki tahun 1946. Pada tanggal 23 maret 1946, AFNEI kembali mengeluarkan ultimatum supaya TRI meninggalkan kota Bandung. Ultimatum itu diperkuat dengan adanya perintah dari pemerintah pusat Jakarta supaya TRI meninggalkan Bandung.
Pemerintah dari pusat tersebut memang bertentangan dengan instruksi dari markas TRI di Yogyakarta. Sebelum meninggalkan Bandung, TRI mengadakan perlawanan dengan cara membumihanguskan kota Bandung bagian selatan. Tindakan itu membawa akibat fatal bagi pasukan AFNEI, karena mengalami kesulitan akomodasi dan logistik di kota Bandung. Tindakan membumihanguskan kota dikenal dengan Bandung Lautan Api.
3.      Peristiwa Palagan Ambarawa (21 November – 15 Desember 1945)
Pertempuran di Ambarawa terjadi pada tanggal 21 November 1945 dan berakhir tanggal 15 Desember 1945, antara pasukan TKR dan laskar pemuda melawan pasukan Inggris. Peristiwa tersebut dilatar-belakangi sebuah insiden di Magelang sesudah mendaratnya Brigade Artileri dari Divisi India ke-23 di Semarang. Pihak RI memperkenankan mereka untuk mengurus tawanan perang yang berada di penjara Ambarawa dan Magelang. Tetapi kedatangan pasukan Inggris ternyata diikuti oleh pasukan NICA yang kemudian mempersenjati para bekas tawanan perang Jepang tersebut. Maka pecahlah pertempuran di Ambarawa-Magelang.
Pada waktu itu, TKR dibawah pimpinan Panglima Divisi V Banyumas, Kolonel Soedirman dan berhasil memukul mundur Sekutu sampai ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945. Kemenangan di Ambarawa itu mempunyai arti yang sangat penting karena letaknya yang strategis. Apabila musuh menguasai Ambarawa, mereka bisa mengancam tiga kota utama di Jawa Tengah, yaitu Surakarta (Solo), Magelang, dan terutama Yogyakarta yang merupakan tempat kedudukan markas tertinggi TKR. Pertempuran di Ambarawa tersebut terkenal dengan sebutan “Palagan Ambarawa”, dan sampai sekarang selalu diperingati sebagai “Hari Infanteri” oleh TNI-AD.
4.      Pertempuran Medan Area ( 10 Desember 1945)
Berita Proklamasi Kemerdekaan baru sampai di Medan pada tanggal 27 Agustus 1945. Hal ini disebabkan sulitnya komunikasi dan adanya sensor dari tentara Jepang. Berita tersebut dibawa oleh Mr. Teuku M. Hassan yang diangkat menjadi Gubernur Sumatra. Ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menegakkan kedaulatan Republik Indonesia di Sumatera dengan membentuk Komite Nasional Indonesia di wilayah itu. Pada tanggal 9 Oktober 1945 pasukan Sekutu mendarat di Sumatera Utara di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly. Serdadu Belanda dan NICA ikut membonceng pasukan ini yang dipersiapkan mengambil alih pemerintahan. Pasukan Sekutu membebaskan para tawanan atas persetujuan Gubernur Teuku M. Hassan. Para bekas tawanan ini bersikap congkak sehingga menyebabkan terjadinya insiden di beberapa tempat. Achmad Tahir, seorang bekas perwira tentara Sukarela memelopori terbentuknya TKR Sumatra Tirnur. Pada tanggal l0 Oktober 1945. Di samping TKR, di Sumatera Timur terbentuk Badan-badan perjuangan dan laskar-laskar partai. Pada tanggal 18 Oktober 1945 Brigadir Jenderal T.E.D. Kelly memberikan ultimatum kepada pemuda Medan agar menyerahkan senjatanya. Aksi-aksi teror mulai dilakukan oleh Sekutu dan NICA. Pada tanggal 1 Desember 1945 Sekutu memasang papan-papan yang bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area di berbagai sudut pinggiran kota Medan. Bagaimana sikap para pemuda kita? Mereka dengan gigih membalas setiap aksi yang dilakukan pihak Inggris dan NICA. Pada tanggal 10 Desember 1945 pasukan Sekutu melancarkan serangan militer secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat-pesawat tempur. Pada bulan April 1946 pasukan Inggris berhasil mendesak pemerintah RI ke luar Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Walaupun belum berhasil menghalau pasukan Sekutu, rakyat Medan terus berjuang dengan membentuk Laskar Rakyat Medan Area.
