Pencarian

Tuesday, April 27, 2010

Memaknai Hidup atau Mencari Makna Hidup?

Buat sebagian orang, kegiatan iktikaf di akhir Ramadhan kemarin bisa ditafsirkan macam-macam. Ada yang melihat dan ikut terlibat di dalamnya sebagai bagian dari trend 'kembali ke Islam' yang belakangan ini marak. Ada pula yang tidak tertarik dan mengganggapnya hanya suatu ritual yang sebagian orang lain menjalankannya. Ada pula yang melakukan iktikaf karena merasa gelisah dengan kehidupan ini dan mencoba mencari maknanya.

Buat saya, kegiatan kemarin bukanlah dalam rangka pencarian makna hidup ini. Rasanya lebih tepat dikatakan sebagai usaha untuk memaknai hidup. Apa maksudnya?

Makna hidup ini sudah tergambar dimana-mana, dari pengalaman indah kita, dari pengalaman buruk, dari hubungan kita dengan istri/suami, anak-anak, dari cara kita bekerja sehari-hari, dari cara kita berkendara, dan banyak lagi. Namun karena hampir semua ini sifatnya rutin, seringkali maknanya terlewati oleh kita dan oleh karena kita perlu kita cari, mencari makna hidup.

Lalu apa bedanya dengan memaknai hidup? Seperti ide saya di atas, makna hidup ini ada dimana-mana. Yang perlu kita lakukan bukanlah sekedar mencari mencari, tapi menjadikannya sesuatu yang nyata, sesuatu yang kita harapkan, yang kita pelajari, yang kita ambil hikmahnya, dan sesuatu yang kemudian makin menguatkan semangat kita dalam hidup ini. Kita maknai hidup ini ... :)

Kembali ke soal iktikaf. Saya tahu (tepatnya diberitahu) kalau dalam iktikaf itu biasanya ada berbagai macam kajian, sholat malam bersama, muhasabah, hingga terbentuknya grup-grup kecil yang hidup bersama selama 10 hari terakhir itu. Semua ini ada hikmahnya. Berbagai macam kajian, maknanya bisa berarti banyaknya ilmu baru yang kita belum tahu. Sholat malam bersama, maknanya bisa berupa pentingnya menyeimbangkan kesibukan dunia dan akhirat, dan seterusnya.

Sekarang bagaimana memaknainya? Menurut saya, dari kajian bersama itu, kita harus punya komitmen untuk melaksanakan hal-hal baru yang kita pelajari sekaligus juga berbagi dengan orang lain. Komitmen saja tidak perlu, kita perlu membuat rencana kerja (action plans) yang terukur, lengkap dengan sangsi-sangsi jika kita gagal melaksanakannya. Selanjutnya rencana kerja itu kita laksanakan, dan kita ambil hikmahnya.

Begitu juga soal sholat malam. Kita harus punya komitmen melaksanakannya, sangsi jika tidak melaksanakannya. Menjadi semakin tunduk sebagai hambaNya dan tawadhu kepada manusia. Dari situ kita semakin menjadi manusia yang istiqomah (persisten, konsisten, residen) yang membawa kita ke satu tingkat lagi dalam penghambaan padaNya.

Dengan 2 contoh di atas, kita bisa lihat kalau proses memaknai hidup ini seperti berjalan di satu lingkaran, yang terus berulang tetapi dengan pembelajaran yang terus berbeda. Satu hal yang insya Allah akan semakin meningkatkan kualitas, semangat, sekaligus mengingatkan kita akan tujuan hidup ini.

Kesimpulannya, kita tidak bisa berhenti pada pencarian makna hidup. Makna hidup itu ada, dimana-mana. Tugas kita adalah memaknai hidup ... menjadikan makna hidup itu sebagai penguat semangat dan kualitas hidup kita ... :)

No comments:

Pencarian isi Blog