Selain di daerah Medan, di daerah-daerah sekitarnya juga terjadi perlawanan rakyat terhadap Jepang, Sekutu, dan Belanda. Di Padang dan Bukittinggi pertempuran berlangsung sejak bulan November 1945. Sementara itu dalam waktu yang sama di Aceh terjadi pertempuran melawan Sekutu. Dalam pertempuran ini Sekutu memanfaatkan pasukan-pasukan Jepang untuk menghadapi perlawanan rakyat sehingga pecah pertempuran yang dikenal dengan peristiwa Krueng Panjol Bireuen. Pertempuran di sekitar Langsa/Kuala Simpang Aceh semakin sengit ketika pihak rakyat dipimpin langsung oleh Residen Teuku Nyak Arif. Dalam pertempuran ini pejuang kita berhasil mengusir Jepang. Dengan demikian di seluruh Sumatera rakyat bersama pemerintah membela dan mempertahankan kemerdekaan.
5.      Peristiwa Merah Putih di Manado (14 Februari 1946)
Peristiwa Merah Putih di Manado terjadi tanggal 14 Pebruari 1946. Para pemuda tergabung dalam pasukan KNIL (Koninklijk Nederlands Indische Leger). Kompeni VII bersama laskar rakyat dari barisan pejuang melakukan perebutan kekuasaan pemerintahan di Manado, Tomohon dan Minahasa. Sekitar 600 orang pasukan dan pejabat Belanda berhasil ditahan. Pada tanggal 16 Pebruari 1946 mereka mengeluarkan surat selebaran yang menyatakan bahwa kekuasaan di seluruh Manado telah berada di tangan bangsa Indonesia. Untuk memperkuat kedudukan Republik Indonesia, para pemimpin dan pemuda menyusun pasukan keamanan dengan nama Pasukan Pemuda Indonesia yang dipimpin oleh Mayor Wuisan.
Bendera Merah Putih dikibarkan di seluruh pelosok Minahasa hampir selama satu bulan, yaitu sejak tanggal 14 Pebruari 1946. Dr. Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur Sulawesi bertugas untuk memperjuangkan keamanan dan kedaulatan rakyat Sulawesi. Ia memerintahkan pembentukan Badan Perjuangan Pusat Keselamatan Rakyat. Dr. Sam Ratulangi membuat petisi yang ditandatangani oleh 540 pemuka masyarakat Sulawesi. Dalam petisi itu dinyatakan bahwa seluruh rakyat Sulawesi tidak dapat dipisahkan dari Republik Indonesia. Oleh karena petisi itu, pada tahun 1946, Dr. Sam Ratulangi ditangkap dan dibuang ke Serui (Irian Barat dan sekarang Papua)
6.      Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pada tanggal 15 — 20 Oktober 1945 di Semarang terjadi pertempuran hebat antara pejuang Indonesia dengan tentara Jepang. Peristiwa ini diawali dengan adanya desas-desus bahwa cadangan air minum di Candi, Semarang diracun oleh Jepang. Untuk membuktikan kebenarannya, Dr. Karyadi, kepala laboratorium Pusat Rumah Sakit Rakyat melakukan pemeriksaan. Pada saat melakukan pemeriksaan, ia ditembak oleh Jepang sehingga gugur. Dengan gugurnya Dr. Karyadi kemarahan rakyat khususnya pemuda tidak dapat dihindarkan dan terjadilah pertempuran yang menimbulkan banyak korban jiwa. Untuk mengenang peristiwa itu, di Semarang didirikan Tugu Muda. Untuk mengenang jasa Dr. Karyadi diabadikan menjadi nama sebuah Rumah Sakit Umum di Semarang.
Selain perjuangan perjuangan di atas masih banyak lagi perjuangan yang dilakukan para pahlawan kita demi mempertahankan kemerdekaan Indonesia Seperti pertempuran empat hari di surakarta, Perisiwa Merah Putih di Biak, pertempuran di teluk cirebon, dll

D.    Perjuangan Diplomasi Indonesia dalam Mempertahankan Kemerdekaan
Selaian berjuang mempertahankan Indonesia melalui perjuangan fisik, Indonesia juga berusaha tetap mempertahankan kemerdekaanya melalui perjuangan Diplomasi. Diplomasi artinya perundingan/perjanjian yang dibuat untuk disepakati. Para pejuang diplomasi Indonesia berunding dengan Belanda untuk membuat perjanjian yang akan dilaksanakan.
Berikut adalah berbagai perjuangan diplomasi kemerdekaan Indonesia:
1.      Pertemuan Soekarno-Van Mook
Pertemuan antara wakil-wakil Belanda dengan para pemimpin Indonesia diprakarsai oleh Pang lima AFNEI Letnan Jenderal Sir Philip Christison pada tanggal 25 Oktober 1945. Dalam pertemuan tersebut pihak Indonesia diwakili oleh Soekarno, Mohammad Hatta, Ahmad Sobardjo, dan H. Agus Salim, sedangkan pihak Belanda diwakili Van Mook dan Van Der Plas. Pertemuan ini merupakan pertemuan untuk menjajagi kesepakatan kedua belah pihak yang berselisih. Presiden Soekamo mengemukakan kesediaan Pemerintah Republik Indonesia untuk berunding atas dasar pengakuan hak rakyat Indonesia untuk menentukan nasibnya sendiri. Sedangkan Van Mook mengemukakan pandangannya mengenai masalah Indonesia di masa depan bahwa Belanda ingin menjalankan untuk Indonesia menjadi negara persemakmuran berbentuk federal yang memiliki pemerintah sendiri di lingkungan kerajaan Belanda. Yang terpenting menurut Van Mook bahwa pemerintah Belanda akan memasukkan Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa. Tindakan Van Mook tersebut disalahkan oleh Pemerintah Belanda terutama oleh Parlemen, bahkan Van Mook akan dipecat dari jabatan wakil Gubernur Jenderal Hindia Belanda (Indonesia).
2.      Pertemuan Syahrir-Van Mook
Pertemuan ini dilaksanakan pada tanggal 17 November 1945 bertempat di Markas Besar Tentara Inggris di Jakarta ( Jalan Imam Bonjol No.1). Dalam pertemuan ini pihak Sekutu diwakili oleh Letnan Jenderal Christison, pihak Belanda oleh Dr. H.J. Van Mook, sedangkan delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Sebagai pemrakarsa pertemuan ini, Christison bermaksud mempertemukan pihak Indonesia dan Belanda di samping menjelaskan maksud kedatangan tentara Sekutu, akan tetapi pertemuan ini tidak membawa hasil.
3.      Perundingan Syahrir-Van Mook
Pertemuan-pertemuan yang diprakarsai oleh Letnan Jenderal Christison selalu mengalami kegagalan. Akan tetapi pemerintah Inggris terus berupaya mempertemukan Indonesia dengan Belanda bahkan ditingkatkan menjadi perundingan. Untuk mempertemukan kembali pihak Indonesia dengan pihak Belanda, pemerintah Inggris mengirimkan seorang diplomat ke Indonesia yakni Sir Archibald Clark Kerr sebagai penengah. Pada tanggal 10 Februari 1946 perundingan Indonesia-Belanda dimulai. Pada waktu itu Van Mook menyampaikan pernyataan politik pemerintah Belanda antara lain sebagai berikut:
1.      Indonesia akan dijadikan negara Commonwealth berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri di dalam lingkungan kerajaan Belanda.
2.      Urusan dalam negeri dijalankan Indonesia sedangkan urusan luar negeri oleh pemerintah Belanda.
Selanjutnya pada tanggal 12 Maret 1946 Sjahrir menyampaikan usul balasan yang berisi antara lain sebagai berikut.

1.       Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas Hindia Belanda.
2.       Federasi Indonesia-Belanda akan dilaksanakan pada masa tertentu dan urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri atas orang-orang Indonesia dan Belanda.
Usul dari pihak Indonesia di atas tidak diterima oleh pihak Belanda dan selanjutnya Van Mook secara pribadi mengusulkan untuk mengakui Republik Indonesia sebagai wakil Jawa untuk mengadakan kerja sama dalam rangka pembentukan negara federal dalam lingkungan Kerajaan Belanda. Pada tanggal 27 Maret 1946 Sutan Sjahrir mengajukan usul baru kepada Van Mook antara lain sebagai berikut:
1.      Supaya pemerintah Belanda mengakui kedaulatan de facto Rl atas Jawa dan Sumatera.
2.      Supaya RI dan Belanda bekerja sama membentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
3.      RIS bersama-sama dengan Nederland, Suriname, Curacao, menjadi peserta dalam ikatan negara Belanda.
4.      Perundingan di Hooge Veluwe
Perundingan ini dilaksanakan pada tanggal 14 - 25 April 1946 di Hooge Veluwe (Negeri Belanda), yang merupakan kelanjutan dari pembicaraan-pembicaraan yang telah disepakati Sjahrir dan Van Mook. Para delegasi dalam perundingan ini adalah:
1.      Mr. Suwandi, dr. Sudarsono, dan Mr. A.K. Pringgodigdo yang mewakili pihak pemerintah RI;
2.      Dr. Van Mook, Prof. Logemann, Dr. Idenburgh, Dr. Van Royen, Prof. Van Asbeck, Sultan Hamid II, dan Surio Santosa yang mewakili Belanda, dan
3.      Sir Archibald Clark Kerr mewakili Sekutu sebagai penengah.
Perundingan yang berlangsung di Hooge Veluwe ini tidak membawa hasil sebab Belanda menolak konsep hasil pertemuan Sjahrir-Van Mook-Clark Kerr di Jakarta. Pihak Belanda tidak bersedia memberikan pengakuan de facto kedaulatan RI atas Jawa dan Sumatra tetapi hanya Jawa dan Madura serta dikurangi daerah-daerah yang diduduki oleh Pasukan Sekutu. Dengan demikian untuk sementara waktu hubungan Indonesia-Belanda terputus, akan tetapi Van Mook masih berupaya mengajukan usul bagi pemerintahannya kepada pihak RI.
5.      Perundingan Linggarjati
Walaupun Perundingan Hooge Veluwe mengalami kegagalan akan tetapi dalam prinsipnya bentuk-bentuk kompromi antara Indonesia dan Belanda sudah diterima dan dunia memandang bahwa bentuk-bentuk tersebut sudah pantas. Oleh karena itu pemerintah Inggris masih memiliki perhatian besar terhadap penyelesaian pertikaian Indonesia-Belanda dengan mengirim Lord Killearn sebagai pengganti Prof Schermerhorn. Pada tanggal 7 Oktober 1946 Lord Killearn berhasil mempertemukan wakil-wakil pemerintah Indonesia dan Belanda ke meja perundingan yang berlangsung di rumah kediaman Konsul Jenderal Inggris di Jakarta. Dalam perundingan ini masalah gencatan senjata yang tidak mencapai kesepakatan akhirnya dibahas lebih lanjut oleh panitia yang dipimpin oleh Lord Killearn. Hasil kesepakatan di bidang militer sebagai berikut:
1.      Gencatan senjata diadakan atas dasar kedudukan militer pada waktu itu dan atas dasar kekuatan militer Sekutu serta Indonesia.
2.      Dibentuk sebuah Komisi bersama Gencatan Senjata untuk masalah-masalah teknis pelaksanaan gencatan senjata.
Dalam mencapai kesepakatan di bidang politik antara Indonesia dengan Belanda diadakanlah Perundingan Linggajati. Perundingan ini diadakan sejak tanggal 10 November 1946 di Linggajati, sebelah selatan Cirebon. Delegasi Belanda dipimpin oleh Prof. Scermerhorn, dengan anggotanya Max Van Poll, F. de Baer dan H.J. Van Mook. Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sjahrir, dengan anggotaanggotanya Mr. Moh. Roem, Mr. Amir Sjarifoeddin, Mr. Soesanto Tirtoprodjo, Dr. A.K. Gani, dan Mr. Ali Boediardjo. Sedangkan sebagai penengahnya adalah Lord Killearn, komisaris istimewa Inggris untuk Asia Tenggara. Hasil Perundingan Linggajati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka) Jakarta, yang isinya adalah sebagai berikut:
1.      Belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan wilayah kekuasaan yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura. Belanda harus sudah meninggalkan daerah de facto paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
2.      Republik Indonesia dan Belanda akan bekerjasama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama Republik Indonesia Serikat, yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
3.      Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
Meskipun isi perundingan Linggajati masih terdapat perbedaan penafsiran antara Indonesia dengan Belanda, akan tetapi kedudukan Republik Indonesia di mata Internasional kuat karena Inggris dan Amerika memberikan pengakuan secara de facto.
6.      Perundingan Renville
Perbedaan penafsiran mengenai isi Perundingan Linggajati semakin memuncak dan akhirnya Belanda melakukan Agresi Militer pertama terhadap Indonesia pada tanggal 21 Juli 1947. Atas prakasa Komisi Tiga Negara (KTN), maka berhasil dipertemukan antara pihak Indonesia dengan Belanda dalam sebuah perundingan. Perundingan ini dilakukan di atas kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville” yang sedang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan Renville ini dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 di mana pihak Indonesia mengirimkan delegasi yang dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia yang memihak Belanda. Hasil perundingan Renville baru ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 yang intinya sebagai berikut:
1.      Pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Hindia Belanda sampai pada waktu yang ditetapkan oleh Kerajaan Belanda untuk mengakui Negara Indonesia Serikat (NIS).
2.      Akan diadakan pemungutan suara untuk menentukan apakah berbagai penduduk di daerah-daerah Jawa, Madura, dan Sumatera menginginkan daerahnya bergabung dengan RI atau negara bagian lain dari Negara Indonesia Serikat.
3.      Tiap negara (bagian) berhak tinggal di luar NIS atau menyelenggarakan hubungan khusus dengan NIS atau dengan Nederland.
Akibat dari perundingan Renville ini wilayah Republik Indonesia yang meliputi Jawa, Madura, dan Sumatera menjadi lebih sempit lagi. Akan tetapi, RI bersedia menandatangani perjanjian ini karena beberapa alasan di antaranya adalah karena persediaan amunisi perang semakin menipis sehingga kalau menolak berarti belanda akan menyerang lebih hebat. Di samping itu juga tidak adanya jaminan bahwa Dewan Keamanan PBB dapat menolong serta RI yakin bahwa pemungutan suara akan dimenangkan pihak Indonesia.
7.      Persetujuan Roem-Royen
Ketika Dr. Beel menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota Belanda di Indonesia, ia mempunyai pandangan yang berbeda dengan Van Mook tentang Indonesia. Ia berpendirian bahwa di Indonesia harus dilaksanakan pemulihan kekuasaan pemerintah kolonial dengan tindakan militer. Oleh karena itu pada tanggal 18 Desember 1948 Dr. Beel mengumumkan tidak terikat dengan Perundingan Renville dan dilanjutkan tindakan agresi militernya yang kedua pada tanggal 19 Desember 1948 pada pukul 06.00 pagi dengan menyerang ibu kota Rl yang berkedudukan di Yogyakarta. Dengan peristiwa ini Komisi Tiga Negara (KTN) diubah namanya menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Indonesia (United Nations Commission for Indonesian atau UNCI). Komisi ini bertugas membantu melancarkan perundingan-perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Mei 1949 Mr. Moh. Roem selaku ketua delegasi Indonesia dan Dr. Van Royen selaku ketua delegasi Belanda yang masing-masing membuat pernyataan sebagai berikut:
1.      Pernyataan Mr. Moh Roem
a.       Mengeluarkan perintah kepada “Pengikut Republik yang bersenjata” untuk menghentikan perang gerilya.
b.      Bekerja sama dalam hal mengembalikan perdamaian dan menjaga ketertiban dan keamanan.
c.       Turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag dengan maksud untuk mempercepat “penyerahan” kedaulatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat, dengan tidak bersyarat.

2.      Pernyataan Dr. Van Royen
a.       Menyetujui kembalinya Pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta.
b.      Menjamin penghentian gerakan-gerakan militer dan pembebasan semua tahanan politik.
c.       Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara yang berada di daerah-daerah yang dikuasai RI sebelum tanggal 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara atau daerah dengan merugikan Republik
d.      Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
e.       Berusaha dengan sungguh-sungguh agar Konferensi Meja Bundar segera diadakan setelah Pemerintah RI kembali ke Yogyakarta.
8.      Konferensi Meja Bundar (KMB)
Salah satu pernyataan Roem-Royen adalah segera diadakan Konferensi Meja Bundar (KMB). Sebelum dilaksanakan KMB diadakanlah Konferensi Inter - Indonesia antara wakil-wakil Republik Indonesia dengan BFO (Bijjenkomst voor Federaal Overleg) atau Pertemuan Permusyawarahan Federal. Konferensi ini berlangsung dua kali yakni tanggal 19 - 22 Juli 1949 di Yogyakarta dan pada tanggal 31 Juli - 2 Agustus 1949 di Jakarta. Salah satu keputusan penting dalam konferensi ini ialah bahwa BFO menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatanikatan politik ataupun ekonomi. Pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949 diadakanlah Konferensi Meja Bundar di Den Haag (Belanda). Sebagai ketua KMB adalah Perdana Menteri Belanda, Willem Drees. Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, BFO di bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, dan delegasi Be1anda dipimpin Van Maarseveen sedangkan dari UNCI sebagai mediator dipimpin oleh Chritchley.
Pada tanggal 2 November 1949 berhasil ditandatangani persetujuan KMB. Isi dari persetujuan KMB adalah sebagai berikut:
1.       Belanda mengakui kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949.
2.       Mengenai Irian Barat penyelesaiannya ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan.
3.        Antara RIS dan kerajaan Belanda akan diadakan hubungan Uni Indonesia - Belanda yang akan diketuai Ratu Belanda.
4.       Segera akan dilakukan penarikan mundur seluruh tentara Belanda.
5.       Pembentukan Angkatan Perang RIS (APRIS) dengan TNI sebagai intinya.

Dari hasil KMB itu dinyatakan bahwa pada akhir bulan Desember 1949 Indonesia diakui kedaulatannya oleh Belanda. Oleh karena itu pada tanggal 27 Desember 1949 diadakanlah penandatanganan pengakuan kedaulatan di negeri Belanda. Pihak Belanda ditandatangani oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang Lautan Mr. AM . J.A Sassen. Sedangkan delegasi Indonesia dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta. Pada waktu yang sama di Jakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tertinggi Mahkota AH.J. Lovink menandatangani naskah pengakuan kedaulatan. Dengan diakuinya kedaulatan RI oleh Belanda ini maka Indonesia berubah bentuk negaranya berubah menjadi negara serikat yakni Republik Indonesia Serikat (RIS).

E.     Faktor yang Memaksa Belanda Keluar dari Indonesia
Ketika Belanda melakukan agresi militemya yang kedua, tanggal 19 Desember 1948, Dewan Keamanan PBB merasa tersinggung karena tindakan Belanda tersebut telah melanggar persetujuan gencatan senjata yang telah diprakasai oleh Komisi Tiga Negara (KTN). Di dalam negeri Indonesia pun Belanda tidak memperoleh dukungan politik bahkan para pejuang melakukan gerilya maupun serangan umum. Menghadapi kondisi yang demikian ini maka Belanda mengubah sikapnya yakni sepakat dilakukan gencatan senjata. Penghentian tembak menembak akan mulai berlaku di Jawa tanggal 11 Agustus 1949, dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus 1949. Pada masa gencatan senjata itulah berlangsung Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tanggal 23 Agustus 1949. Dalam konferensi ini hasil utamanya antara lain bahwa Belanda akan mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada akhir bulan Desember 1949. dengan demikian hal ini memaksa Belanda harus keluar dari bumi Indonesia.
Berikut ini adalah faktor yang memaksa Belanda Keluar dari Indonesia:
§  Faktor dari Dalam
1.      Dari dalam negeri Indonesia, Belanda menyadari bahwa kekuatan militernya tidak cukup kuat untuk memaksa RI tunduk kepadanya.
2.      Perang yang berkepanjangan mengakibatkan hancurnya perkebunan dan pabrik-pabrik Belanda. Untuk menghindarkan hal itu Belanda harus mengubah strateginya.
3.      Belanda tidak mendapat dukungan politik dari dalam negeri Indonesia. Ketika membujuk Sultan Hamengkubuwono IX untuk menjadi pemimpin sebuah negara di Jawa maka ditolaknya.
4.      Para pejuang Republik Indonesia terus melakukan perang gerilya dan serangan umum.
§  Faktor dari Luar
PBB dan Amerika Serikat mengambil sikap yang lebih tegas terhadap Belanda. Amerika Serikat mengancam akan menghentikan bantuan pembangunan yang menjadi tumpuan perekonomian Belanda. Dengan adanya faktor-faktor di atas maka diselenggarakanlah KMB yang bermuara diakuinya kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada tanggal 27 Desember 1949 sehingga memaksa Belanda keluar dari bumi Indonesia.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia yang diboncengi oleh NICA membawa ancaman bagi keberlangsungan kemerdekaan bangsa Indonesia. Belanda ternyata ingin menjajah kembali negara kita yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Untuk mempertahankan kemerdekaan, para pemimpin nasional menggunakan cara diplomasi dan perjuangan fisik. Langkah diplomasi dilakukan baik melalui forum internasional, seperti Kegiatan diplomasi (perundingan) dengan Belanda, misalnya Perundingan Linggarjati, Perundingan Renville, Perundingan Roem-Royen, hingga KMB. Perjuangan fisik dalam mempertahankan kemerdekaan ditempuh oleh rakyat di berbagai pelosok Nusantara bersama dengan tentara. Beberapa contoh perjuangan fisik tersebut antara lain Palagan Ambarawa, Bandung Lautan Api, Pertempuran Margarana, Pertempuran Medan Area, Serangan Umum 1 Maret 1949,dll.
Setelah perjuangan yang cukup panjang, akhirnya tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui kedaulatan Indonesia sebagai bangsa yang merdeka sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

B.     Saran
Adapun dari penulisan makalah ini saya selaku penulis menyarankan kepada generasi muda agar tetap mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan cara ikut berpartisipasi dalam mengisi kemerdekaan Indonesia, dan mencontoh semangat para pahlawan terdahulu, betapa sulitnya mereka meraih kemerdekaan dan mempertahankannya hingga sekarang.







DAFTAR PUSTAKA

Rusmini, S. Pd & Soedarman, S.Pd. 2007. Ips Terpadu SMP kelas VIII semester 2. Jakarta : Putra Angkasa.
http://renggap.co.cc/perjuangan-mempertahankan-kemerdekaan-republik-indonesia/Bottom of Form

http://www.crayonpedia.org/mw/BAB_3._USAHA_PERJUANGAN_MEMPERTAHANKAN_KEMERDEKAAN_INDONESIA

No comments:

Pencarian isi Blog